Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat pada Senin (20/2) menyetujui pernyataan yang sangat menentang pembangunan berkelanjutan dan perluasan permukiman Israel.
Kesepakatan dewan itu menyusul negosiasi berisiko tinggi yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Joe Biden yang berhasil menggagalkan resolusi yang mengikat secara hukum, yang akan mengutuk dan menuntut penghentian aktivitas permukiman Israel.
Rancangan resolusi yang didukung Palestina itu menjadi subyek pembicaraan segera antara pejabat-pejabat senior pemerintahan Biden dan para pemimpin Palestina, Israel dan Uni Emirat Arab.
Menurut beberapa diplomat yang mengetahui situasi perundingan itu, diskusi memuncak pada Minggu (19/2) untuk menetapkan resolusi yang mendukung pernyataan yang lebih lemah dan tidak mengikat secara hukum. Kesepakatan itu mencegah potensi krisis diplomatik, di mana hampir dapat dipastikan Amerika Serikat akan memvetonya dan memicu kemarahan para pendukung Palestina di saat AS dan sekutu-sekutu Barat berupaya mendapatkan dukungan untuk melawan Rusia yang sedang berperang dengan Ukraina.
Untuk menghindari dilakukan pemungutan suara pada rancangan resolusi itu, para diplomat mengatakan Amerika Serikat berhasil meyakinkan Israel dan Palestina untuk menyetujui secara prinsip pembekuan selama enam bulan tindakan sepihak yang mungkin diambil.
Menurut para diplomat, bagi Israel ini berarti komitmen untuk tidak memperluas permukiman hingga setidaknya sampai Agustus mendatang.
Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, pada Senin, mengatakan Israel tidak akan menyetujui permukiman baru di Tepi Barat, di luar sembilan pos terdepan yang persetujuannya berlaku surut pada awal bulan ini.
Di pihak Palestina, para diplomat mengatakan kesepakatan tersebut berarti komitmen untuk tidak melakukan tindakan terhadap Israel di PBB dan badan-badan internasional lain – termasuk Mahkamah Kriminal Internasional dan Dewan HAM PBB. [em/ka]
Forum