Pada hari Jumat (19/2), Australia dan Selandia Baru ikut bersuara mengenai kekhawatiran yang semakin besar dengan meningkatnya ketegangan di Laut Cina Selatan, sementara Beijing dan Washington menuduh satu sama lain sebagai penghasut.
Berbicara pada konferensi pers dengan mitranya dari Selandia Baru, Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull mencatat bahwa Presiden China Xi Jinping pernah mengatakan bahwa salah satu tantangan terbesar China adalah jatuh ke dalam apa yang disebut Thucydides Trap, di mana satu kekuatan yang meningkat menciptakan kecemasan di antara kekuatan-kekuatan lain, yang mengarah pada konflik.
"Jika China ingin menghindari Thucydides Trap, seperti yang digambarkan Presiden Xi, maka penyelesaian sengketa di Laut Cina Selatan harus dilakukan melalui hukum internasional, melalui semua mekanisme-mekanisme yang tersedia bagi kita," kata Turnbull.
Perdana Menteri Selandia Baru John Key dan Turnbull mengatakan bahwa penting bagi semua pihak yang memiliki klaim di Laut Cina Selatan agar menahan diri untuk tidak melakukan pembangunan dan militerisasi di pulau-pulau itu.
"Setiap ledakan kegiatan di sana akan sangat buruk bagi masalah keamanan dan ekonomi di kawasan itu. Jadi kita harus terus, saya pikir, meyakinkan pihak-pihak terkait harus menyelesaikan perselisihan mereka secara damai dan sah," kata Key.
Komentar Key dan Turnbull memicu kecaman dari China. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Hong Lei mengatakan kepada wartawan di Beijing hari Jumat "Australia dan Selandia Baru bukan negara yang terlibat dalam isu Laut Cina Selatan, dan berharap kedua negara tersebut dapat melihat sejarah secara obyektif."
China mengklaim hampir semua Laut Cina Selatan sebagai miliknya. Walaupun bukan yang pertama membangun pulau buatan atau membangun landasan terbang di perairan yang disengketakan itu, kecepatan dan ruang lingkup ekspansi Beijing telah mengkhawatirkan banyak pihak di wilayah tersebut, meskipun Beijing berulang kali menjamin tidak akan memiliterisasi perairan itu.
Menurut Pentagon, China telah mereklamasi lebih dari 1100 hektar tanah di Laut Cina Selatan sejak 2013. [as]