Isu dugaan adanya kecurangan dalam proses verifikasi faktual partai politik yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencuat. Terkait dugaan tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih, yang terdiri dari sejumlah lembaga di antaranya Indonesia Corruption Watch (ICW), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, membuka pos pengaduan terkait kecurangan ini sejak pekan lalu
Berdasarkan aduan dan informasi yang diterima oleh koalisi itu, menurut peneliti ICW Kurnia Ramadhana, setidaknya ada 12 kabupaten/kota dan tujuh provinsi yang diduga mengikuti instruksi dari KPU RI dan berbuat curang saat berlangsungnya proses verifikasi faktual parpol peserta pemilu. Kurnia menambahkan sangkaan kecurangan itu bermula pada 5 November 2022.
Menurut dia, setelah merampungkan proses verifikasi faktual partai politik, KPU tingkat kabupaten/kota menyerahkan hasil verifikasi faktual ke KPU tingkat provinsi. Besoknya, semua KPU provinsi melakukan rekapitulasi hasil verifikasi faktual 18 partai tersebut untuk seluruh kabupaten/kota melalui aplikasi yang dibuat oleh KPU, bernama Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).
Kemudian pada 7 November 2022, seluruh KPU provinsi seharusnya menyampaikan hasil verifikasi faktual partai politik kepada KPU Pusat.
"Praktik indikasi kecurangan pertama dilakukan oleh anggota KPU RI dengan cara mendesak KPU provinsi melalui telepon video untuk mengubah status verifikasi partai politik, dari awalnya tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi syarat. Namun rencana itu terkendala karena beberapa anggota KPU daerah, baik provinsi, kabupaten maupun kota, tidak sepakat untuk melakukan instruksi buruk tersebut," ujar Kurnia.
Akibatnya, menurut Kurnia, strateginya berubah. Kali ini melalui Sekretaris Jenderal KPU RI, yang disinyalir memerintahkan sekretaris KPU Provinsi untuk melakukan hal serupa. Caranya, operator Sipol di KPU kabupaten/kota mendatangi kantor KPU Provinsi dan meminta mengubah status verifikasi faktual partai politik.
Kabarnya, Sekretaris Jenderal KPU RI melakukan telepon video dengan sekretaris KPU Provinsi untuk menginstruksikan secara langsung dengan disertai ancaman mutasi bagi pegawai operator aplikasi Sipol yang menolak.
Selain itu, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih menemukan dugaan iming-iming dari petinggi KPU Pusat kepada struktural KPU daerah, berupa kepastian keterpilihan pada proses pemilihan calon anggota KPU provinsi, kabupaten, dan kota tahun depan. Pada 2023, akan ada 24 provinsi yang akan menggelar pemilihan anggota KPU tingkat provinsi (136 orang) dan di 317 kabupaten/kota (1.585 orang).
Kurnia menegaskan praktik-praktik intimidasi, intervensi, dan kecurangan tersebut menodai asas utama independensi KPU. Oleh sebab itu, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih menyampaikan sejumlah tuntutan.
"Mengaudit besar-besaran Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) dan menyampaikan (hasilnya) secara terbuka, transparan kepada masyarakat. Itu yang kami tunggu sebenarnya karena berbagai kesaksian baik yang muncul di media cetak atau yang kami himpun, ada indikasi perubahan data di dalam Sipol tersebut," tutur Kurnia.
Di samping itu, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih meminta Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat agar memanggil KPU untuk memberi klarifikasi atas temuan-temuan mengenai dugaan kecurangan dalam proses verifikasi faktual partai politik. Jika ditemukan ada pelanggaran, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih mendesak Komisi II DPR untuk merekomendasikan pemberhentian anggota KPU yang diduga berbuat kecurangan.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) sekaligus dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonesia Titi Anggraini menjelaskan prinsip keadilan harus dilaksanakan dalam semua tahapan Pemilihan Umum 2024 untuk melindungi hak warga negara untuk memilih dan dipilih. Karena itu, beragam upaya untuk memanipulasi terhadap siapa yang akan berkontestasi melanggar asas dan prinsip keadilan dalam pemilihan umum.
"Dalam pemilu, sangat esensial bahwa manipulasi dan rekayasa data adalah pelanggaran berat terhadap asas pemilu dan praktek pemilu konstitusional, mengkhianati amanat konstitusi, serta menodai hak warga (negara) untuk mendapatkan pemilu yang berkala, jujur, dan adil dalam satu paket," kata Titi.
Titi menekankan kelompok masyaraat sipil berkepentingan untuk memastikan pemilihan umum berlangsung berkala, jujur, dan adil dalam satu paket. Dia berharap munculnya para saksi mengenai dugaan kecurangan dalam proses verifikasi faktual tersebut jangan sampai menjadikan mereka sebagai korban.
Dia juga mendesak KPU segera untuk membuka semua data dan fata verifikasi partai secara terang benderang karena ada dugaan manipulasi data dalam proses verifikasi. Karena dugaan kecurangan melibatkan struktural KPU Pusat dan Daerah, katanya, harus ada pemeriksaan eksternal yang independen dan serius untuk menghindari benturan kepentingan dan bias dalam penyelesaian.
Titi meminta semua pihak melindungi semua saksi yang berani membongkar dugaan kecurangan dalam proses verifikasi partai politik kepada publik. Kemudian, menurutnya, masyarakat juga harus mengawasi dan menutut penyelesaian kasus tersebut secara transparan, akuntabel, dan berkeadilan.
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih menuntut kepada Presiden Joko Widodo agar dapat menjamin seluruh tahapan dalam Pemilihan Umum 2024 tidak dicemari oleh praktek intimidasi, intervensi, kecurangan, koruptif, dan manipulatif.
Menurut M. Nur Ramadhan dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), masyarakat sipil hadir untuk memastikan Pemilihan Umum 2024 tetap bersih dan diselenggarakan secara profesional, dan berintegritas.
"(Dugaan kecurangan dalam proses verifikasi faktual) ini menjadi catatan penting dalam penyelenggaraan pemilu di 2024. Ini masih tahapan awal yang kemudian kita patut jaga. Karena kalau kita biarkan, mungkin saja potensi terjadinya kecurangan dan manipulatif terjadi di tahapan-tahapan berikutnya," kata Nur.
Pihak Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) enggan menanggapi tuduhan kecurangan verifikasi faktual yang disebut dilakukan oleh KPU. Meski demikian, Komisioner DKPP Ratna Dewi Pettalolo memastikan bahwa aduan atau laporan apapun yang masuk ke lembaganya akan diproses sesuai ketentuan yang berlaku. Hingga saat ini pihaknya, tambah Dewi, belum menerima pengaduan terkait verifikasi parpol
Komisioner KPU yang dihubungi VOA juga belum ada yang merespons terkait persoalan ini.
KPU menetapkan 17 partai politik sebagai peserta Pemilihan Umum 2024 dalam Rapat Pleno Rekapitulasi Nasional Hasil Verifikasi dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu 2024 yang dilakukan secara terbuka di kantor KPU di Jakarta, Rabu (14/12). Rapat pleno ini dihadiri 18 partai yang lolos verifikasi administrasi.
Keputusan disampaikan sehabis KPU dari 34 provinsi memaparkan hasil verifikasi administrasi dan faktual terhadap partai calon peserta Pemilihan Umum 2024. Namun hanya Partai Ummat yang tidak memenuhi syarat minimal kepengurusan di daerah dalam proses verifikasi faktual, yakni di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Utara.
Sejak 1 Agustus lalu, terdapat 40 partai mendaftar ke KPU untuk menjadi peserta Pemilihan Umum 2024 dan diputuskan 24 partai lolos ke tahap verifikasi administrasi. Pada tahap ini, 18 partai yang melaju ke tahap verifikasi faktual, yakni masing-masing sembilan partai parlemen dan nonparlemen.
Kesembilan partai parlemen itu adalah PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP. Sedangkan sembilan partai nonparlemen yang lolos ke proses verifikasi faktual adalah PSI, Perindo, PKN, Gelora, PBB, Hanura, Ummat, Buruh, dan Garuda. [fw/ab]
Forum