Presiden Amerika Serikat Donald Trump berjanji akan melancarkan tindakan keras baru pada hari Senin (10/3) terhadap para pengunjuk rasa pro-Palestina di sejumlah kampus Amerika, dengan mengatakan penahanan Mahmoud Khalil, seorang pemimpin demonstrasi di Columbia University di New York, adalah "penangkapan pertama dari banyak penangkapan yang akan datang."
"Kami tahu ada lebih banyak mahasiswa di Columbia dan universitas-universitas lain di berbagai penjuru negara ini yang telah terlibat dalam aktivitas proteroris, anti-Semit, anti-Amerika, dan pemerintahan Trump tidak akan menoleransinya," kata pemimpin AS tersebut di platform Truth Social miliknya.
Khalil ditangkap oleh pejabat imigrasi AS selama akhir pekan lalu. Ia adalah salah satu tokoh paling menonjol selama gerakan protes yang meletus di Columbia dan beberapa kampus lain setahun yang lalu dalam penentangan terhadap perang Israel di Gaza melawan Hamas, kelompok yang ditetapkan AS sebagai organisasi teroris.
Namun, sebagian besar protes mereda dan tidak berlanjut saat tahun ajaran baru dimulai musim gugur lalu.
Departemen Keamanan Dalam Negeri AS mengatakan penangkapan Khalil dilakukan "untuk mendukung instruksi Presiden Trump yang melarang antisemitisme, dan dalam koordinasi dengan Departemen Luar Negeri."
Khalil, yang tercantum sebagai warga Suriah dalam dokumen penahanannya, memperoleh gelar master dari fakultas hubungan internasional Columbia University semester lalu. Ia memegang kartu hijau AS pada saat penangkapannya, menurut serikat Pekerja Mahasiswa Columbia. Ia menikah dengan warga negara Amerika yang kini sedang hamil delapan bulan.
Ia belum didakwa dengan tindak pidana apa pun.
Trump menulis dalam unggahan media sosial, “Jika Anda mendukung terorisme, termasuk pembantaian pria, perempuan, dan anak-anak yang tidak bersalah, kehadiran Anda bertentangan dengan kepentingan kebijakan nasional dan luar negeri kami, dan Anda tidak diterima di sini. Kami berharap setiap perguruan tinggi dan universitas Amerika mematuhinya.”
Protes pro-Palestina setahun yang lalu mengganggu kelas-kelas di beberapa kampus AS menyusul serangan teror Hamas pada 7 Oktober 2023 di Israel selatan yang menewaskan 1.200 orang dan menyebabkan penangkapan sekitar 250 sandera, di mana lebih dari dua puluh sandera masih ditahan di Gaza oleh kelompok Hamas atau afiliasinya.
Serangan balasan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 48.000 warga Palestina, sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, menurut pejabat kesehatan Gaza. Militer Israel mengatakan jumlah korban tewas termasuk 17.000 teroris Hamas.
Demonstrasi kampus memicu tuduhan antisemitisme. Protes tersebut, dengan beberapa di antaranya berubah menjadi kekerasan dengan para demonstran menduduki gedung-gedung kampus dan mengganggu kelas-kelas, memicu bentrokan antara mahasiswa yang memprotes tindakan Israel dengan para aktivis pro-Israel, yang banyak di antaranya adalah orang Yahudi. [ab/ka]
Forum