Suciwati, istri aktivis Munir Said Thalib, menegaskan ada janji yang diingkari oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam penuntasan kasus pembunuhan suaminya yang terjadi 7 September 2004.
“Ya, ini menunjukkan tidak ada kemauan dari pemerintah. Dan ini kita bisa lihat, ketidakseriusan Presiden Yudhoyono. Dia janji-janji sendiri, dijilat sendiri ludahnya. Dan itu kita lihat sebagai pemimpin yang tidak layak kita tiru. Seorang pemimpin yang menodai kepemimpinannya sendiri,” ujar Suciwati dalam aksi demonstrasi di depan Istana Negara Kamis (6/9) sore.
“Seperti kita tahu, Presiden pernah bilang ke rakyat Indonesia, ini adalah test of our history, ini adalah sejarah bangsa ini. Kalau kasus ini tidak selesai, tidak tuntas, berarti kita tidak berubah dari sejarah kelam itu. Nah, sampai hari ini terbukti, SBY masih memelihara sejarah kelam itu, karena dia tidak menuntaskan kasus itu. Karena dia tidak memakai aparatnya untuk melakukan penegakan hukum, memenjarakan orang yang memang terlibat dalam kasus ini karena menyalahgunakan kekuasaannya. Itu yang kita lihat hari ini.”
Suciwati mengatakan dirinya beserta sejumlah aktivis pegiat hak asasi manusia yang tergabung dalam Komite Solidaritas untuk Munir, telah membawa sejumlah bukti baru (novum) kepada Kejaksaan Agung. Bukti tersebut diharapkan akan dijadikan bukti penunjang rencana Kejaksaan Agung untuk mengajukan peninjauan kembali vonis bebas mantan Deputi 5 Badan Intelijen Negara (BIN) Mayor Jenderal Purnawirawan Muchdi Purwoprandjono oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan kasasi Mahkamah Agung.
“Novum itu sudah kita berikan ke Jaksa Agung. Sejak dibebaskannya Muchdi Purwoprandjono, Jaksa Agung menyatakan bahwa mereka akan melakukan PK kalo ada novum. Muchdi kan bebas karena dia memberikan alibi bahwa tanggal 2 sampai tanggal 6 September 2004, dia sedang berada di Malaysia. Pada tanggal-tanggal itu ditemukan komunikasi antara Muchdi dengan Policarpus. Nah, di Komisi Informasi, Badan Intelijen Negara menegaskan, tidak pernah menugaskan Muchdi di tanggal-tanggal itu. Itu kan bisa dijadikan novum,” ujar Suciwati.
Memperingati sewindu pembunuhan Munir, sekitar 100 orang aktivis dari Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) beserta sahabat Munir melakukan aksi peringatan di depan Istana Merdeka, mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar serius menuntaskan kasus pembunuhan Munir.
Aksi delapan tahun kematian aktivis HAM Munir ini, juga diikuti oleh para keluarga korban pelanggaran HAM dengan mengenakan baju hitam-hitam sambil memegang payung hitam.
Sementara itu, pihak Kejaksaan Agung memastikan, hingga kini belum ada novum yang bisa dijadikan faktor pendukung diajukannya PK terkait vonis bebas Muchdi Purwoprandjono. Wakil Jaksa Agung Darmono kepada VoA menegaskan, tidak gampang untuk mengajukan sebuah peninjauan kembali.
“Sampai saat ini belum ada landasan yang bisa kita jadikan novum. Novum itu kan berbeda dengan alat bukti saat penyidikan. Alat bukti penyidikan itu kita kumpulkan pada waktu penyidikan yaitu keterangan saksi, keterangan tersangka dan alat bukti lain," ujar Darmono pada Kamis.
"Nah, kalo novum itu kan keadaan baru yang diperoleh berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dari pihak luar. Sampai saat ini belum ada yang bisa kita jadikan itu. Apalagi yang namanya alat bukti harus diuji dulu, apakah memang itu baru, dan belum pernah diajukan dalam pemeriksan sebelumnya. Jadi tidak gampang mengajukan peninjauan kembali itu."
Berbagai upaya dilakukan semua pihak dalam penyelesaian kasus ini. Bukan hanya dari kalangan aktivis pegiat HAM, tetapi juga dari publik pengguna media sosial twitter. Dhandy Dwi Laksono, pembuat film dokumenter, melalui twitter mencoba membuka ingatan publik dengan memasang avatar mendiang Munir.
“Dari sisi mediumnya twitter dipilih karena disini tempat berkumpul anak-anak muda. Yang terpikir kemudian, ketika generasi yang lahir pada 90-an dan belum mengikuti kasus ini, mereka berkumpul di twitter. Dan disitulah kalo kasus ini menjadi dark number bertahun-tahun, ada generasi yang masih ingat dan terus mengejar komplotan pembunuh Munir. Harapan saya bisa menjadi tekanan baru dalam penuntasan kasus ini,” ujar Dhandy.
Munir tewas diracun pada 7 September 2004 dalam penerbangan dari Jakarta ke Amsterdam. Putusan kasasi Mahkamah Agung pada 15 juni 2009 memvonis bebas mantan Deputy 5 Badan Intelijen Negara Muchdi Purwoprandjono terkait kasus pembunuhan Munir. Vonis kasasi Mahkamah Agung ini, senada dengan vonis dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 31 Desember 2008, yang memvonis bebas mantan komandan Komando Pasukan Khusus itu.
“Ya, ini menunjukkan tidak ada kemauan dari pemerintah. Dan ini kita bisa lihat, ketidakseriusan Presiden Yudhoyono. Dia janji-janji sendiri, dijilat sendiri ludahnya. Dan itu kita lihat sebagai pemimpin yang tidak layak kita tiru. Seorang pemimpin yang menodai kepemimpinannya sendiri,” ujar Suciwati dalam aksi demonstrasi di depan Istana Negara Kamis (6/9) sore.
“Seperti kita tahu, Presiden pernah bilang ke rakyat Indonesia, ini adalah test of our history, ini adalah sejarah bangsa ini. Kalau kasus ini tidak selesai, tidak tuntas, berarti kita tidak berubah dari sejarah kelam itu. Nah, sampai hari ini terbukti, SBY masih memelihara sejarah kelam itu, karena dia tidak menuntaskan kasus itu. Karena dia tidak memakai aparatnya untuk melakukan penegakan hukum, memenjarakan orang yang memang terlibat dalam kasus ini karena menyalahgunakan kekuasaannya. Itu yang kita lihat hari ini.”
Suciwati mengatakan dirinya beserta sejumlah aktivis pegiat hak asasi manusia yang tergabung dalam Komite Solidaritas untuk Munir, telah membawa sejumlah bukti baru (novum) kepada Kejaksaan Agung. Bukti tersebut diharapkan akan dijadikan bukti penunjang rencana Kejaksaan Agung untuk mengajukan peninjauan kembali vonis bebas mantan Deputi 5 Badan Intelijen Negara (BIN) Mayor Jenderal Purnawirawan Muchdi Purwoprandjono oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan kasasi Mahkamah Agung.
“Novum itu sudah kita berikan ke Jaksa Agung. Sejak dibebaskannya Muchdi Purwoprandjono, Jaksa Agung menyatakan bahwa mereka akan melakukan PK kalo ada novum. Muchdi kan bebas karena dia memberikan alibi bahwa tanggal 2 sampai tanggal 6 September 2004, dia sedang berada di Malaysia. Pada tanggal-tanggal itu ditemukan komunikasi antara Muchdi dengan Policarpus. Nah, di Komisi Informasi, Badan Intelijen Negara menegaskan, tidak pernah menugaskan Muchdi di tanggal-tanggal itu. Itu kan bisa dijadikan novum,” ujar Suciwati.
Memperingati sewindu pembunuhan Munir, sekitar 100 orang aktivis dari Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM) beserta sahabat Munir melakukan aksi peringatan di depan Istana Merdeka, mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar serius menuntaskan kasus pembunuhan Munir.
Aksi delapan tahun kematian aktivis HAM Munir ini, juga diikuti oleh para keluarga korban pelanggaran HAM dengan mengenakan baju hitam-hitam sambil memegang payung hitam.
Sementara itu, pihak Kejaksaan Agung memastikan, hingga kini belum ada novum yang bisa dijadikan faktor pendukung diajukannya PK terkait vonis bebas Muchdi Purwoprandjono. Wakil Jaksa Agung Darmono kepada VoA menegaskan, tidak gampang untuk mengajukan sebuah peninjauan kembali.
“Sampai saat ini belum ada landasan yang bisa kita jadikan novum. Novum itu kan berbeda dengan alat bukti saat penyidikan. Alat bukti penyidikan itu kita kumpulkan pada waktu penyidikan yaitu keterangan saksi, keterangan tersangka dan alat bukti lain," ujar Darmono pada Kamis.
"Nah, kalo novum itu kan keadaan baru yang diperoleh berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh dari pihak luar. Sampai saat ini belum ada yang bisa kita jadikan itu. Apalagi yang namanya alat bukti harus diuji dulu, apakah memang itu baru, dan belum pernah diajukan dalam pemeriksan sebelumnya. Jadi tidak gampang mengajukan peninjauan kembali itu."
Berbagai upaya dilakukan semua pihak dalam penyelesaian kasus ini. Bukan hanya dari kalangan aktivis pegiat HAM, tetapi juga dari publik pengguna media sosial twitter. Dhandy Dwi Laksono, pembuat film dokumenter, melalui twitter mencoba membuka ingatan publik dengan memasang avatar mendiang Munir.
“Dari sisi mediumnya twitter dipilih karena disini tempat berkumpul anak-anak muda. Yang terpikir kemudian, ketika generasi yang lahir pada 90-an dan belum mengikuti kasus ini, mereka berkumpul di twitter. Dan disitulah kalo kasus ini menjadi dark number bertahun-tahun, ada generasi yang masih ingat dan terus mengejar komplotan pembunuh Munir. Harapan saya bisa menjadi tekanan baru dalam penuntasan kasus ini,” ujar Dhandy.
Munir tewas diracun pada 7 September 2004 dalam penerbangan dari Jakarta ke Amsterdam. Putusan kasasi Mahkamah Agung pada 15 juni 2009 memvonis bebas mantan Deputy 5 Badan Intelijen Negara Muchdi Purwoprandjono terkait kasus pembunuhan Munir. Vonis kasasi Mahkamah Agung ini, senada dengan vonis dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 31 Desember 2008, yang memvonis bebas mantan komandan Komando Pasukan Khusus itu.