Tautan-tautan Akses

Survei LSI: Mayoritas Pelaku Usaha Menilai Korupsi di Indonesia Meningkat


Warga melakukan aksi unjuk rasa untuk mendukung KPK dalam protes anti korupsi di Jakarta (foto: dok).
Warga melakukan aksi unjuk rasa untuk mendukung KPK dalam protes anti korupsi di Jakarta (foto: dok).

Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada hari Minggu (7/2) merilis hasil penelitiannya yang dilakukan pada 17 Desember 2020 sampai 7 Januari 2021, salah satunya menyoroti persepsi pelaku usaha terhadap korupsi di Indonesia selama dua tahun terakhir.

Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan mengatakan dari seribu responden yang merupakan pemilik atau pelaksana manajemen usaha di perusahaan yang dipilih secara acak, mayoritas menilai korupsi di Indonesia meningkat dalam dua tahun belakangan.

"Ada kecenderungan yang sama, baik masyarakat umum maupun para pelaku bisnis atau pelaku usaha, dan para pemuka opini (masing-masing 58 persen) mayoritas memandang bahwa korupsi meningkat di dalam dua tahun terakhir ini," kata Djayadi.

Survei yang dilakukan dengan mewawancarai responden melalui telepon ini, juga menunjukkan 25,2 persen pelaku usaha menilai praktik korupsi di Indonesia tidak berubah. Hanya 8,5 persen yang menganggap korupsi di Indonesia turun.

Dalam survei tersebut, kata Djayadi, LSI menemukan sebanyak 73 persen pelaku usaha memandang suap atau gratifikasi sebagai hal yang tidak wajar.

Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan (VOA/tangkapan layar)
Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan (VOA/tangkapan layar)

"Cukup banyak yang memandang itu (suap atau gratifikasi) wajar. Misalnya kalangan pelaku usaha itu ada sekitar 23 persen yang memandang suap atau gratifikasi itu sesuatu yang wajar, mungkin juga biasa terjadi," ujar Djayadi.

Bahkan dalam suvei ini juga mencatat banyak pelaku usaha yang menilai positif praktik nepotisme, yakni sekitar 21 persen menganggap hal tersebut normal.

Sebanyak 14 persen pelaku usaha menilai nepotisme sebagai tindakan yang perlu untuk memperlancar urusan.

Meski demikian, lebih banyak yang menilainya nepotisme sebagai hal yang negatif, yaitu sebanyak 50,9 persen berpandangan tidak etis dan 10 persen menilai sebagai kejahatan.

Terkait integritas aparat pemerintah, lanjut Djayadi, mayoritas pelaku usaha (54,3 persen) tidak setuju dengan anggapan aparat pemerintah hanya mau bekerja jika diberi uang atau hadiah. Sedangkan 31,7 persen pelaku usaha sangat setuju dan setuju terhadap anggapan tersebut.

Hasil survei LSI memperlihatkan pula ada tiga masalah utama yang dihadapi para pelaku usaha saat ini, yaitu semakin sulit mendapat proyek atau order (20 persen responden), harga bahan baku mahal (21,5 prsen responden), dan kondisi ekonomi global yang lesu (25,8 persen).

BKPM: Pemerintah Proaktif Percepat Ijin Pelaku Usaha

Menanggapi hasil survei LSI itu, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan pemerintah proaktif dalam percepatan pemberian izin bagi para pelaku usaha dan prosesnya berjalan secara transparan.

Bahlil menambahkan kemudahan izin berusaha ini semakin mudah setelah Presiden Joko Widodo mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 7 pada November 2019, yakni semua izin berusaha di tingkat pusat harus diurus satu pintu di BKPM.

Sedangkan di tingkat daerah kewenangan pemberian izin usaha dipegang oleh Dinas Penanaman Modal Satu Pintu (PMSP), bukan lagi dipegang oleh kepala daerah.

Pengurusan izin usaha pada satu pintu dinilai akan menghapus keluhan yang selama ini dirasakan masyarakat atau para pelaku usaha, yakni ego sektoral tumpang tindihnya aturan, dan kurangnya transparansi.

"Dengan pemberlakukan Undang-undang Cipta Kerja, karena PP (Peraturan Pemerintah)nya sudah diselesaikan di Februari, maka itu akan semakin transparan lagi. Nggak ada lagi sogok-sogok," ujar Bahlil.

Bahlil menekankan komunikasi dan koordinasi pelaku usaha dengan pejabat terkait dalam proses perizinan tidak masalah selama semua aturan ditegakkan. Karena komunikasi yang dibangun dalam rangka percepatan pengurusan perizinan. [fw/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG