Pertarungan panjang untuk nominasi calon presiden Partai Republik telah usai, menetapkan Donald Trump sebagai pemimpin baru.
Reaksi para pendukung Partai Republik di seluruh negeri bercampur antara tidak percaya, marah dan menerima dengan menggerutu pada hari Rabu (4/5). Hal ini memperlihatkan sebuah partai yang mungkin memiliki pemimpin baru tapi masa depan mereka tidak jelas sampai setelah pemilihan umum November ini.
Tanda-tanda pertama partai ini tidak akan langsung bersatu di belakang Trump sebagai kandidat muncul Selasa malam, ketika Senator Texas, Ted Cruz, mundur dari kompetisi menyusul kekalahan telak dari Trump dalam pemilihan pendahuluan di Indiana.
Sejumlah blogger konervatif dan pengurus partai, termasuk asisten John McCain, Mark Salter, banyak di antaranya termasuk bagian dari gerakan gagal Never Trump (Tidak akan Pernah Dukung Trump), beralih ke media sosial untuk secara terbuka mengatakan mereka tidak akan mendukung Trump. Beberapa bahkan mengambil langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan berjanji memilih kandidat calon presiden dari Partai Demokrat Hillary Clinton dengan menggunakan tagar #ImWithHer.
Clinton, tokoh yang memecah belah dan menjadi sasaran kecaman pihak konservatif selama 20 tahun terakhir, adalah tokoh yang mustahil menarik dukungan Republik.
“Hal ini meletakkan pada perspektif betapa putus asa dan marah serta jijiknya banyak elemen Partai Republik dengan Trump," ujar John Hudak, peneliti senior dari Brookings Institution.
“Kita ingin membawa persatuan untuk Partai Republik. Kita harus bersatu. Akan jauh lebih mudah jika kita bersatu," ujar Trump dalam pidato kemenangannya Selasa (3/5).
Pilihan antara Trump dan Clinton dapat menjauhkan banyak pemilih lama konservatif dan juga pemilih independen, menurut Hudak.
"Apa yang terjadi ketika para pendukung Republik di negara-negara bagian mulai memilih Demokrat? Mungkin Clinton tidak akan menang di negara-negara bagian tersebut namun para anggota Repubilik akan harus menghabiskan lebih banyak uang di sana dan itu cara cepat menang pemilu," ujarnya.
Pilihan untuk kaum Republik yang mapan dan senior mungkin memilih Trump untuk mempersatukan partai tapi tidak mendukung ide-ide Trump dan visinya secara terbuka. [hd/dw]