Drone di Zanzibar digunakan untuk menyebarkan cairan silikon ke genangan air. Cairan itu kemudian membentuk lapisan tipis yang akan mencegah telur nyamuk menetas.
Dr. Bart Knols, seorang pakar entomologi medis dan pemimpin utama riset dalam Program Eliminasi Malaria Zanzibar, mengatakan metode ini akan mengurangi secara signifikan jumlah nyamuk pembawa malaria di kawasan itu.
"Lapisan ini akan bertahan selama tiga sampai empat minggu, kemudian akan hancur sendirinya. Lalu, setelah sebulan, pasang lapisan baru di permukaan air supaya bisa mengendalikan nyamuk-nyamuk," kata Bart Knols.
Tanpa lapisan gel itu, larva akan menjadi nyamuk dewasa penghisap darah. Ketika nyamuk itu menggigit manusia yang terinfeksi malaria, nyamuk menjadi vektor atau pembawa penyakit dan menularkannya ke orang lain.
Abdula Ally dari Program Eliminasi Malaria Zanzibar mengatakan di Afrika Timur, Zanzibar dan Tanzania telah lama berjuang melawan malaria. Penggunaan drone adalah cara terbaik untuk mengatasi masalah itu.
"Dengan intervensi manual, kami tidak bisa menangani wilayah yang luas, tapi dengan drone berbeda," kata Abdula Ally.
Para pejabat mengatakan penyemprotan dengan drone merupakan cara yang terjangkau untuk mencegah nyamuk bereproduksi.
"Drone bisa terbang dengan kecepatan yang bisa disesuaikan, satu hektar dengan 10 liter cairan bisa disebar dalam tiga menit; kami mengkalkulasi bahwa dalam sejam kami bisa menyemprot delapan hektar," kata Guido Welter, dari Drone untuk Proyek Malaria. Itu setara dengan ukuran delapan lapangan rugby.
Manajer produk bagi drone DJI Agras, Eduardo Rodriguez, mengatakan drone bisa dioperasikan secara manual, dan bisa juga secara otomatis.
"Drone bisa diterbangkan secara otonom dengan memasukkan koordinat GPS wilayah yang perlu disemprot," kata Eduardo Rodriguez.
Menurut Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO), Aquatain AMF, produk yang disemprotkan tersebut aman dan efektif apabila digunakan sesuai petunjuk yang tertera di label. [vm/jm]