Tautan-tautan Akses

Terduga Teroris Ditangkap saat Demo Ricuh Mahasiswa Kontra Polisi di Medan


Mobil polisi yang dirusak oleh massa aksi di depan gedung DPRD Sumut. Selasa, 24 September 2019. (Foto: VOA/Anugrah Andriansyah)
Mobil polisi yang dirusak oleh massa aksi di depan gedung DPRD Sumut. Selasa, 24 September 2019. (Foto: VOA/Anugrah Andriansyah)

Polisi menangkap seorang terduga teroris pada saat aksi demontrasi mahasiswa di depan gedung DPRD Sumatera Utara. Polisi menyebut terduga teroris tersebut merupakan buronan dan pernah merencanakan aksi teror di Sumut.

RSL, buronan kasus terorisme ditangkap polisi saat aksi demonstrasi mahasiswa yang berakhir ricuh di gedung DPRD Sumatera Utara (Sumut), Selasa (24/9) sore. Juru bicara Polda Sumut, Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja mengatakan RSL masuk daftar pencarian orang lantaran pernah merencanakan penyerangan rumah ibadah pada 2017 di Sumut.

"Masuk dalam jaringan teroris tersebut inisialnya RSL, lalu data yang kami terima pada tahun 2017 yang bersangkutan menyerang salah satu rumah ibadah di Sumut," kata Tatan di Medan, Rabu (25/9).

RSL merupakan anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Sumut yang pernah dicekal oleh imigrasi lantaran hendak pergi ke Suriah pada tahun 2012. Kata Tatan, RSL beberapa kali pernah mengikuti pelatihan dengan menggunakan beberapa peralatan seperti air softgun dengan temannya.

"Pada tahun 2014, RSL dibaiat oleh Abu Bakar Al-Baghdadi. Kemudian termonitor oleh petugas bahwa yang bersangkutan pada aksi kemarin ada di objek (lokasi), bergabung dengan mahasiswa. Lalu, dia diamankan," jelasnya.

Terduga Teroris Ditangkap saat Demo Ricuh Mahasiswa Kontra Polisi di Medan
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:21 0:00

Dalam penangkapan itu, polisi kemudian melakukan pengembangan dan penggeledahan terhadap RSL. Lalu, polisi menemukan sejumlah barang bukti seperti panah, dan senapan angin. Namun, polisi belum bisa memastikan peran RSL dalam aksi demonstrasi mahasiswa yang berakhir ricuh di gedung DPRD Sumut.

"Sudah diamankan dan sedang dilakukan penyelidikan. Tadi malam dilakukan penggeledahan di dua lokasi. Ini sedang dilakukan pengembangan," ucap Tatan.

Selain menangkap seorang terduga teroris, polisi juga turut mengamankan 55 orang saat aksi demonstrasi tersebut. Saat ini 55 orang yang didominasi oleh mahasiswa tersebut sedang ditahan di Polda Sumut.

"55 itu sedang dilakukan pemeriksaan dari berbagai universitas dan nonmahasiswa ada empat orang. Ada yang alumni dan orang sipil. Ada juga warga yang bukan dari Sumut. Semua masih dilakukan pemeriksaan, dan yang sakit ada tujuh orang," sebut Tatan.

Mahasiswa yang ditangkap itu merupakan bagian dari massa peserta aksi demonstrasi yang menuntut pemerintah mencabut pasal-pasal di sejumlah RUU yang kontroversial antara lain RKUHP, RUU Ketenagakerjaan, dan RUU Pertanahan. Massa aksi juga menuntut RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) disahkan dalam rapat paripurna DPR.

Namun aksi tersebut berakhir ricuh. Bentrokan antara mahasiswa dengan polisi di Medan tak dapat terhindarkan. Aksi saling lempar batu yang dilakukan mahasiswa dibalas dengan tembakan gas air mata dari polisi. Dalam kericuhan itu banyak mahasiswa yang berasal dari berbagai universitas di Medan menjadi korban dan mendapat pukulan dari polisi. Bahkan beberapa oknum polisi terekam kamera sedang mengeroyok mahasiswa. Alhasil video tersebut viral di jagat media sosial.

KontraS Sumut saat menanggapi penangkapan puluhan mahasiswa di Medan yang ditangkap polisi terkait aksi demonstrasi. Rabu, 25 September 2019. (Foto: VOA/Anugrah Andriansyah)
KontraS Sumut saat menanggapi penangkapan puluhan mahasiswa di Medan yang ditangkap polisi terkait aksi demonstrasi. Rabu, 25 September 2019. (Foto: VOA/Anugrah Andriansyah)

Sementara itu, terkait dengan penangkapan puluhan mahasiswa, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumut menyebut polisi telah menyalahi sejumlah aturan pada saat menghadapi massa aksi. Koordinator KontraS Sumut, Amin Multazam mengatakan polisi telah gagal melakukan sistem pengendalian massa.

"Seharusnya polisi mematuhi prosedur yang berlaku. Ada standar implementasi soal hak asasi manusia (HAM). Ada standar prosedur soal kinerja polisi yang harusnya mampu melindungi aspek HAM bagi setiap massa aksi. Kami lihat di lapangan dari berbagai bukti yang dikumpulkan. Saya kira apa yang dilakukan polisi cenderung arogan dan berlebihan, contohnya soal penggunaan kekuatan," ujar Amin.

Kata Amin, dalam penggunaan kekuatan saat menghadapi massa aksi, polisi seharusnya mengedepankan prinsip aksesibilitas, akuntabel, dan terukur.

"Artinya, setiap penggunaan kekuatan yang dilakukan harus secara tertulis dan didaftarkan. Segala bentuk senjata yang dikeluarkan, berapa banyak gas air mata itu juga harus terdata secara konkret. Tapi di lapangan kita lihat fenomena ini tidak terjadi. Banyak korban kekerasan dari massa aksi saat berjalan sendirian lalu diciduk. Hal ini sangat melanggar prinsip HAM," ujarnya.

Seperti diketahui, bentrokan mahasiswa dengan polisi di Medan menyebabkan sejumlah fasilitas gedung DPRD Sumut rusak. Bukan hanya itu, sedikitnya delapan mobil termasuk milik polisi rusak berat akibat ulah massa. [aa/uh]

Recommended

XS
SM
MD
LG