Politisi oposisi Thailand, Pita Limjaroenrat, kembali ke parlemen pada hari Kamis (25/1), sehari setelah pengadilan membebaskannya dari tuduhan melanggar undang-undang pemilu dalam sebuah kasus yang bisa membuatnya dilarang berpolitik.
Partai Bergerak Maju (MFP) yang dipimpin Pita mengubah politik Thailand dengan memenangkan kursi terbanyak dalam pemilihan umum tahun lalu. Namun, pria berusia 43 tahun itu dihalangi menjadi perdana menteri oleh kekuatan konservatif yang menentang agenda reformisnya.
Mahkamah Konstitusi pada hari Rabu memutuskan bahwa dia tidak melanggar undang-undang yang melarang anggota parlemen memiliki saham di perusahaan media, dan mengembalikan dia sebagai anggota parlemen setelah dia diskors pada bulan Juli.
Saat kembali ke parlemen, Pita mengatakan kepada wartawan bahwa “senang bisa kembali”.
Dia mempertanyakan dua kebijakan utama Perdana Menteri Srettha Thavisin: rencana untuk memberikan uang kepada seluruh warga Thailand melalui "dompet digital" dan skema ambisius untuk menghubungkan Laut Andaman dengan Teluk Thailand melalui "jembatan darat" untuk kargo.
“Untuk skema dompet digital, saya setuju mengingat perekonomian di Thailand mengalami stagnasi. Pertumbuhannya paling lambat dalam satu dekade,” ujarnya.
Namun, katanya, "Saya ingin mengajak pemerintah Thailand untuk memikirkan kembali. Skema ini tidak memerlukan pemberian uang. Yang harus dilakukan adalah menstimulasi perekonomian dari bawah ke atas."
Meskipun memenangkan sebagian besar kursi, MFP tidak dimasukkan ke koalisi pemerintahan yang dibentuk oleh partai Pheu Thai pimpinan Srettha.
Pita bersikeras bahwa dia akan mencalonkan diri lagi untuk jabatan tertinggi, namun dia akan kembali ke Mahkamah Konstitusi minggu depan untuk kasus lain yang menantang legalitas janji kampanye MFP untuk mereformasi undang-undang pencemaran nama baik kerajaan yang ketat di Thailand. [ab/uh]
Forum