Majelis yang beranggotakan 217 orang itu memulai tugasnya hampir sebulan setelah negara kecil Afrika Utara itu mengadakan pemilu demokratis pertama dan 10 bulan setelah pergolakan rakyat menggulingkan presiden Zine el Abidine Ben Ali yang sudah lama berkuasa.
Tugas-tugas pertama adalah formalitas – pelantikan Perdana Menteri Hamadi Jebali dari partai Islamis Ennahda yang berkuasa, Presiden Moncef Marzouki dari partai Kongres untuk Republik yang berhaluan kiri moderat, dan ketua majelis Mustafa Ben Jafaar dari Forum Demokrasi untuk Buruh dan Kebebasan atau Ettakatol.
Para anggota majelis yang ditugasi untuk merancang undang-undang dasar baru dan tata politik itu menyanyikan lagu kebangsaan dan disertai oleh para pejabat dari pemerintahan koalisi yang akan berkuasa dan para menteri dari Kabinet yang akan meletakkan jabatan.
Kabinet baru, yang menghadapi banyak tantangan antara lain menarik investasi asing dan menghidupkan kembali ekonomi yang goyah, bertekad untuk mengadakan pemilu dalam waktu satu tahun.
Kira-kira 1.000 pemrotes, termasuk keluarga orang yang tewas dalam pergolakan, berkumpul di luar gedung majelis di pinggir ibukota, Tunis. Demonstran datang dari puluhan organisasi, banyak yang mewakili perempuan yang menuntut hak mereka dijamin dalam undang-undang dasar baru itu.
Di antara pemrotes itu adalah ibu Mohamed Bouazizi, pedagang muda sayur-mayur yang membakar dirinya Desember lalu sebagai tindakan protes yang kemudian menyulut revolusi di Tunisia dan dunia Arab.