Isu Iklim
Trump Tarik Amerika dari Perjanjian Iklim Paris, Pemimpin Eropa Bersikeras Pertahankan

Beberapa instruksi presiden telah dibatalkan Presiden Donald Trump, terutama menarik AS dari Perjanjian Iklim Paris, menjadi pembicaraan dalam acara tahunan Forum Ekonomi Dunia di Davos. Para pemimpin Eropa bersikeras akan bersatu dan mempertahankan perjanjian itu, serta mengirim pesan ke Amerika.
Tak lama setelah menjabat sebagai presiden ke-47 Amerika Serikat, Presiden Donald Trump mulai menghapus sebagian warisan Presiden Joe Biden; mulai dari memberi pengampunan pada hampir semua pendukungnya yang melakukan kerusuhan di Capitol Hill pada 6 Januari 2021, dan mengeluarkan serangkaian instruksi presiden yang mengisyaratkan keinginannya merombak badan-badan di AS.
Trump menandatangani inpres untuk meningkatkan keamanan di perbatasan, menetapkan kartel narkoba sebagai organisasi teroris asing, membatasi pemberian kewarganegaraan bagi anak-anak yang lahir di AS, membekukan beberapa peraturan baru, dan membentuk gugus tugas untuk efisiensi pemerintah federal.
Trump juga menandatangani inpres yang mengarahkan Amerika untuk kembali menarik diri dari Perjanjian Iklim Paris yang penting. Langkah ini menjadi pukulan terhadap upaya dunia untuk memerangi pemanasan global, dan sekali lagi menjauhkan AS dari sekutu-sekutu terdekatnya.
Sewaktu menandatangi inpres itu di hadapan sekitar 2.500 orang yang memadati Capital One Arena di Washington DC, Trump mengatakan “dengan keluar dari Perjanjian Iklim Paris, Amerika dapat menghemat lebih dari satu triliun dolar.”
Will Scharf, Staf Gedung Putih yang mendampinginya juga memperkuat pernyataannya “dengan keluar dari perjanjian itu, Amerika dapat menghemat lebih dari satu triliun dolar.”
Uni Eropa Tegaskan Tetap Teguh pada Perjanjian Iklim Paris
Kepala Uni Eropa Ursula von der Leyen menegaskan blok 27 negara itu akan tetap berpegang teguh pada Perjanjian Iklim Paris meskipun Trump memutuskan untuk menarik Amerika dari perjanjian itu.
“Perjanjian Paris terus menjadi harapan terbaik bagi seluruh umat manusia. Eropa akan tetap berada di jalur yang benar, dan terus bekerja sama dengan semua negara yang ingin melindungi alam dan menghentikan pemanasan global. Demikian juga, semua benua harus memahami peluang AI dan mengelola risikonya. Dalam tantangan seperti ini, kita tidak berpacu dengan satu sama lain, tetapi kita berpacu dengan waktu. Bahkan di tengah persaingan yang ketat, kita harus bersatu.”
Perdana Menteri Belgia Alexander De Croo mengatakan blok itu harus “tetap berpegang teguh pada tujuan” Kesepakatan Hijau Eropa, baik untuk alasan daya saing maupun lingkungan.
“Setelah apa yang terjadi kemarin, dunia ini penuh dengan ketidakpastian dan mungkin besok akan ada lebih banyak lagi ketidakpastian. Mari kita sebagai orang Eropa di dalam Uni Eropa tidak menambah ketidakpastian dengan menciptakan ambiguitas pada tujuan kita,” ujar De Croo.
Sekjen Dewan Eropa yang juga mantan presiden Swiss, Alain Berset, menilai Eropa harus mengirim pesan yang jelas kepada Amerika. “Trump mengirim pesan yang jelas, dan dari perspektif Eropa dan Dewan Eropa, kita juga harus mengirim pesan yang jelas. (Bahwa) kita memiliki nilai, demokrasi, aturan hukum dan hak asasi yang kuat. Kita harus terlibat selama lima tahun ke depan untuk menjadi kuat, sekuat mungkin, namun tetap bersatu,” tukasnya.
Jesper Brodin, Kepala Eksekutif IKEA, perusahaan mebel global, menggarisbawahi manfaat Perjanjian Iklim Paris bagi dunia bisnis. “Bagi kami – yang telah mengikuti perjalanan yang tidak mulus selama beberapa tahun ini – kami tidak hanya dapat berhasil memenuhi Perjanjian Iklim Paris, tetapi juga bagaimana perjanjian ini dapat memberikan manfaat bagi bisnis.”
Harapan
Andy Beshear, Gubernur Kentucky yang merupakan salah satu politisi Amerika yang hadir dalam pertemuan di Swiss itu menyampaikan harapan bahwa Trump dan para pendukungnya akan menyadari pentingnya aliansi di seluruh dunia.
“Pidato Trump berbeda dengan yang akan saya sampaikan. Tetapi dia telah terpilih sebagai presiden dan dia berhak untuk menyampaikan pidato pelantikannya dengan cara yang dia pilih. Saya berharap Trump dan para penasihatnya akan menyadari betapa pentingnya aliansi bagi stabilitas global, terutama betapa pentingnya hubungan antara Eropa dan Amerika bagi stabilitas global,” kata Beshear.
Kesepakatan Paris bertujuan untuk membatasi pemanasan global jangka panjang hingga 1,5 derajat Celcius atau jika tidak tercapai, menjaga suhu setidaknya di bawah sekitar 2 derajat Celcius, di atas tingkat pra-industri. [em/hj/aa]
See all News Updates of the Day
Amerika Tak Lagi Pimpin JETP Indonesia, Pakar Sayangkan Mundurnya AS

AS belum lama ini mundur sebagai pemimpin bersama JETP Indonesia, sebuah kemitraan yang bertujuan membantu mempercepat transisi energi Indonesia. Pakar menilai, kebijakan AS dikhawatirkan memengaruhi kebijakan negara-negara lain, termasuk Indonesia, dalam melanjutkan komitmen transisi energi.
Tidak lama setelah Donald Trump kembali dilantik sebagai presiden AS Januari lalu, Washington mundur dari posisi pemimpin bersama (co-leader) Kemitraan Transisi Energi yang Adil Indonesia (Just Energy Transition Partnership/JETP Indonesia).
Kemitraan antara pemerintah Indonesia dan Kelompok Mitra Internasional (International Partners Group/IPG), yang sebelumnya dipimpin secara bersama oleh Amerika dan Jepang, diluncurkan di sela-sela KTT G20 di Bali pada tahun 2022, dengan tujuan untuk mempercepat transisi energi Indonesia, dengan mengurangi ketergantungan pada batu bara dan meningkatkan produksi energi baru terbarukan.
Menurut pakar transisi energi sekaligus direktur pelaksana Energy Shift Institute, Putra Adhiguna, mundurnya Amerika dari posisi tersebut berpotensi memengaruhi sikap negara-negara lain dalam memandang urgensi transisi energi, termasuk Indonesia.
“Kalau dari sudut pandang investasi, sebenarnya investasi AS ke daerah seperti Asia Tenggara, termasuk Indonesia, di sektor energi tidak terlalu besar. Tapi kalau berbicara global leadership dan juga global diplomacy sebenarnya ini adalah sebuah kehilangan yang cukup besar, karena tentunya para pemimpin-pemimpin negara tetap akan melihat global optics, ‘kalau negara besar tidak mau berkomitmen, bagaimana dengan kami?’” urainya.
Selain menurunkan peran mereka dalam JETP Indonesia, Amerika juga mundur dari Perjanjian Iklim Paris, yang merupakan kesepakatan internasional untuk menangani perubahan iklim dengan mengurasi gas rumah kaca.
Gedung Putih tidak menjawab pertanyaan VOA mengenai komitmen iklim Amerika kini, maupun komitmen Washington dalam JETP Indonesia usai mundur dari posisi pemimpin bersama.
Setelah perkembangan tersebut mengemuka, sejumlah pejabat Indonesia, termasuk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia, mengungkapkan keengganannya untuk memensiunkan secara dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara tanpa adanya pendanaan dari lembaga donor.
“Di janjimu (JETP) ada lembaga donor yang membiayai, mana ada? Sampai sekarang belum ada. Nol. Kami mau (pensiun dini PLTU), tapi ada uangnya dulu,” ungkap Bahlil, 30 Januari lalu.
Utusan Khusus RI Bidang Iklim Hashim Djoyohadikusumo bahkan menyebut JETP sebagai “program gagal”, seperti dikutip kontan.co.id, 31 Januari lalu.
Meski demikian, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan kepada VOA pada 6 Februari lalu bahwa Jakarta akan tetap melanjutkan proyek-proyek iklim yang telah dicanangkan pemerintah. Ia menuturkan, Indonesia tetap berkomitmen menurunkan emisi.
“JETP itu jangan diindikasikan itu hanya Amerika, JETP itu negaranya banyak, dan yang kemarin mendanai yang pertama ke Ijen itu memang dari Amerika, lalu berikutnya ada energy transition mechanism itu lebih banyak Jepang. Nah dari situ, Pak Bahlil, Pak Menteri, memang mengatakan bahwa kalau ada pendanaan, baru dipensiunkan tenaga fosil itu,” ungkapnya.
Eniya merujuk pada pengembangan dan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Ijen berkapasitas 31 megawatt, di mana Washington mengumumkan komitmen pendanaan senilai $126 juta untuk PT Medco Cahaya Geothermal pada pertengahan 2024.
“Kita tetap go untuk penurunan emisi, karena semua target juga sudah ada di RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, red.), di mana EBT-nya juga tetap ada porsi, walaupun pendanaan dari Amerika nggak ada,” tambahnya.
Selain Amerika dan Jepang, negara-negara yang termasuk ke dalam Kelompok Mitra Internasional (IPG) dalam JETP Indonesia yaitu Kanada, Denmark, Uni Eropa, Republik Federal Jerman, Republik Perancis, Norwegia, Republik Italia, Inggris Raya dan Irlandia Utara.
Kini, posisi yang ditinggalkan AS diisi oleh Jerman, untuk bersama Jepang memimpin kemitraan tersebut.
Saat dihubungi VOA pada 13 Februari lalu, Wakil Kepala Misi Kedutaan Besar Republik Federal Jerman untuk Indonesia Thomas Graf mengatakan bahwa negaranya telah mengambil alih jabatan pemimpin bersama sejak awal tahun ini.
“Jerman memiliki salah satu portfolio proyek terbesar yang didedikasikan untuk transisi energi di Indonesia dan memutuskan untuk memperdalam keterlibatannya sebagai salah satu pemimpin dalam memajukan implementasi kemitraan,” ungkapnya saat membacakan sikap resmi Jerman, menyusul perkembangan terkini," kata Graf.
Jerman telah mengumumkan komitmen pendanaan dalam bentuk hibah maupun bantuan teknis senilai total 94,58 juta Euro, menurut catatan Sekretariat JETP Indonesia pada Juni 2024.
Graf mengatakan, delegasi tingkat tinggi dari kementerian kerja sama ekonomi dan pembangunan Jerman akan mengunjungi Jakarta untuk menemui Kelompok Mitra Internasional dan seluruh komunitas JETP, termasuk para pemangku kepentingan politik.
Pakar transisi energi Putra Adhiguna mengatakan, sebenarnya inisiatif internasional seperti JETP Indonesia memiliki keterbatasan, selama cara pandang pemerintah terhadap isu transisi energi tidak diubah.
“Karena pada dasarnya, orang Indonesia dan politisi kita harus diyakinkan bahwa transisi energi adalah perkara competitiveness (daya saing, red.), bukan perkara climate (iklim, red.). Dan ini bagian yang, kayaknya, di Indonesia masih belum nyampe, kita masih melihat – jadi kayak misalnya gini, kita masih berkonflik apakah misalnya kita bisa membangun kawasan industri hijau. Kita tidak sadar bahwa kalau ada perusahaan, misalnya Samsung, Hyundai, dan sebagainya, mau bangun pabrik, mereka minta green energy dan mereka nggak bisa dapat, mereka (akan) pindah ke Malaysia,” jelasnya.
Lebih dari itu, Putra berpendapat, yang menjadi masalah utama dalam transisi energi Indonesia bukanlah pendanaan. Ia berargumen, selama pemerintah memiliki target jangka pendek yang jelas dan meyakinkan, pendanaan dalam bentuk investasi asing akan lebih mudah mengalir ke Indonesia.
“Kita nggak perlu target 2050, yang kita perlu adalah target 2026 dan 2027, karena kalau nggak begitu, kita punya 1.000 proyek, tapi nggak ada yang jalan. Lebih baik nyatakan, ‘ini 30 proyek, kami jamin akan jalan dalam 1-2 tahun ke depan.’ Saya rasa itu pernyataan yang ditunggu oleh investor,” kata Putra.
Menurut Sekretariat JETP Indonesia, hingga Juni 2024, terdapat kurang lebih $281,6 juta yang sudah teridentifikasi sebagai hibah atau bantuan teknis yang didistribusikan ke dalam 40 program yang dikelola oleh sedikitnya lima institusi keuangan, serta diimplementasikan delapan badan pelaksana. Sebagian besarnya telah dialokasikan dan bahkan telah berlangsung.
Pada peluncurannya, Kelompok Mitra Internasional, yang saat itu masih dipimpin AS dan Jepang, berkomitmen mengucurkan $20 miliar dalam bentuk hibah dan pinjaman lunak untuk program-program transisi energi Indonesia. [rd/ab]
Virginia Gunawan berkontribusi dalam laporan ini.
- Associated Press
Para Pejabat AS Peringatkan akan Datangnya Badai Musim Dingin yang Berbahaya

Badai musim dingin terbaru dalam pola berulang sedang membidik langsung ke arah Pantai Timur Amerika Serikat di mana salju lebat dan es diperkirakan turun di beberapa negara bagian.
Badai yang menurunkan salju di Midwest, wilayah Barat Tengah AS, dipastikan akan menciptakan kesulitan ke beberapa tempat yang masih mulai membersihkan diri dari banjir pada akhir pekan lalu yang menelan korban jiwa.
Badan Cuaca Nasional AS mengatakan salju setinggi 25 sentimeter mungkin akan turun di sepanjang Pantai Atlantik di Virginia, dan akumulasi es yang signifikan diperkirakan terjadi di North Carolina bagian timur.
Gubernur North Carolina Josh Stein mengumumkan keadaan darurat pada Selasa (18/2) untuk mengantisipasi turunnya hujan es dan salju pada hari Rabu (19/2).
“Selama 24 jam ke depan, pikirkan tentang siapa dalam hidup Anda yang mungkin paling rentan terhadap cuaca ini, apakah itu anggota keluarga, teman, atau tetangga. Harap periksa mereka, pastikan mereka juga siap. Saling menjaga, itulah sifat warga North Carolina,” kata Stein.
Virginia tetap berada di bawah deklarasi serupa yang dikeluarkan Gubernur Glenn Youngkin untuk menghadapi badai lain pada 10 Februari lalu, yang memungkinkan Garda Nasional dan sejumlah lembaga di negara bagian untuk membantu pemerintah daerah.
Stein dan Youngkin meminta warga agar tidak berkendara di jalan raya.
Badai akhir pekan yang menghantam wilayah timur AS menewaskan sedikitnya 17 orang, termasuk 14 orang di Kentucky, yang diguyur oleh salju setinggi 15 sentimeter atau lebih. [lt/ab]
- Associated Press
Salju dan Hujan Es Selimuti Sebagian Pantai Timur Amerika Serikat

Salju, hujan es dan hujan beku diperkirakan akan terus menyelimuti Appalachian tengah dan beberapa negara bagian di kawasan mid-Atlantik, Rabu (12/2). Sementara itu, California bersiap menghadapi badai yang dapat membanjiri daerah yang baru-baru ini dilanda kebakaran hutan dahsyat.
Menurut Layanan Cuaca Nasional, hujan salju yang sangat lebat – dengan curah hingga hampir 25 sentimeter – diperkirakan terjadi di beberapa daerah di negara bagian Virginia dan West Virginia. Akumulasi es bisa mencapai lebih dari 8,4 milimeter di Stanleytown, Virginia, dan 6,3 milimeter di Glendale Springs, North Carolina.
Di California, sungai atmosferik – sebutan bagi jalur yang membawa uap air dari daerah tropis ke daerah yang lebih utara – diperkirakan akan bergerak pada Rabu malam, kemungkinan besar akan membanjiri daerah perkotaan di California tengah dan Selatan.
Badai salju yang melanda negara bagian di kawasan mid-Atlantik pada hari Selasa (11/2) menyebabkan kecelakaan di jalan yang tertutup es dan memicu penutupan sekolah. Menurut PowerOutage.us, pada Selasa malam, hampir 12.000 orang di Virginia mengalami pemadaman listrik.
Departemen Transportasi Virginia memasang pesan di media sosial Selasa malam, menyerukan warga untuk “tetaplah di rumah, jangan jalan-jalan malam ini.” Pesan ini disertai meme Dorothy, salah satu tokoh kunci di “The Wizard of Oz,” yang mengatakan “tidak ada tempat yang lebih nyaman selain di rumah.”
Di sebagian Baltimore dan Washington, salju setebal 2,5 sentimeter turun setiap jamnya. Semua sekolah negeri di Washington ditutup pada hari Rabu (12/2) karena cuaca buruk.
Garda Nasional Bantu Tanggapi Potensi Pemadaman Listrik Saat Badai
Appalachian Power, yang melayani 1 juta pelanggan di West Virginia, Virginia dan Tennessee, mengatakan pada hari Selasa bahwa pihaknya memiliki 5.400 pekerja yang berdedikasi untuk memulihkan listrik.
Sekitar 65 tentara Garda Nasional Virginia juga telah berada di fasilitas di sepanjang koridor Interstate 95 dan Route 29 negara bagian itu, dan di barat daya Virginia, untuk mendukung respons badai. Dua puluh tentara lainnya dan anggota Angkatan Pertahanan Virginia berperan sebagai pendukung.
Peringatan badai musim dingin meluas dari barat laut North Carolina hingga selatan New Jersey, dan campuran salju dan es diperkirakan akan menjadi hujan pada Rabu sore karena meningkatnya suhu.
Sementara itu, sistem badai terpisah diperkirakan akan menimbulkan salju tebal di wilayah yang membentang dari Kansas hingga Great Lakes mulai Selasa malam. Badan Legislatif Kansas membatalkan pertemuan hari Rabu karena cuaca buruk, dan Gubernur Laura Kelly menutup kantor negara bagian di ibu kota, Topeka.
Rentan Kecelakaan Lalu Lintas
Di Virginia, di mana Gubernur Glenn Youngkin mengumumkan keadaan darurat dan sekolah-sekolah serta kantor-kantor pemerintah ditutup pada hari Selasa, polisi negara bagian melaporkan 700 kecelakaan dan puluhan orang terluka pada hari Selasa.
Juru bicara Kepolisian Negara Bagian Virginia Matt Demlein mengatakan mereka tidak bisa mengatakan secara pasti bahwa semua kejadian tersebut berhubungan dengan cuaca.
Di West Virginia bagian selatan, beberapa kecelakaan menutup sementara beberapa jalan raya utama pada hari Selasa. Petugas operator Kelly Pickles mengatakan Smith’s Towing and Truck Repair menanggapi setidaknya 15 panggilan, sebagian besar dari pengemudi traktor-trailer yang terjebak di Interstate 64 di Greenbrier County dekat perbatasan Virginia.
“Pada dasarnya, mereka hanya tersedot ke median atau keluar dari jalan antar negara bagian sedikit ke sisi kanan,” katanya. “Dan mereka tidak mempunyai tenaga yang cukup pada kendaraan mereka untuk kembali ke jalan raya, karena diselimuti es.” [em/uh]
Hampir Semua Negara Telat Penuhi Tenggat Target Iklim PBB

Hampir semua negara gagal memenuhi tenggat waktu yang ditetapkan PBB untuk menyerahkan target baru pengurangan emisi karbon paling lambat 10 Februari. Negara-negara dengan perekonomian utama termasuk di antara yang tidak memenuhi target itu.
Dari hampir 200 negara yang diwajibkan oleh Perjanjian Paris untuk menyerahkan rencana mereka, hanya 10 yang melakukannya tepat waktu, menurut data PBB yang memantau pengajuan tersebut.
Sesuai perjanjian iklim, setiap negara diharapkan menetapkan target yang lebih ambisius untuk mengurangi emisi gas rumah kaca paling lambat 2035, lengkap dengan rencana detail untuk mencapainya.
Emisi global terus meningkat, padahal harus dikurangi hampir setengahnya sebelum akhir dekade ini agar pemanasan tetap pada level yang lebih aman sesuai kesepakatan dalam Perjanjian Paris.
Kepala Iklim PBB, Simon Stiell, menyebut target iklim terbaru dari negara-negara tersebut sebagai "dokumen kebijakan terpenting abad ini."
Namun, hanya sedikit negara pencemar utama yang menyerahkan target yang ditingkatkan tepat waktu. China, India, dan Uni Eropa termasuk di antara nama-nama besar yang absen dalam daftar yang panjang.
Tidak ada penalti bagi negara yang terlambat menyerahkan target (Nationally Determined Contributions/NDC).
NDC tidak bersifat mengikat secara hukum, tetapi berfungsi sebagai tolok ukur akuntabilitas untuk memastikan negara-negara menangani perubahan iklim dengan serius dan berkontribusi sesuai porsi mereka untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris. [ah/es]
Menteri Kehutanan Bantah akan Tebang Puluhan Juta Hektare Lahan Hutan

Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni membantah pemberitaan yang menyebutkan pihaknya akan menebang puluhan juta hektare lahan hutan untuk membangun kawasan cadangan pangan, air dan energi. Ia mengatakan, pemerintah justru berencana menanam kembali lahan hutan kritis.
“Waktu saya ngomong ada yang misquote. Saya mengatakan ada potensi 26,7 juta hektare hutan yang sudah terdegradasi, yang sudah gundul, yang bekas kebakaran, kita akan maksimalkan fungsinya dengan agroforestry atau tumpang sari, untuk swasembada pangan. Jadi namanya hutan cadangan pangan, energi dan air,” ungkap Menhut Raja Juli Antoni di Istana Kepresidenan, Jakarta, baru-baru ini, berusaha meluruskan pemberitaan yang keliru.
Raja Juli mengatakan, kementeriannya akan bekerja sama dengan beberapa kementerian/lembaga, termasuk Kementerian Pertanian, untuk menanam berbagai macam tanaman pangan di lahan-lahan hutan yang telah kritis atau rusak tersebut. Sebagai contoh, katanya, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pertanian akan menanam padi gogo di wilayah kritis sebuah hutan di Indramayu seluas 100 hektare.
“Jadi kita tanam padi gogo di lahan kering dan di saat yang bersamaan kita tanam pepohonan baik itu pohon keras, maupun hasil hutan bukan kayu (HHBK), yang artinya hutan akan kita lestarikan dengan menanam kembali atau mereboisasi tapi di saat yang bersamaan kita akan tanam sesuatu yang produktif yang membantu perwujudan swasembada pangan yang menjadi perintah Pak Presiden,” tegasnya.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Iqbal Damanik meyakini apa yang dilakukan pemerintah akan mengalami kegagalan. Pasalnya, kata Iqbal, reboisasi dengan cara agroforestry ini dilakukan dalam skala besar atau skala industri.
Iqbal mengatakan, cara tersebut tidak ubahnya seperti menggelar program food estate yang selalu mengalami kegagalan dari masa pemerintahan presiden Soeharto sampai saat ini. Ia juga meragukan klaim pemerintah yang mengatakan tidak akan menebang hutan baru. Ia mengatakan. menanam tanaman pangan di kawasan hutan dengan skala besar pasti membutuhkan lahan bukaan baru.
“Dia harus membuka lahan itu sudah pasti. Sedangkan yang mau dilakukan sama Pak Menhut janjinya tidak buka lahan. Menanam pohon di dalam hutan alam itu misalnya menanam tumbuhan pangan seperti jagung atau padi di dalam hutan, itu tidak akan berhasil karena dia butuh matahari, itu teori apapun akan menyebutkan tidak akan berhasil. Maka kemudian itulah mengapa banyak perusahaan membutuhkan membuka lahan, melakukan deforestasi untuk menanam sawit, jagung , tebu dan lain-lain,” ungkap Iqbal.
Iqbal menyarankan, pengelolaan dan pemanfaatan hutan untuk cadangan pangan dan energi ini diserahkan kepada masyarakat adat karena mereka berpengalaman melakukan hal tersebut secara turun menurun dan umumnya dalam skala kecil.
“Kalau niat baik, harusnya dikelola sama masyarakat dan itu memungkinkan untuk berhasil. Ketimbang jauh-jauh soal melakukan industrialisasi. Jadi yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah ketimbang menambah polemik, lebih baik memberikan pengakuan hutan adat kepada masyarakat adat lalu mereka yang kemudian melakukan pengelolaan, melakukan agroforestry-nya, menjadikan dia cadangan pangan, air dan energi. Itu sebenarnya sesuatu yang lebih masuk akal,” jelasnya.
Dia menambahkan, sebenarnya masyarakat adat melalui Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) telah mencoba melakukan advokasi agar ada pengakuan terhadap masyarakat adat. Namun, sayangnya karena RUU Masyarakat Adat tidak kunjung disahkan selama 20 tahun, masyarakat adat selalu tergusur dari hutan yang selama ini mereka jaga dan menjadi sumber pangan mereka.
“Hak atas hutannya tidak diakui sama pemerintah , mereka tidak direkognisi sebagai masyarakat adat, lalu kemudian masyarakat adat juga sering berkonflik dengan perusahaan yang ada di wilayah hutan mereka, dan bahkan saling gugat dengan perusahaan kelapa sawit. Hutannya hilang, mereka kehilangan pangan. Jadi ini bertolak belakang, di satu sisi ada program pemerintah yang memang ingin mencapai kedaulatan pangan, tapi disisi lain pemerintah masih memungkinkan terjadinya deforestasi yang menghilangkan sumber pangan masyarakat adat lokal,” tuturnya. [gi/ab]
Forum