Para pemimpin Kristen Asia-Amerika mengatakan, Kamis (18/3), bahwa jemaah mereka sedih dan marah setelah seorang pria kulit putih bersenjata membunuh delapan orang di tiga panti pijat di daerah Atlanta, Amerika Serikat (AS). Mereka menyerukan agar diambil tindakan, tidak hanya berdoa.
Orang-orang Asia-Amerika sudah dikejutkan dengan gelombang serangan rasial di tengah merebaknya pandemi virus corona di seluruh AS. Meski motif di balik serangan membabi-buta pada Selasa (16/3) masih diselidiki, sebagian pihak melihat insiden itu sebagai panggilan untuk melawan meningkatnya kekerasan terhadap komunitas itu.
Dilansir dari Associated Press, Pastor Kepala Gereja Presbiterian Pusat Korea di Atlanta, yang hanya berjarak beberapa mil dari dua spa yang menjadi sasaran, mengatakan dalam khotbah Minggu nanti, dia akan meminta jemaahnya “tidak hanya berdoa, jangan hanya khawatir,” karena “Ini waktunya untuk kita bertindak."
“Saya akan mendorong orang-orang dengan cinta dan perdamaian bahwa kita perlu maju dan mengatasi masalah ini agar... generasi kita berikutnya tidak boleh terlibat dalam ... kekerasan yang tragis,” kata Pendeta Byeong Han. “Itulah yang perlu dilakukan oleh umat Kristiani.”
Kementerian Luar Negeri Korea Selatan mengatakan bahwa para diplomat di Atlanta telah mengonfirmasi dengan polisi bahwa empat dari korban tewas adalah perempuan keturunan Korea dan sedang dalam proses menentukan kewarganegaraan mereka.
Jane Yoon, seorang jemaah di Presbyterian Pusat Korea dan seorang siswa sekolah menengah berusia 17 tahun di dekat Marietta, mengatakan bahwa dia semakin mengkhawatirkan keluarganya, yang keturunan Korea. Dia terkejut dengan pembunuhan tersebut.
Bagi Jane, peristiwa itu juga terasa mengena secara pribadi. Dia menuturkan bahwa dia mengalami kecelakaan mobil minggu lalu dan pengemudi lain meninju wajah dan tubuhnya sebelum dia bisa menelepon panggilan darurat 911. Jane mengatakan, perempuan yang menyerangnya tidak mengatakan kata-kata bernada rasis selama penyerangan, tetapi dia menjadi berpikir tentang meningkatnya serangan terhadap warga Asia-Amerika. Perempuan yang menyerang Jane akhirnya ditangkap.
Pendeta Jong Kim dari Gereja Presbiterian Korea berkata bahwa di pinggiran kota Roswel, Atlanta, dia melihat secercah harapan setelah pembunuhan itu. Seorang perempuan menyumbangkan $100 kepada gereja sebagai "ungkapan kesedihannya bagi Komunitas Asia."
Kim berbicara dengan beberapa pendeta Korea lainnya di daerah itu pada Kamis (18/3). Mereka sekarang berencana untuk bergabung dengan kelompok "Asian American Advanced Justice.” Melalui organisasi itu, mereka berharap dapat berdiskusi tentang masalah ras dan etnis dan memberikan bantuan layanan pemakaman bagi keluarga para korban.
Asian American Advancing Justice cabang Atlanta mengatakan bahwa rincian seputar penembakan masih bermunculan "konteks yang lebih luas tidak dapat diabaikan." Serangan tersebut, kata organisasi itu “terjadi di tengah trauma meningkatnya kekerasan terhadap orang Asia-Amerika di seluruh Indonesia, yang didorong oleh supremasi kulit putih dan rasisme sistemik."
Pendeta Gereja Pusat Gereja Presbiterian Korea Utara, Kevin Park, mengatakan bahwa tidak hanya orang Asia-Amerika, tetapi seluruh negari itu harus berbicara tentang kekerasan, rasisme, dan "marginalisasi yang lebih samar" yang diderita dari generasi ke generasi.
“Ada peluang di antara komunitas agama bahwa kita harus berdiri bersama dan menjangkau komunitas yang terluka, tidak hanya komunitas Asia-Amerika tetapi komunitas kulit berwarna lainnya,” katanya.
“Dan saya pikir perlu ada semacam gerakan menuju solidaritas. ... Kita semua bersama-sama." [na/ft]