Tautan-tautan Akses

Isu Iklim

2024: Tahun Paling Panas, Lewati Batas Pemanasan Global

Seorang relawan menuangkan air untuk menyejukkan seorang pria di tengah hari yang panas di Karachi, Pakistan, 21 Mei 2024. (Foto AP/Fareed Khan)
Seorang relawan menuangkan air untuk menyejukkan seorang pria di tengah hari yang panas di Karachi, Pakistan, 21 Mei 2024. (Foto AP/Fareed Khan)

WMO mengatakan enam set data internasional semuanya mengonfirmasi bahwa 2024 adalah tahun terpanas yang tercatat, memperpanjang "rekor suhu luar biasa yang memecahkan rekor" selama satu dekade.

Selama dua tahun terakhir, suhu rata-rata global telah melampaui batas pemanasan yang dianggap berbahaya untuk pertama kalinya, menurut pemantau iklim Eropa pada Jumat (10/1). Sementara itu, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mendesak agar dilakukan tindakan iklim yang lebih inovatif.

Meskipun ini tidak berarti ambang batas pemanasan 1,5 derajat Celsius yang disepakati secara internasional telah dilanggar secara permanen, PBB memperingatkan bahwa hal tersebut berada dalam "bahaya besar."

"Penilaian hari ini dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) jelas," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres. "Pemanasan global adalah fakta yang dingin dan tak terbantahkan"

Ia menambahkan, "Suhu ekstrem pada 2024 memerlukan tindakan iklim yang inovatif pada 2025. Masih ada waktu untuk menghindari bencana iklim terburuk. Namun, para pemimpin harus bertindak -- sekarang."

Turis membawa payung berjalan di depan Parthenon di Acropolis kuno di pusat Athena, 12 Juni 2024. Juni 2024 merupakan Juni terpanas yang pernah tercatat, menurut layanan iklim Copernicus Eropa pada Senin, 8 Juli. (Foto: AP)
Turis membawa payung berjalan di depan Parthenon di Acropolis kuno di pusat Athena, 12 Juni 2024. Juni 2024 merupakan Juni terpanas yang pernah tercatat, menurut layanan iklim Copernicus Eropa pada Senin, 8 Juli. (Foto: AP)

WMO mengatakan enam set data internasional semuanya mengonfirmasi bahwa 2024 adalah tahun terpanas yang tercatat, memperpanjang "rekor suhu luar biasa yang memecahkan rekor" selama satu dekade.

Amerika Serikat menjadi negara terbaru yang melaporkan bahwa rekor suhu panasnya telah terpecahkan, mengakhiri tahun yang ditandai dengan tornado dan badai hebat.

Pengumuman tersebut muncul beberapa hari sebelum Presiden terpilih Donald Trump, yang telah berjanji untuk menggandakan produksi bahan bakar fosil, mulai menjabat.

Panas yang berlebihan memicu cuaca ekstrem, dan pada 2024, negara-negara mulai dari Spanyol hingga Kenya, Amerika Serikat, dan Nepal mengalami bencana yang menurut beberapa perkiraan mengakibatkan kerugian lebih dari $300 miliar.

Los Angeles saat ini tengah berjuang melawan kebakaran hutan mematikan yang menghangusan ribuan bangunan dan memaksa puluhan ribu orang mengungsi.

Zariah Fields memakan es loli, 20 Juni 2024, di YMCA Camp Kern di Oregonia, Ohio. (Foto: AP/Joshua A. Bickel)
Zariah Fields memakan es loli, 20 Juni 2024, di YMCA Camp Kern di Oregonia, Ohio. (Foto: AP/Joshua A. Bickel)

Peringatan Keras

Tahun dengan rekor baru diperkirakan tidak akan terjadi pada 2025, karena tenggat waktu PBB semakin dekat bagi negara-negara untuk berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca.

"Prediksi saya adalah tahun ini akan menjadi tahun terhangat ketiga," kata ilmuwan iklim terkemuka NASA, Gavin Schmidt, mengutip keyakinan Amerika bahwa tahun ini dimulai dengan La Nina yang lemah, pola cuaca global yang diperkirakan akan membawa sedikit pendinginan.

Analisis WMO terhadap enam kumpulan data menunjukkan suhu permukaan rata-rata global adalah 1,55 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri.

"Ini berarti bahwa kita mungkin baru saja mengalami tahun kalender pertama dengan suhu rata-rata global lebih dari 1,5 derajat Celsius di atas rata-rata tahun 1850-1900," katanya.

Pemantau iklim Eropa, Copernicus, yang menyediakan salah satu kumpulan data, menemukan bahwa kedua tahun terakhir telah melampaui batas pemanasan yang ditetapkan dalam Perjanjian Paris 2015.

Suhu global telah melonjak "melampaui apa yang pernah dialami manusia modern", katanya.

Para ilmuwan menekankan bahwa ambang batas 1,5 derajat Celsius dalam Perjanjian Paris mengacu pada kenaikan suhu yang berkelanjutan selama beberapa dekade, memberikan secercah harapan.

Namun, Johan Rockstrom dari Institut Potsdam untuk Penelitian Dampak Iklim menyebut tonggak sejarah itu sebagai "tanda peringatan yang jelas."

"Kita sekarang telah merasakan pertama kali dunia mencapai 1,5 derajat Celsius, yang telah menyebabkan penderitaan dan kerugian ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi masyarakat dan ekonomi global," katanya kepada AFP.

Petugas pemadam membakar lahan untuk mencegah api meluas akibat perubahan angin saat memadamkan kebakaran hutan di Louchats, Gironde, Prancis, 17 Juli 2022. (Foto: AFP)
Petugas pemadam membakar lahan untuk mencegah api meluas akibat perubahan angin saat memadamkan kebakaran hutan di Louchats, Gironde, Prancis, 17 Juli 2022. (Foto: AFP)

Di Ambang Kehancuran

Hampir 200 negara sepakat di Paris pada 2015 bahwa mencapai 1,5 derajat Celsius memberikan peluang terbaik untuk mencegah dampak paling dahsyat dari perubahan iklim.

Namun, dunia masih jauh dari jalur yang benar.

Sementara catatan Copernicus berasal dari 1940, data iklim lainnya dari inti es dan lingkaran pohon menunjukkan bahwa Bumi sekarang kemungkinan besar menjadi yang terhangat dalam puluhan ribu tahun terakhir.

Para ilmuwan mengatakan setiap fraksi derajat di atas 1,5 derajat Celsius sangat penting — dan bahwa melampaui titik tertentu, iklim dapat berubah dengan cara yang sulit diprediksi.

Perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia telah membuat kekeringan, badai, banjir, dan gelombang panas semakin sering dan lebih intens.

Meninggalnya 1.300 jemaah haji di Arab Saudi akibat cuaca panas ekstrem, serangkaian badai tropis yang dahsyat di Asia dan Amerika Utara, serta banjir bersejarah di Eropa dan Afrika menandai tonggak suram pada 2024. [ah/ft]

See all News Updates of the Day

Trump Tinggalkan Fokus Amerika pada Energi Terbarukan

Rig-rig pengeboran minyak tampak di Loco Hills di Eddy County, New Mexico, Amerika Serikat (foto: ilustrasi).
Rig-rig pengeboran minyak tampak di Loco Hills di Eddy County, New Mexico, Amerika Serikat (foto: ilustrasi).

Di antara banyak rencana yang ditetapkan oleh Presiden Donald Trump pada hari pertamanya kembali menjabat adalah arahan presiden bagi Amerika Serikat untuk menghentikan program peralihan ke energi bersih dan meningkatkan produksi minyak. Bagaimana tantangan yang dihadapi kebijakan Trump tersebut?

Menanggulangi perubahan iklim merupakan inti dari pemerintahan mantan Presiden Joe Biden, tetapi di bawah Presiden Donald Trump, Amerika Serikat bergerak ke arah yang berbeda.

“Hari ini saya juga akan mengumumkan keadaan darurat energi nasional. Kami akan (terus) mengebor, sayang, mengebor (minyak),” kata Trump.

Ketika seorang presiden mengumumkan keadaan darurat nasional, ia memiliki lebih banyak kewenangan eksekutif untuk menyelesaikan berbagai hal, termasuk mencabut regulasi industri untuk mengebor minyak dan gas.

Pada hari Jumat, Trump menambahkan faktor geopolitik, dengan mengatakan bahwa menurunkan harga minyak adalah kunci untuk mengakhiri perang di Ukraina.

Presiden Donald Trump menyerukan agar OPEC turunkan harga minyak.
Presiden Donald Trump menyerukan agar OPEC turunkan harga minyak.

“OPEC harus segera bertindak dan menurunkan harga minyak sehingga perang itu akan segera berakhir,” imbuh Trump.

Para analis merasa skeptis bahwa tuntutan dan kebijakan Trump tersebut akan berdampak signifikan pada harga minyak, seperti diungkapkan oleh Sheila Olmstead, guru besar di Universitas Cornell yang berbicara dengan VOA melalui Skype. “Anda harus memikirkan hal-hal seperti pasokan minyak yang didorong oleh permintaan internasional dan hal-hal lain yang akan sangat berbeda dari berbagai jenis kebijakan yang mungkin dipikirkan oleh Presiden Trump, yang dapat, di antaranya, memengaruhi eksplorasi dan ekstraksi minyak dan gas.”

Analis mengatakan harga minyak yang rendah juga akan merugikan para donor Trump, yaitu industri bahan bakar fosil Amerika. Para pendukung energi terbarukan menunjukkan bahwa produksi minyak dan gas AS sudah mencapai puncaknya.

Heather O'Neill adalah presiden dan CEO Advanced Energy United, sebuah lembaga nirlaba di Washington, DC. Ia berbicara dengan VOA melalui Zoom. “Jadi, jika ini adalah keadaan darurat, mengapa kita tidak mencari semua sumber daya yang tersedia, khususnya yang menunjukkan nilai riil pada jaringan listrik? Mengapa kita tidak memanfaatkan semua sumberdaya yang kita miliki?,” tanyanya.

Trump, yang telah berulang kali menyebut perubahan iklim sebagai “tipuan,” ingin menghentikan upaya untuk meningkatkan kendaraan listrik di AS, dengan mencabut keringanan pajak untuk pembelian dan manufaktur kendaraan listrik yang disahkan oleh Kongres selama masa jabatan Biden.

“Kami akan mencabut mandat kendaraan listrik, menyelamatkan industri otomotif kami dan menepati janji suci saya kepada para pekerja otomotif Amerika yang hebat,” tandas Trump.

Namun, ia akan membutuhkan persetujuan Kongres untuk langkah tersebut.

Analis mengatakan hal itu kontraproduktif dengan tujuan yang dinyatakan oleh Trump sendiri untuk bersaing dengan China, yang sudah menjadi produsen kendaraan listrik terbesar di dunia.

Berbicara dengan VOA, Jun Chen, profesor di Universitas Oakland, mengatakan, “Ada konsensus di kalangan akademisi bahwa kendaraan listrik adalah jalan keluar. Kendaraan listrik adalah jalan keluar untuk mengatasi masalah lingkungan kita. Tidak ada jalan mundur dalam pengembangan kendaraan listrik.”

Trump Tinggalkan Fokus AS pada Energi Terbarukan
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:56 0:00

Tindakan Trump pada hari pelantikan juga mencakup perintah untuk menarik AS dari komitmen iklim internasional.

“Hal berikutnya, Bapak Presiden, adalah surat yang akan dikirimkan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang menjelaskan bahwa kami menarik diri dari Perjanjian Iklim Paris.”

AS saat ini memproduksi lebih banyak minyak dan gas daripada negara mana pun dalam sejarah.

Sementara itu, meskipun mempertahankan sebagian besar produksi bahan bakar fosilnya, China adalah produsen panel surya dan turbin angin terkemuka di dunia. Negara itu juga merupakan pencemar iklim terbesar di planet Bumi. [lt/ab]

Eropa Catat Rekor Penggunaan Energi Bersih; Trump Gencarkan Penggunaan Bahan Bakar Fosil di AS

Turbin angin dioperasikan di area pembangkit listrik tenaga surya Klettwitz Norddi dekat Klettwitz, Jerman, pada 15 Oktober 2024. (Foto: AP/Matthias Schrader)
Turbin angin dioperasikan di area pembangkit listrik tenaga surya Klettwitz Norddi dekat Klettwitz, Jerman, pada 15 Oktober 2024. (Foto: AP/Matthias Schrader)

Para ahli mengatakan mereka terdorong oleh pengurangan bahan bakar fosil di Eropa, khususnya karena AS tampaknya akan meningkatkan emisinya karena presiden barunya menjanjikan harga bahan bakar yang lebih murah.

Sebanyak 47% listrik Uni Eropa (UE) kini berasal dari tenaga surya dan sumber energi terbarukan lainnya, kata sebuah laporan hari Kamis (23/1). Kondisi tersebut menjadi tanda lain dari kesenjangan yang kian besar antara upaya blok itu untuk menggunakan energi bersih dan pemerintahan baru AS yang mendorong penggunaan lebih banyak bahan bakar fosil.

Hampir tiga per empat listrik UE tidak mengeluarkan gas penyebab pemanasan bumi ke udara — dengan 24% energi listrik lainnya di blok tersebut berasal dari tenaga nuklir, kata laporan yang dirilis oleh lembaga kajian energi iklim Ember. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi daripada di negara-negara seperti AS dan China, di mana hampir dua per tiga energi mereka masih diproduksi dari bahan bakar fosil penghasil karbon yang mencemari seperti batu bara, minyak, dan gas.

Para ahli mengatakan mereka terdorong oleh pengurangan bahan bakar fosil di Eropa, khususnya karena AS tampaknya akan meningkatkan emisinya karena presiden barunya menjanjikan harga bahan bakar yang lebih murah, menghentikan sewa untuk proyek pembangkit listrik tenaga angin, dan berjanji untuk mencabut insentif era Biden untuk kendaraan listrik.

"Bahan bakar fosil kehilangan cengkeramannya pada energi UE," kata Chris Rosslowe, pakar energi di Ember. Pada tahun 2024, tenaga surya menghasilkan 11% listrik UE, menyalip batu bara yang turun di bawah 10% untuk pertama kalinya. Sumber energi bersih dari tenaga angin menghasilkan lebih banyak listrik daripada gas untuk tahun kedua berturut-turut.

Data tahun 2024 tidak tersedia untuk semua negara. Data Ember untuk pembangkit listrik terbesar di dunia untuk tahun 2023 menunjukkan Brazil dengan pangsa listrik terbesar dari sumber energi terbarukan, hampir mencapai 89%, di mana sebagian besar berasal dari tenaga hidroelektrik. Kanada sendiri memiliki sekitar 66,5%, China dengan 30,6%, dan Prancis dengan 26,5%. Sementara itu, jumlah cakupan energi terbarukan yang menghasilkan listrik di AS dan India masing-masing mencapai 22,7% dan 19,5%.

Salah satu alasan mengapa transisi energi bersih Eropa berjalan cepat adalah Kesepakatan Hijau Eropa, suatu kebijakan ambisius yang disahkan pada tahun 2019 yang membuka jalan bagi pemutakhiran Undang-undang iklim. Sebagai hasil dari kesepakatan tersebut, Uni Eropa membuat target mereka lebih ambisius, dengan tujuan untuk memangkas 55% emisi di kawasan tersebut pada akhir dekade ini. Kebijakan tersebut juga bertujuan untuk menjadikan Eropa netral terhadap iklim — mengurangi jumlah emisi tambahan di udara hingga hampir nol — pada tahun 2050.

Ratusan peraturan dan arahan di negara-negara Eropa untuk memberi insentif investasi dalam energi bersih dan mengurangi polusi karbon telah disahkan atau sedang dalam proses diratifikasi di seluruh Eropa.

"Pada awal Kesepakatan, energi terbarukan merupakan sepertiga dan bahan bakar fosil menyumbang 39% listrik Eropa," kata Rosslowe. "Saat ini, bahan bakar fosil hanya menghasilkan 29% dan tenaga angin serta tenaga surya telah mendorong transisi energi bersih." Jumlah listrik yang dihasilkan oleh energi nuklir tetap relatif stabil di blok tersebut. [uh/ab]

VOA Headline News: Eropa Catat Rekor Penggunaan Energi Bersih, Sementara Trump Arahkan AS ke Bahan Bakar Fosil

VOA Headline News: Eropa Catat Rekor Penggunaan Energi Bersih, Sementara Trump Arahkan AS ke Bahan Bakar Fosil
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:05:00 0:00

Layanan Cuaca Keluarkan Peringatan Waspada Kebakaran untuk California

Para pemadam kebakaran memangkas semak-semak di bukit dekat pusat perbelanjaan Mission Valley Shopping Mall di San Diego, Selasa, 21 Januari 2025. (Foto: Gregory Bull/AP Photo)
Para pemadam kebakaran memangkas semak-semak di bukit dekat pusat perbelanjaan Mission Valley Shopping Mall di San Diego, Selasa, 21 Januari 2025. (Foto: Gregory Bull/AP Photo)

Peringatan waspada kebakaran itu berlaku untuk sebagian besar wilayah Kabupaten Los Angeles dan Ventura hingga Kamis pukul 20.00.

Layanan Cuaca Nasional (National Weather Service/NWS) Selasa (21/1) mengeluarkan peringatan waspada kebakaran untuk sebagian besar daerah Los Angeles dan Ventura di California karena "kelembapan relatif yang sangat rendah dan periode angin lepas pantai yang kencang" di daerah tersebut.

NWS mengatakan "peringatan waspada kebakaran dengan situasi sangat berbahaya telah berakhir, tetapi kondisi cuaca rawan kebakaran yang berbahaya terus berlanjut hingga Kamis (23/1) atau Jumat (24/1)."

Angin timur laut akan tetap "berembus kencang" di perbukitan dan pegunungan, kata NWS dalam sebuah pernyataan. Tingkat kelembapan rendah akan terus berlanjut.

Angin diperkirakan akan tenang di beberapa daerah pada Selasa (21/1) malam hingga Rabu (22/1), tetapi kondisi yang sangat kering akan terus berlanjut dan angin akan menguat kembali pada Rabu malam, menurut layanan cuaca tersebut. Peringatan waspada kebakaran itu berlaku untuk sebagian besar wilayah Kabupaten Los Angeles dan Ventura hingga Kamis pukul 20.00.

Sebelumnya pada Selasa, NWS mengatakan ada risiko ekstrem terjadinya kebakaran di beberapa wilayah California Selatan. NWS mengatakan angin berkecepatan 32 hingga 64 kilometer per jam, dikombinasikan dengan "angin yang lebih kencang di daratan, tingkat kelembapan relatif yang rendah, dan bahan kering yang mudah terbakar, telah menyebabkan kondisi yang berbahaya tersebut."

Angin kencang memicu beberapa kebakaran yang tersebar pada Selasa di Los Angeles, tetapi petugas pemadam kebakaran yang waspada dengan cepat mengendalikan api.

Setidaknya 27 orang tewas dalam serangkaian kebakaran hutan di wilayah Los Angeles selama dua pekan terakhir karena angin Santa Ana yang bercampur dengan kondisi kering di darat membuat api cepat menyebar.

Kepala Pengawas Daerah Los Angeles Kathryn Barger telah meminta penyelidikan eksternal atas proses pemberitahuan evakuasi bagi warga Altadena bagian barat, di dekat Kebakaran Eaton, salah satu dari beberapa kebakaran yang terjadi di Los Angeles. Sebuah laporan di Los Angeles Times mengatakan perintah evakuasi untuk Altadena bagian barat tertunda berjam-jam.

"Dari apa yang telah diberitahukan kepada saya, itu adalah malam yang penuh kekacauan bagi petugas pemadam kebakaran dan petugas tanggap darurat," kata Barger kepada The Times. Barger mengatakan bahwa ia memiliki "kekhawatiran mendalam" tentang apa yang terjadi.

Warga mengatakan kepada Times bahwa pada saat mereka menerima perintah evakuasi, banyak rumah di daerah itu sudah terbakar.

Tujuh belas orang dilaporkan tewas dalam kebakaran Eaton.

Wali Kota Los Angeles Karen Bass mengatakan instruksi yang ditandatanganinya pada Selasa dirancang untuk membendung aliran puing-puing beracun dari kebakaran di wilayah itu serta melindungi pantai dan lautan di daerah itu. [uh/ft]

Badai Salju Langka Landa Houston dan New Orleans

Foto yang diambil dari drone tampak salju menyelimuti Taman Hermann dan gedung-gedung pencakar langit di Houston, Texas, Selasa, 21 Januari 2025. (Foto: Evan Garcia/Reuters)
Foto yang diambil dari drone tampak salju menyelimuti Taman Hermann dan gedung-gedung pencakar langit di Houston, Texas, Selasa, 21 Januari 2025. (Foto: Evan Garcia/Reuters)

Layanan Cuaca Nasional mengeluarkan peringatan badai salju untuk wilayah mulai dari Texas di selatan hingga timur melalui Georgia dan ke utara ke negara bagian South Carolina dan North Carolina hingga ke Virginia.

Badai musim dingin yang jarang terjadi melanda kawasan Pantai Teluk Amerika Serikat, Selasa (21/1). Badai itu mencurahkan salju yang memecahkan rekor lebih dari satu abad di kawasan selatan, di mana hujan salju jarang terjadi. Sementara itu sebagian besar wilayah Amerika masih diliputi suhu dingin membeku yang berbahaya.

Peringatan badai salju berlaku bagi 31 juta orang – mulai dari Texas di selatan hingga timur melalui Georgia dan ke utara ke negara bagian South Carolina dan North Carolina hingga ke Virginia – hingga Rabu (22/1) pagi, kata Layanan Cuaca Nasional (National Weather Service/NWS).

Dengan bergeraknya badai ke arah timur, para petugas di dekat Houston membersihkan jalan-jalan raya, pada Selasa. Sementara itu jalan-jalan di pusat kota itu, yang diselimuti salju putih, praktis kosong.

Sekolah-sekolah ditutup pada Selasa (21/1) dan Rabu (22/1) sementara kota terbesar keempat di AS itu diperkirakan diguyur hujan salju setinggi 10 sentimeter.

“Saya telah tinggal di Texas sepanjang usia saya dan saya belum pernah melihat salju sedalam ini,” kata Ishan Bhaidani, 29, yang memiliki perusahaan konsultan teknologi keuangan di Houston.

“Biasanya kota ini sangat dingin, tetapi salju sehalus ini, ini pertama kalinya," imbuh Bhaidani.

Pihak berwenang di Houston menyelidiki dua kematian yang mungkin terkait cuaca, termasuk seorang lelaki tunawisma yang didapati tewas di dekat sebuah kompleks apartemen, kata Sherif Kabupaten Harris dalam pernyataan yang diunggah di X.

Salju juga turun di New Orleans, di mana salju terakumulasi setinggi hampir 25 sentimeter pada sore hari, menurut NWS.

Richard Bann, pakar cuaca di NWS, mengatakan, badan tersebut mencoba memastikan apakah hujan salju hari Selasa memecahkan rekor di New Orlans yang tercatat 20 sentimeter pada 1895.

Menurut NWS, kali terakhir New Orleans menerima hujan salju yang dapat diukur adalah pada tahun 2009.

Hujan salju yang memecahkan rekor 144 tahun, bercurah lebih dari 15 sentimeter, turun d Mobile, Alabama, pada sore hari, menurut NWS.

Badai ini diperkirakan bergerak perlahan melalui Mississippi, Georgia dan Florida awal pekan ini.

Badai itu mengganggu perjalanan udara dengan menyebabkan penundaan atau pembatalan penerbangan pada hari Selasa. Lebih dari 1.000 penerbangan dari dan ke Bandara Internasional George Bush, Houston, dibatalkan, menurut Flightaware.com. [uh/ns]

Tunjukkan lebih banyak

XS
SM
MD
LG