Pihak berwenang Kenya telah mengidentifikasi salah seorang tersangka militan bersenjata al-Shabab yang membantai 148 orang di sebuah universitas, Garissa University College, sebagai putra seorang pejabat pemerintah Kenya.
Kementerian Dalam Negeri Kenya mengatakan Abdirahim Abdullahi termasuk di antara empat penyerang yang tewas hari Kamis (2/4) dalam serangan tersebut. Juru bicara Kemendagri Mwenda Njoka mengatakan pejabat pemerintah itu sebelumnya melaporkan anaknya hilang.
Berita itu datang sementara warga Kenya mengadakan misa Paskah hari Minggu bagi para korban pembantaian dan Paus Fransiskus berdoa bagi mereka yang dibunuh orang-orang bersenjata yang menarget orang Kristen dan juga Muslim itu.
Banyak gereja di Kenya menyewa petugas keamanan bersenjata guna melindungi jemaat Paskah. Negara itu juga memulai masa berkabung tiga hari.
Kantor berita Prancis AFP melaporkan sedikitnya tujuh jam kemudian pasukan khusus baru tiba di lokasi pembantaian setelah terbang dengan pesawat dari ibukota, Nairobi, atau beberapa jam setelah para petugas keamanan lainnya berjuang melawan militan. Sejumlah wartawan yang menempuh jalur darat dengan jarak yang sama, 365 kilometer, dilaporkan tiba sebelum pasukan khusus. Beberapa surat kabar Kenya hari Minggu (5/4) dengan tegas mengecam tanggapan pemerintah.
Namun, kepala keamanan nasional Kenya membela tanggapan yang dilakukan oleh pasukan khusus terhadap serangan itu.
Hari Sabtu (4/4), Presiden Kenya Uhuru Kenyatta menghimbau persatuan setelah pembantaian oleh al-Shabab, yang sebagian besar menarget warga beragama Kristen.
Sementara kepada VOA hari Minggu (5/4), Presiden Somalia Hassan Sheikh Mohamud mengatakan al-Shabab yang berpusat di Somalia adalah musuh kawasan yang perlu dihadapi. Menurutnya, tujuan al-Shabab menarget umumnya orang Kristen di Kenya adalah memisahkan Muslim dan Kristen, tetapi ia menyatakan tujuan itu gagal, karena warga Kenya memahami taktik militan itu.
Ditambahkannya, al-Shabab "tidak punya martabat" dan hanya bisa menyerang "target-target yang rentan." Kepada VOA, ia mengatakan, tidak disebutkan dalam Islam untuk "membunuh non-Muslim."