Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Gorontalo mengatakan akan melakukan kajian dampak pengerukan tebing untuk membuat akses jalan ke Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Poso milik PT Poso Energi terhadap situs Kubur Prasejarah Ceruk Toyali di Kecamatan Pamona Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
Romi Hidayat, Kepala Unit Pengembangan dan Pemanfaatan Cagar Budaya, mengatakan hal itu dilakukan menyusul laporan masyarakat bahwa kegiatan pengerukan menimbulkan kerusakan pada lingkungan di sekitar situs.
“Peninjauan kami kemarin itu untuk melihat sejauh mana dampak kerusakan karena terjadi perubahan pada lanskapnya. Detil kerusakannya, detil penanganannya itu nanti setelah kajian,” kata Romi kepada VOA, Selasa (16/2).
Romi menjelaskan pada 2019, pihaknya sudah memberitahu PT Poso Energi bahwa kegiatan pengerukan aman dilakukan pada radius 25 meter dari situs. Namun, ternyata pengerukan dilakukan pada jarak kurang dari radius aman. Selain itu, imbuhnya, PT Poso Energi saat itu hanya memberitahu bahwa akan melakukan pengerukan Sungai Poso, tetapi tidak menyebut rencana pengerukan tebing untuk akses jalan.
Ceruk Toyali atau gua Toyali terletak di bawah tebing bukit kapur di pinggir Sungai Poso. Dari sejumlah temuan artefak, seperti tengkorak, tulang-belulang, dan yumu atau peti jenazah, situs tersebut dulu merupakan tempat penguburan.
Di situs tersebut ada 10 tutup peti mati dan 13 badan peti mati sebagian besar sudah hancur dimakan usia. Salah satu tutup peti jenazah terdapat ukiran kepala kerbau. Menurut kepercayaan masyarakat masa lalu kerbau adalah tunggangan ke alam nirwana atau arwah. Selain tulang-belulang, temuan lainnya adalah tiga belanga tanah, satu piring kaleng, satu mangkuk dari tanah liat, tiga gelang perunggu, dan empat gelang manik-manik.
Pada peninjauan awal, Romi mengatakan, pihaknya menemukan kerusakan pada tulang-tulang dan gerabah yang berada di situs karena pengerukan tebing yang menggunakan ekskavator.
Romi menjelaskan, situs Kubur Prasejarah Ceruk Toyali telah masuk daftar Registrasi Cagar Budaya Nasional dan terverifikasi pada 2017 dan telah didata oleh BPCB Gorontalo lewat kegiatan Inventarisasi Gua Kubur Prasejarah Pamona pada 2016.
Menurutnya, BPCB sudah bertemu PT Poso Energi untuk meminta perusahaan itu menghentikan aktivitas pengerukan di sekitar situs.
Lindungi Ceruk Toyali
Kanca Awusi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Tengah di Poso mengatakan AMAN menolak keras kegiatan yang mengancam kelestarian Ceruk Toyali dan meminta pemerintah daerah (Pemda) mengeluarkan peraturan daerah untuk melindungi situs itu.
“Inilah yang selalu kami perjuangkan bagaimana pemerintah membuat satu Peraturan Daerah dalam hal melindungi lokasi-lokasi yang leluhur kami. Sementara ini kami tidak setuju karena leluhur-leluhur kami sudah diobrak-abrik yang hanya tulang-tulangnya. Apalagi kami yang masih hidup," kata Kanca Awusi.
Menurutnya AMAN Sulteng menerima laporan kerusakan situs Toyali pada 27 Januari 2021.
Kerusakan Ceruk Toyali juga menimbulkan kesedihan dan kekecewaan warga yang selama ini berupaya menjaga kelestarian situs itu.
Tadanugi, warga kelurahan Tendeadongi, menjelaskan Ceruk Toyali sebelumnya berada di tempat yang terlindung dari sinar matahari. Namun, situs itu menjadi terbuka karena pengerukan yang menggunakan alat berat.
“Yang menjadi keresahan kami, terus terang, perusahaan ini tidak menghargai leluhur kami yang sudah lama di kubur-kubur orang tua kami yang ada di sini,” kata pria berusia 69 tahun itu.
Hentikan Pengerukan
Muh. Irfan Syarif, dari Tim Legal PT. Poso Energy, menjelaskan bahwa pihaknya sudah mengikuti arahan BPCB Gorontalo dengan tidak melakukan kegiatan dalam radius 20 meter dari sisi kiri dan kanan situs tersebut.
Dia menambahkan akses jalan yang berada di depan situs nantinya akan dibuat sejauh lima meter dari lokasi awal ke arah sungai. Pihaknya juga akan menunggu hasil kajian yang dilakukan BPCB terkait situs itu.
“Jadi, kami berkoordinasi dengan pihak Balai Cagar Budaya bagaimana supaya kelestarian –situs- tetap terjaga sambil pekerjaan Poso Energy juga tetap terjaga,” ujar Irfan kepada VOA.
Dari pemantauan VOA pada Minggu (14/2/2021) di depan situs telah terpasang tanda larangan aktivitas dalam radius pengamanan sepanjang 20 meter yang ditetapkan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Gorontalo. [yl/ft]