Tautan-tautan Akses

Tragedi Susur Sungai: 3 Tersangka dan 2 Pahlawan


Sebuah foto terpampang di dinding kelas 8A SMPN 1 Turi, salah satu siswi kelas ini, Nur Azizah turut menjadi korban meninggal. (Foto: Nurhadi)
Sebuah foto terpampang di dinding kelas 8A SMPN 1 Turi, salah satu siswi kelas ini, Nur Azizah turut menjadi korban meninggal. (Foto: Nurhadi)

Polisi menetapkan tiga tersangka dalam insiden susur sungai SMP N 1 Turi, Sleman, Yogyakarta yang menyebabkan 10 siswi meninggal dan puluhan luka. Ketiganya berinisial IYA, DDS dan R, yang merupakan pembina Pramuka di sekolah tersebut.

Sebelumnya, pada Minggu (23/2) polisi baru menetapkan IYA yang merupakan inisiator kegiatan susur sungai sebagai tersangka. Setelah pendalaman kasus dan pemeriksaan saksi tambahan, dua pembina yang lain akhirnya menerima status yang sama. Wakil Kepala Kepolisian Resor (Wakapolres) Sleman, Kompol M Kasim Akbar Bantilan menyampaikan hal itu dalam pengungkapan perkara di Polres Sleman, Selasa (25/2).

Tragedi Susur Sungai: 3 Tersangka dan 2 Pahlawan
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:29 0:00

Setelah diperiksa, IYA, DDR dan R ternyata tidak mengawal langsung jalannya kegiatan.

“Jumlah siswa-siswi yang ikut kegiatan Pramuka tersebut 249 siswa. Di mana hanya diampu oleh tujuh pembina dan yang ikut pada saat itu hanya empat. Kita tahu dalam hal membimbing anak, itu ditentukan semuanya oleh Pembina Pramuka ini,” kata Kasim Akbar.

Wakapolres Sleman, Kompol M Kasim Akbar Bantilan memberikan keterangan kepada media, Selasa, 25 Februari 2020. (Foto:VOA/ Nurhadi)
Wakapolres Sleman, Kompol M Kasim Akbar Bantilan memberikan keterangan kepada media, Selasa, 25 Februari 2020. (Foto:VOA/ Nurhadi)

Seperti diberitakan sebelumnya, pada Jumat (21/2), 249 siswa SMP N 1 Turi mengikuti kegiatan susur Sungai Sempor. Pada pukul 15.30 banjir melanda sungai itu dan mengakibatkan ratusan siswa hanyut. Sebanyak 239 siswa bisa diselamatkan, sementara 10 meninggal.

Menurut polisi, ketiga orang tersangka memiliki peran peran penting dalam kegiatan susur sungai. IYA adalah pembina yang mengagendakan kegiatan itu, tetapi setelah anak-anak turun sungai dia malah pergi ke Anjungan Tunai Mandiri (ATM) untuk keperluan transfer uang. R adalah kepala pembina tetapi memilih berada di sekolah. Sedangkan DDS adalah pembina yang hanya menunggu di titik akhir. Hanya empat pembina yang benar-benar ikut masuk ke sungai mengawal para siswa. Empat pembina ini, menurut polisi, juga turut terseret arus sungai sehingga tidak mampu menolong para siswa.

“Sehingga menurut penilaian kami dari proses penyidikan ini, kita menjerat dengan persangkaan dua pasal. Pasal 359 dan 360 KUHP, karena kelalaiannya mengakibatkan orang meninggal dunia dan karena kelalaian dan kealpaannya menyebabkan luka berat. Ancamannya lima tahun penjara dan denda,” tambah Kasim Akbar.

Pembina Yakin Cuaca Baik

Sejauh ini, polisi telah memeriksa 22 saksi, mulai dari para pembina, pengurus Kwartir Cabang Pramuka Sleman, pimpinan wilayah setempat, warga masyarakat dan orang tua korban meninggal dan luka. Polisi juga memastikan pemeriksaan akan terus bergulir. Selain soal pengawasan yang lemah, polisi juga menemukan fakta bahwa pembina tidak mempertimbangkan faktor cuaca dalam penyelenggaraan kegiatan.

Kodir (kanan) memegang tangga yang dia pakai untuk menyelamatkan puluhan siswa SMP N 1 Turi. (Foto: istimewa-internet)
Kodir (kanan) memegang tangga yang dia pakai untuk menyelamatkan puluhan siswa SMP N 1 Turi. (Foto: istimewa-internet)

Kegiatan ini juga dilaksanakan tanpa persiapan yang cukup. IYA pertama kali mengumumkannya di grup aplikasi percakapan pada Kamis malam. Karena itu, tidak ada alat keselamatan satupun yang dibawa, seperti pelampung atau tali untuk mengantisipasi kondisi buruk.

Kepala pembina Pramuka SMP N 1 Turi, berinisial R mengatakan bahwa dirinya tidak banyak bereaksi ketika siswa mulai datang dan kemudian dibariskan oleh IYA. R mengaku tidak menyukai kegiatan susur sungai dan sejenisnya, dan karena itu memilih tetap berada di sekolah.

“Akhirnya saya waktu itu menggantikan piket. Di samping itu, setiap nanti anak-anak habis susur sungai kan harus ada pencatatan. Nah, saya waktu itu menunggui di sekolah. Di samping, saya juga menunggui barang-barang anak-anak,” kata R.

Dikatakan R, dia sekilas sempat mengamati kondisi cuaca yang menurutnya hanya mendung tipis. Hanya di langit sebelah timur yang terlihat mendung tebal.

“Saya merasa bersalah besar sekali, karena saya dituakan, dan sebenarnya saya tinggal dua tahun lagi pensiun,” tambahnya.

Sedangkan tersangka IYA memaparkan, kegiatan susur sungai tetap diadakan karena cuaca masih mendukung ketika akan dimulai. Secara rinci dia menyebut, pada pukul 13.15 dirinya menyiapkan para siswa dan memberangkatkan mereka pada 13.30. IYA juga mengaku sudah mengecek kondisi sungai di bagian atas yang kondisi airnya landai. Dia juga mengecek ke titik pemberangkatan, yang menurutnya,tinggi airnya tidak bermasalah.

“Kemudian, di situ juga ada teman saya yang memang sudah biasa mengurusi susur sungai di Sempor itu, sehingga saya yakin saja tidak akan terjadi apa-apa,” tambah IYA.

IYA menyebut, susur sungai sebagai latihan karakter agar siswa memahami lingkungan itu. Anak-anak saat ini juga jarang bermain atau menyusuri sungai, karena itu dia memandang penting membawa mereka ke sana.

Pahlawan dari Warga

Selain mengubah nasib tiga orang menjadi tersangka, insiden susur sungai juga menjadikan sejumlah orang pahlawan. Mereka adalah warga desa yang seketika datang dan menolong para siswa. Jumlah korban kemungkinan akan jauh lebih banyak, apabila orang-orang ini tidak sigap mengulurkan tangan.

Sudarwanto alias Kodir, salah satu warga penolong korban insiden Pramuka SMP N 1 Turi. (Foto: Nurhadi)
Sudarwanto alias Kodir, salah satu warga penolong korban insiden Pramuka SMP N 1 Turi. (Foto: Nurhadi)

Salah satu pahlawan itu adalah Sudarwanto yang biasa dipanggil Kodir. Dia adalah petani yang hobi memancing dan sejak kecil tinggal tak jauh dari Sungai Sempor sehingga memahami karakter sungai itu.

Peran Kodir menjadi perbincangan di media sosial karena fotonya tersebar luas. Dia adalah pria yang memegang tangga bambu, sementara sejumlah siswa bertahan di tepi tebing sungai. Kodir berenang menyelamatkan siswa satu persatu, membawanya ke tepi lalu meminta mereka menaiki tebing menggunakan tangga itu.

“Saya itu mau mancing ke sungai, tiba-tiba terdengar teriakan anak-anak yang minta tolong. Waktu itu anak-anak sudah hanyut. Saya berenang dari atas, mengikuti air sambil memegang anaknya yang hanyut, satu-satu,” papar Kodir.

Kementerian Sosial serahkan penghargaan untuk Kodir (tengah) dan Suradi (berpeci) di Sleman, Yogyakarta, Selasa, 25 Februari 2020. (Foto: Kemensos)
Kementerian Sosial serahkan penghargaan untuk Kodir (tengah) dan Suradi (berpeci) di Sleman, Yogyakarta, Selasa, 25 Februari 2020. (Foto: Kemensos)

Pahlawan lain adalah Sudiro, kakek berusir 71 tahun yang rumahnya sekitar 100 meter dari Sungai Sempor. Begitu mendengar teriakan minta tolong, dia spontan berlari membawa tangga bambu.

“Dari tepi sungai, anak-anak saya suruh merangkak lewat tangga. Ada 30-an anak. Alhamdulillah anak-anak itu selamat, setelah diangkat oleh masyarakat anak-anak sudah tenang,” ujar Sudiro.

Kementerian Sosial memberikan apresiasi berupa piagam dan uang masing-masing Rp 10 juta kepada keduanya. Penghargaan diberikan pada Selasa pagi di Sleman, Yogyakarta.

Meski jasanya diakui masyarakat, baik Kodir maupun Sudiro mengaku pertolongan kepada korban insiden susur sungai dilakukan banyak warga. Uang yang diberikan Kemensos, bahkan akan digunakan bersama-sama. [ns/ab]

Recommended

XS
SM
MD
LG