Ribuan orang turun ke jalan di ibu kota Khartoum, Sudan, menuntut pembentukan pemerintah sipil yang seutuhnya. Hubungan antara para jenderal militer dan kelompok-kelompok pro-demokrasi rakyat Sudan terkait masa depan negara itu telah memburuk dalam beberapa minggu ini.
Sudan telah diperintah oleh pemerintahan sementara yang terdiri atas gabungan pihak sipil dan militer sejak tahun 2019. Militer menggulingkan pemimpin Omar Al Bashir, yang telah berkuasa sejak 1989, pada April 2019 setelah demonstrasi massal terus berlangsung selama empat bulan menentang pemerintahannya. Dengan tergulingnya Bashir, para jenderal yang berkuasa setuju untuk berbagi kekuasaan dengan warga sipil yang mewakili gerakan demonstrasi itu.
Namun kondisi negara tersebut selepas tergulingnya pemerintahan Bashir berada dalam situasi yang tak menentu. Demonstrasi pada Kamis (21/10) sendiri terjadi setelah sebelumnya kelompok yang mendukung para pemimpin militer juga melakukan unjuk rasa untuk menunjukkan dukungan mereka pada pihak militer.
“Mari kita tandai demonstrasi ini dengan gelombang baru pemberontakan rakyat yang akan membuka jalan bagi pemerintahan yang sepenuhnya dipimpin oleh warga sipil dan demokratis!” demikian petikan pernyataan kelompok Sudanese Professionals' Association, yang menyerukan demonstrasi besar-besaran secara nasional pada pada Kamis tersebut.
Kelompok itu sebelumnya telah mempelopori pemberontakan sejak Desember 2018, yang mencapai puncaknya dengan penggulingan Bashir.
Ribuan laki-laki dan perempuan berbaris di ibu kota Khartoum sambil mengibarkan bendera Sudan dan meneriakkan kalimat “Kami bebas! Kami revolusioner! Kami akan melanjutkan perjalanan kami!”
Ketegangan diantara warga sipil dan para jenderal di pemerintahan transisi ini telah meningkat sejak pemerintah sementara Sudan mengatakan bahwa merekalah yang menggagalkan upaya kudeta di dalam militer bulan lalu.
Para pejabat menyalahkan mereka yang setia pada Bashir atas langkah tersebut. Pengumuman itu juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan warga sipil bahwa pihak militer pada akhirnya dapat membajak transisi negara menuju ke pemerintahan sipil yang demokratis.
Para pemimpin militer telah mengisyaratkan perubahan arah dalam pemerintahan. Kepala Dewan Berdaulat yang berkuasa di Sudan, Jenderal Abdel Fattah Burhan, mengatakan membubarkan pemerintahan Perdana Menteri Abdullah Hamdok dapat menyelesaikan krisis politik yang sedang terjadi.
Hamdok menanggapi hal itu dengan menyampaikan pidato di hadapan publik, di mana ia menjabarkan serangkaian tindakan yang menurutnya akan membantu mempercepat penyerahan kekuasaan pada pemerintahan terpilih. [em/lt]