Leil Leibovitz dan Matthew Miller menulis bersama kisah para siswa Tiongkok yang menimba ilmu di sekolah-sekolah Amerika pada dekade 1870-an dalam buku mereka, “Fortunate Sons.” Buku itu menyebutkan, Tiongkok mengirim 120 murid lelaki ke Amerika untuk mempelajari pembangunan yang bisa membantu memodernisir negara mereka.
Leibovitz mendapat ilham untuk menulis buku mengenai para siswa itu beberapa tahun lalu ketika ia dan isterinya berkunjung ke Tiongkok.
“Sore itu di Beijing sedang hujan, jadi kami memutuskan tinggal di kamar hotel saja dan mencari-cari saluran televisi yang bisa ditonton. Tiba-tiba, kami melihat tayangan foto menawan seorang lelaki Tionghoa yang mengenakan pakaian tradisional Tiongkok, berdiri di dekat gedung yang nampak jelas adalah Universitas Yale,” papar Leibovitz.
Leibovitz jadi tahu bahwa pemerintahan Dinasti Qing mengirim serombongan siswa lelaki untuk mempelajari cara-cara kehidupan Barat. Tujuannya untuk membantu membangun negara mereka.
“Kemudian, saya senang sekali dan terkesan ketika mengetahui para siswa lelaki itu, yang akhirnya menjadi orang-orang sukses, meninggalkan arsip berupa surat, catatan harian, dan tulisan yang merinci keseluruhan pengalaman mereka dan juga apa yang mereka alami ketika mereka kembali ke Tiongkok,” paparnya lagi.
Buku itu menyebutkan, para siswa lelaki itu mendapat pendidikan di Massachusetts, New York, New Jersey, dan Connecticut, di mana mereka menimba ilmu di sekolah-sekolah terbaik. Leibovitz mengatakan, perdana menteri pertama Republik Tiongkok mengikuti program ini, demikian juga insinyur pertama Tiongkok yang membangun jalan kereta api tanpa bantuan luar negeri. Hal yang sama juga diperoleh tokoh-tokoh pendidikan, diplomasi, dan Angkatan Laut Tiongkok.
Kedua penulis buku itu baru membuka sebagian kotak yang berisi tulisan-tulisan siswa-siswa tersebut untuk menelusuri riwayat mereka. Semua catatan, jurnal, surat, dan kartu pos ditulis dalam bahasa Inggeris. Leibovitz mengatakan beruntung mendapat begitu banyak informasi dari kejadian masa lampau.
Leibovitz menambahkan, “Betul-betul hadiah yang luar biasa. Saya kira saya harus menyambung-nyambung berbagai keeping informasi sendiri, tetapi, ternyata saya terkesan dengan kerapihan para siswa Tionghoa itu mendokumetasikan pengalaman mereka.”
Siswa-siswa itu kembali ke Tiongkok setelah sembilan tahun. Mereka tidak lancar lagi berbicara bahasa Mandarin, sehingga polisi memenjarakan mereka, Para pemuda itu dibebaskan seminggu kemudian, tetapi mereka hanya diberi pekerjaan dengan pangkat rendah.
Leibovitz mengatakan, mereka menghabiskan waktu 10 tahun untuk mencapai posisi yang lebih tinggi. Leibovitz menambahkan, kisah para siswa itu kini berlanjut dengan banyaknya mahasiswa Tiongkok yang menimba ilmu di Amerika.