Labodu, ketua kelompok tani Sintuwu Singgani di Desa Baluase, Rabu (7/4), tampak semangat mendengar hasil panen perdana di lahan percontohan atau demonstrasi plot (demplot) di desanya. Demplot seluas 5,6 hektare bisa menghasilkan 8,32 ton gabah per hektar atau setara 5,1 ton beras. Hasil panen itu hampir dua kali lipat dari sebelumnya, yaitu 4,7 ton per hektare atau setara 2,9 ton beras.
Demplot tersebut merupakan bagian dari program pemulihan mata pencarian masyarakat pascabencana gempa bumi oleh Yayasan Pusaka Indonesia, Caritas Swiss bekerja sama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tengah.
Labodu mengatakan kenaikan hasil produksi padi itu membayar kerja keras petani dan berbagai pihak yang terlibat membantu pemulihan lahan pertanian yang dirusak gempa bumi tiga tahun silam. Dia bersyukur pendampingan dari Yayasan Pusaka Indonesia selama beberapa tahun, melalui program padat karya, perbaikan lahan dan irigasi.
“Alhamdulillah semua petani di sini termasuk saya sudah menghasilkan lahan yang terbaik buat kami ke depan,” kata pria berusia 45 tahun itu kepada VOA.
Pelaksana tugas Kepala BPTP Sulawesi Tengah, Nurdiah Husna, mengatakan capaian hasil panen padi di Desa Baluase tak lepas dari pemanfaatan teknologi pertanian, mulai dari pemilihan varietas tanaman padi, pengolahan lahan, pemupukan, dan penanganan gulma.
Para petani juga mendapatkan edukasi dari para penyuluh dan peneliti melalui sekolah lapangan, yand diadakan 10 kali, untuk mengatasi permasalahan pertanian.
Demplot di Desa Baluase itu menggunakan varietas padi Mekongga dari Badan Litbang Pertanian dan sistem tanam yang memudahkan pemupukan, penyiangan dan perawatan tanaman padi.
Pupuk Kompos
Christina Perangin Angin, Koordinator Program Yayasan Pusaka Indonesia kepada VOA menjelaskan demplot di Desa Baluase adalah bagian dari program pemulihan mata pencaharian masyarakat pascabencana di Sigi.
Kegiatan diawali dengan perbaikan lahan yang rusak serta saluran irigasi tersier sehingga memungkinkan petani memanfaatkan sumber air sungai dari pengunungan untuk mengairi persawahan.
“Berdasarkan hasil monitoring yang kita lakukan bahwa hasil panen mereka ini sangat rendah dibandingkan dengan hasil produksi kabupaten Sigi, sehingga kita membangun demplot, baik itu komoditas jagung, padi, bahkan kakao juga supaya bisa meningkatkan hasil produksi mereka,” jelas Christina.
Program itu dilaksanakan di empat desa di Kecamatan Dolo Selatan dan Dolo Barat serta melibatkan 530 petani.
Program itu juga mengajarkan para petani untuk mengolah limbah produksi pertanian dan kotoran ternak menjadi pupuk kompos. Penggunaan pupuk kompos mengurangi ketergantungan terhadap pupuk kimia dan mengurangi biaya produksi.
7.000 Hektare Sawah
Bupati Sigi Irwan Lapata mengungkapkan dari sekitar 8,000 hektare areal persawahan yang terdampak gempa bumi pada 2018, baru 1,000 hektare yang bisa ditanami karena sudah mendapat air dari irigasi gumbasa pada 2020. Sisa 7,000 hektare masih menunggu perbaikan saluran irigasi yang melayani persawahan di Kecamatan Gumbasa, Tanambulava, Dolo dan Sigi Biromaru.
“Targetnya kan 2022, tapi informasi kemarin itu didorong molor lagi sampai 2024. Otomatis untuk kawasan-kawasan ini harus berjuang sendiri air itu bisa lancar,” papar Irwan Lapata saat menghadiri panen perdana di demplot padi Desa Baluase, Kecamatan Dolo Selatan, Rabu (7/4) pekan lalu.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sigi Mulyadi Biola kepada VOA mengatakan hasil produksi beras petani yang dihasilkan dari musim tanam Oktober (2020) – Maret (2021) di Sigi mencapai 68 ribu ton atau surplus 50 ribu ton setelah dikurangi kebutuhan konsumsi 18 ribu ton.
Namun, kata Mulyadi, surplus dari musim tanam 2020/2021 masih di bawah angka surplus sebelum gempa bumi, yaitu 112 ribu ton.
Mulyadi mengatakan Sigi rata-rata kehilangan 30 persen dari potensi produksi beras petani dari 7.000 hektare areal persawahan yang belum dapat ditanami karena minim pasokan air dari irigasi Gumbasa.
Pemerintah, katanya, mendorong petani untuk memanfaatkan lahan bekas sawah untuk ditanami tanaman palawija yang tidak terlalu membutuhkan air dibandingkan tanaman padi. [yl/ft]