Tim dari Dana Moneter Internasional (IMF) sedang berada di Sri Lanka untuk merundingkan paket penyelamatan ekonomi dengan negara yang sedang dilanda krisis itu, dan hampir tidak memiliki devisa untuk mengimpor makanan, bahan bakar, dan obat-obatan.
Pembicaraan dimulai pada hari Senin (20/6) ketika sekolah dan kantor pemerintah ditutup selama dua minggu dan beralih bekerja secara online untuk menghemat persediaan bahan bakar yang dengan cepat menyusut.
"Kami menegaskan kembali komitmen kami untuk mendukung Sri Lanka pada saat yang sulit ini, sejalan dengan kebijakan IMF," kata lembaga pemberi pinjaman itu dalam pernyataan.
Tim beranggotakan sembilan orang itu telah bertemu dengan Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe dan akan berada di negara itu selama 10 hari.
Para ekonom mengatakan pembicaraan dengan IMF sangat penting bagi negara itu karena menghadapi kebangkrutan. Wickremesinghe kepada parlemen awal bulan ini mengatakan Sri Lanka membutuhkan setidaknya $5 miliar untuk memenuhi impor penting untuk sisa tahun ini. Sebelumnya, pemerintah telah menangguhkan pembayaran utang luar negeri.
Situasi ekonomi telah diperburuk oleh krisis politik yang telah menyebabkan protes selama berbulan-bulan yang menuntut agar Presiden Gotabaya Rajapaksa mundur. Kehancuran tersebut disebabkan oleh salah urus oleh keluarga Rajapaksa yang memegang banyak posisi penting di pemerintahan, dan pandemi COVID-19 yang mengakhiri pendapatan pariwisata yang penting.
“Untuk Sri Lanka, IMF adalah satu-satunya penyelesaian; tidak ada alternatif lain,” kata Murtaza Jafferjee, ketua "Advocata Institute", sebuah lembaga think-tank yang berbasis di Kolombo.
“Jika pembicaraan berhasil, itu akan memberikan kepercayaan kepada investor lain bahwa Sri Lanka berada di jalur pemulihan ekonomi dan membuka pintu bagi kreditur seperti Bank Dunia untuk melanjutkan pinjaman,” tambahnya. [my/jm]