Tautan-tautan Akses

Isu Iklim

Studi: Kurangi Separuh Sisa Makanan Dapat Kurangi Kelaparan Bagi 153 Juta Orang

ILUSTRASI - Menurut badan pangan PBB (FAO), sekitar sepertiga makanan yang diproduksi untuk dikonsumsi manusia hilang atau terbuang secara global, yang mengakibatkan emisi yang tidak perlu dan berkurangnya ketersediaan makanan bagi yang membutuhkan. (REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana)
ILUSTRASI - Menurut badan pangan PBB (FAO), sekitar sepertiga makanan yang diproduksi untuk dikonsumsi manusia hilang atau terbuang secara global, yang mengakibatkan emisi yang tidak perlu dan berkurangnya ketersediaan makanan bagi yang membutuhkan. (REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana)

Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dan badan pangan PBB, Selasa (7/2) mengatakan mengurangi setengah pemborosan makanan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan membantu mengatasi bahaya kelaparan bagi 153 juta orang di seluruh dunia.

Menurut badan pangan PBB atau FAO, sekitar sepertiga makanan yang diproduksi untuk dikonsumsi manusia hilang atau terbuang secara global, yang mengakibatkan emisi yang tidak perlu dan berkurangnya ketersediaan makanan bagi yang membutuhkan.

Pada 2033, jumlah kalori yang hilang dan terbuang dari produk pertanian sebelum mencapai toko dan rumah tangga bisa mencapai lebih dari dua kali lipat jumlah kalori yang dikonsumsi saat ini di negara-negara berpenghasilan rendah dalam satu tahun, menurut laporan itu.

Menurut laporan tersebut, mengurangi separuh dari jumlah makanan yang hilang dan terbuang sepanjang rantai pasokan dari pertanian ke meja makan, memiliki potensi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca pertanian global sebesar empat persen dan jumlah orang yang mengalami kekurangan gizi sebesar 153 juta pada 2030.

Sebuah truk Moulinot (perusahaan yang khusus mengumpulkan dan mendaur ulang limbah hayati), mengeluarkan limbah buah-buahan dan kacang-kacangan yang diangkutnya, di pusat penampungan sampah perusahaannya, di Stains, Perancis, 19 November 2021. (Foto oleh Eric PIERMONT / AFP)
Sebuah truk Moulinot (perusahaan yang khusus mengumpulkan dan mendaur ulang limbah hayati), mengeluarkan limbah buah-buahan dan kacang-kacangan yang diangkutnya, di pusat penampungan sampah perusahaannya, di Stains, Perancis, 19 November 2021. (Foto oleh Eric PIERMONT / AFP)

“Target ini merupakan batas atas yang sangat ambisius dan memerlukan perubahan besar baik dari pihak konsumen maupun produsen,” tambah mereka.

Pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya menyumbang sekitar seperlima emisi gas rumah kaca global yang disebabkan oleh aktivitas manusia.

Negara-negara anggota PBB telah berkomitmen untuk mengurangi limbah makanan per kapita sebesar 50 persen pada 2030 sebagai bagian dari tujuan pembangunan berkelanjutan. Namun tidak ada target global untuk mengurangi kehilangan makanan di sepanjang rantai pasokan produksi.

Antara 2021 dan 2023, buah-buahan dan sayuran menyumbang lebih dari separuh makanan yang hilang dan terbuang karena sifatnya yang sangat mudah rusak dan umur simpan yang relatif singkat, menurut laporan tersebut.

Selain itu, sereal juga disebut menyumbang lebih dari seperempat dari makanan yang hilang dan terbuang.

FAO memperkirakan sekitar 600 juta orang akan menghadapi bahaya kelaparan pada 2030. “Langkah-langkah untuk mengurangi kerugian dan pemborosan makanan dapat secara signifikan meningkatkan konsumsi pangan secara global karena ketersediaan pangan meningkat dan harga turun, memastikan akses yang lebih besar terhadap pangan bagi populasi berpendapatan rendah," menurut laporan tersebut.

Ditambahkan juga bahwa mengurangi separuh kerugian dan pemborosan makanan pada tahun 2030 berpotensi meningkatkan konsumsi pangan sebesar 10 persen di negara-negara berpendapatan rendah, enam persen di negara-negara berpendapatan menengah rendah, dan empat persen di negara-negara berpendapatan menengah atas. [ah/es]

See all News Updates of the Day

Pemotongan Anggaran Paksa Kedutaan Besar Amerika Akhiri Pendataan Polusi  

Sejumlah pemohon visa tampak mengantre untuk masuk ke dalam Kedutaan Besar AS di Beijing, pada 26 Juli 2018. (Foto: AP/Ng Han Guan)
Sejumlah pemohon visa tampak mengantre untuk masuk ke dalam Kedutaan Besar AS di Beijing, pada 26 Juli 2018. (Foto: AP/Ng Han Guan)

Amerika Serikat sejak 2008 telah memantau kualitas udara melalui kedutaan besarnya, sebagai layanan bagi warga Amerika di luar negeri tetapi juga sebagai cara yang semakin banyak digunakan untuk berbagi data ilmiah yang akurat yang mungkin disensor di luar negeri.

Amerika Serikat pada Selasa (4/3) mengakhiri pencatatan polusi oleh kedutaan besarnya, yang telah menjadi sumber data penting terutama di Beijing, karena Presiden Donald Trump memangkas pengeluaran luar negeri dan sektor lingkungan.

Departemen Luar Negeri AS menyebut “keterbatasan anggaran” sebagai alasan saat mengatakan pihaknya akan mengakhiri transmisi data Program Pemantauan Kualitas Udara.

“Iklim anggaran saat ini mengharuskan kami melakukan pemotongan yang sulit dan, sayangnya, kami tidak dapat terus menerbitkan data ini,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS.

Data historis akan tetap ada di situs Badan Perlindungan Lingkungan, tetapi data terkini dihentikan pada Selasa dan akan tetap tidak aktif kecuali pendanaan dipulihkan, kata Departemen Luar Negeri.

Amerika Serikat sejak 2008 telah memantau kualitas udara melalui kedutaan besarnya, sebagai layanan bagi warga Amerika di luar negeri tetapi juga sebagai cara yang semakin banyak digunakan untuk berbagi data ilmiah yang akurat yang mungkin disensor di luar negeri.

Di China, pihak berwenang negara tersebut pada 2014 melarang aplikasi populer untuk berbagi data dari kedutaan besar AS menjelang pertemuan puncak internasional besar yang dihadiri oleh presiden AS saat itu, Barack Obama.

Namun, para peneliti mengatakan bahwa transparansi tersebut telah memberikan dampak yang nyata, di mana China mengambil tindakan setelah dipermalukan oleh data kedutaan AS yang dirilis di media sosial, yang menunjukkan polusi yang jauh lebih buruk daripada angka resmi.

Duta besar era Obama untuk China, Gary Locke, menghadapi cemoohan di media pemerintah setelah dia menginisiasi penggunaan monitor di kedutaan dan konsulat yang melacak apa yang disebut partikel PM 2,5 yang terbawa dalam kabut asap tebal yang menyelimuti ibu kota China.

Data kualitas udara dari kedutaan AS juga sering digunakan sebagai referensi di New Delhi, yang memiliki masalah polusi yang parah.

Menerapkan Gerakan Ramah Lingkungan, Mengamalkan Ajaran Agama
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:59 0:00

Trump sejak kembali menjabat pada Januari telah memangkas pengeluaran termasuk untuk kerja sama internasional dan lingkungan karena dia berjanji untuk memangkas anggaran pemerintah dan memprioritaskan pemotongan pajak.

Di bawah arahan miliarder teknologi Elon Musk, pemerintahan Trump praktis menutup Badan Pembangunan Internasional AS (USAID), yang telah lama berada di garis depan dalam upaya AS untuk mendapatkan pengaruh di luar negeri.

Trump juga telah secara drastis mengurangi staf di sektor lingkungan dan menolak serangkaian inisiatif iklim oleh presiden sebelumnya, Joe Biden.

Polusi udara, yang diperburuk oleh perubahan iklim, berkontribusi terhadap hampir tujuh juta kematian dini di seluruh dunia setiap tahun, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). [ns/uh]

Gelombang Panas Paksa Filipina Tutup Sekolah di Hampir Separuh Wilayah Manila

Seorang pelajar menggunakan amplop untuk melindungi dirinya dari terik matahari di Manila pada 2 April 2024. (Foto: AFP)
Seorang pelajar menggunakan amplop untuk melindungi dirinya dari terik matahari di Manila pada 2 April 2024. (Foto: AFP)

Gelombang panas yang melanda sebagian besar wilayah Filipina pada April dan Mei tahun lalu menyebabkan kelas tatap muka ditiadakan hampir setiap hari sehingga berdampak pada jutaan siswa.

Cuaca panas ekstrem memaksa Filipina menutup sekolah di hampir separuh wilayah ibu kota pada Senin (3/3), menurut pejabat setempat. Negara tersebut kini memasuki musim kemarau yang terik dan menyengat.

Badan layanan cuaca nasional memperingatkan bahwa indeks panas, yang mengukur suhu udara dan kelembapan relatif, diperkirakan mencapai tingkat "berbahaya" di Manila dan dua wilayah lainnya di Filipina.

"Kram panas dan kelelahan akibat panas mungkin terjadi" pada tingkat tersebut, kata badan layanan cuaca, sambil memperingatkan warga di daerah terdampak untuk menghindari paparan sinar matahari yang berkepanjangan.

Gelombang panas yang melanda sebagian besar wilayah Filipina pada April dan Mei tahun lalu menyebabkan kelas tatap muka ditiadakan hampir setiap hari sehingga berdampak pada jutaan siswa.

Manila mencatat suhu tertinggi sepanjang sejarah, mencapai 38,8 derajat Celsius, pada 27 April tahun lalu.

Seorang pelajar menggunakan amplop untuk melindungi dirinya dari terik matahari di Manila pada 2 April 2024. (Foto: AFP)
Seorang pelajar menggunakan amplop untuk melindungi dirinya dari terik matahari di Manila pada 2 April 2024. (Foto: AFP)

Meskipun suhu pada Senin (3/3) diperkirakan hanya mencapai 33 derajat Celsius, pemerintah daerah di Manila dan enam distrik lainnya tetap memerintahkan penutupan sekolah sebagai langkah pencegahan.

Departemen Pendidikan mencatat bahwa wilayah ibu kota memiliki lebih dari 2,8 juta siswa.

Departemen Pendidikan di distrik Malabon, Manila, melalui pejabat Edgar Bonifacio, menyatakan bahwa penutupan kegiatan belajar berdampak pada lebih dari 68.000 siswa di 42 sekolah.

"Kami terkejut dengan peringatan indeks panas," kata Bonifacio kepada AFP, sembari menambahkan, "Kami belum merasakan panas yang ekstrem di luar."

Namun, berdasarkan protokol yang diterapkan selama gelombang panas tahun lalu, pengawas sekolah distrik merekomendasikan penangguhan kelas tatap muka.

Di distrik Valenzuela, pejabat sekolah Annie Bernardo mengatakan kepada AFP bahwa 69 sekolah di wilayahnya telah diinstruksikan untuk beralih ke model pembelajaran "alternatif," termasuk kelas daring.

Suhu rata-rata global pada 2024 mencetak rekor tertinggi dan bahkan sempat melewati ambang batas pemanasan kritis 1,5 derajat Celsius.

Pada Januari, UNICEF—badan PBB untuk anak-anak—melaporkan bahwa cuaca ekstrem mengganggu pendidikan sekitar 242 juta anak di 85 negara tahun lalu, termasuk Filipina, dengan gelombang panas sebagai faktor yang paling berdampak. [ah/rs]

Jepang Berjuang Hadapi Kebakaran Hutan Terbesar dalam Beberapa Dekade

Pemandangan udara menunjukkan bangunan terbakar akibat meluasnya kebakaran hutan di Ofunato, Prefektur Iwate, timur laut Jepang, 28 Februari 2025. (Foto: Kyodo/via REUTERS)
Pemandangan udara menunjukkan bangunan terbakar akibat meluasnya kebakaran hutan di Ofunato, Prefektur Iwate, timur laut Jepang, 28 Februari 2025. (Foto: Kyodo/via REUTERS)

Menurut pemerintah kota Ofunato, lebih dari 1.000 penduduk sekitar telah dievakuasi dan terdapat lebih dari 80 bangunan yang rusak hingga Jumat (28/2).

Jepang menghadapi kebakaran hutan terbesarnya dalam lebih dari tiga dekade pada Sabtu (1/3), yang merenggut satu nyawa dan memaksa lebih dari seribu orang untuk dievakuasi.

Badan Penanggulangan Bencana dan Kebakaran memperkirakan api telah menyebar sekitar 1.200 hektare di hutan Ofunato, wilayah utara Iwate, sejak kebakaran terjadi pada Rabu (26/2).

"Kami masih memeriksa ukuran area yang terkena dampak, tetapi ini adalah yang terbesar sejak kebakaran hutan tahun 1992 di Kushiro, Hokkaido," kata seorang juru bicara badan tersebut kepada AFP.

Kebakaran itu membakar 1.030 hektare, yang merupakan rekor sebelumnya.

Sekitar 1.700 petugas pemadam kebakaran dikerahkan dari seluruh negeri, kata badan tersebut.

Rekaman udara dari lembaga penyiaran publik NHK menunjukkan asap putih yang mengepul dan menutupi seluruh gunung.

Petugas pemadam kebakaran berupaya memadamkan kebakaran di Kota Ofunato, Prefektur Iwate, Jepang, 28 Februari 2025. (Foto: Badan Penanggulangan Bencana dan Kebakaran via REUTERS)
Petugas pemadam kebakaran berupaya memadamkan kebakaran di Kota Ofunato, Prefektur Iwate, Jepang, 28 Februari 2025. (Foto: Badan Penanggulangan Bencana dan Kebakaran via REUTERS)

Polisi setempat menemukan jasad satu orang yang terbakar pada Kamis (28/2).

Menurut pemerintah kota Ofunato, lebih dari 1.000 penduduk sekitar telah dievakuasi dan terdapat lebih dari 80 bangunan yang rusak hingga Jumat (28/2).

Penyebab kebakaran masih belum diketahui.

Dua kebakaran lainnya juga terjadi pada Sabtu (1/3), satu di Yamanashi dan satu lagi di tempat lain di Iwate.

Pada 2023, tercatat sekitar 1.300 kebakaran hutan di seluruh Jepang, yang sebagian besar terjadi antara Februari hingga April ketika udara mengering dan angin bertiup kencang.

Menurut data pemerintah, jumlah kebakaran hutan telah menurun sejak puncaknya pada era 1970-an.

Ofunato hanya mengalami curah hujan sebesar 2,5 milimeter pada bulan ini, dan diperkirakan akan turun jauh di bawah rekor terendah sebelumnya, yaitu 4,4 milimeter pada Februari 1967.

Tahun lalu merupakan tahun terpanas di Jepang sejak pencatatan dimulai, mengikuti tren negara-negara lain akibat emisi gas rumah kaca yang terus meningkat dan memicu perubahan iklim. [ah]

Vietnam Lambat Tangani Krisis Polusi

Kendaraan terlihat di tengah polusi udara yang parah di Hanoi pada 2 Januari 2025. (Foto: Nhac NGUYEN / AFP)
Kendaraan terlihat di tengah polusi udara yang parah di Hanoi pada 2 Januari 2025. (Foto: Nhac NGUYEN / AFP)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan polusi udara yang parah di negara itu menyebabkan kematian sedikitnya 70.000 orang per tahun.

Asap beracun membubung dari tumpukan kantong plastik dan daun yang dibakar di lahan pertanian Le Thi Huyen di Hanoi, kota yang tengah menghadapi lonjakan polusi udara yang mengkhawatirkan. Ironisnya pemerintah komunis tampaknya belum tergerak untuk mengatasi kondisi itu.

Dalam tiga bulan terakhir, ibu kota Vietnam itu secara berkala memuncaki peringkat kota-kota besar paling tercemar di dunia. Kondisi polusi yang parah membuat sembilan juta penduduknya kesulitan bernapas dan bahkan mengganggu jarak penglihatan karena terhalang kabut asap tebal.

Meski pemerintah telah menyusun berbagai rencana ambisius untuk mengatasi krisis udara itu, tetapi pelaksanaannya masih jauh panggang dari api. Para analis juga menyoroti kurangnya pemantauan terhadap pencapaian target yang telah ditetapkan.

Secara resmi, pembakaran jerami padi dan limbah sebetulnya sudah dilarang di negara itu sejak 2022. Namun, nyatanya aturan itu ternyata baru diketahui oleh Huyen.

Pemandangan Kota Hanoi, Vietnam, yang penuh polusi udara, pada 3 Januari 2025. (Foto: Thinh Nguyen/Reuters)
Pemandangan Kota Hanoi, Vietnam, yang penuh polusi udara, pada 3 Januari 2025. (Foto: Thinh Nguyen/Reuters)

"Saya belum pernah mendengar tentang larangan itu," kata Huyen kepada AFP. "Kalau tidak dibakar, lalu kita harus melakukan apa?" ujarnya, sambil melirik tumpukan limbah yang masih membara.

Bau asap dan plastik terbakar merupakan ciri khas kehidupan di banyak distrik Hanoi.

Buruknya kualitas udara di negara itu juga dipengaruhi oleh aktivitas pembangkit listrik uap tenaga batu bara (PLTU), meningkatnya jumlah pabrik, tingginya penggunaan sepeda motor berbahan bakar bensin, serta aktivitas konstruksi yang terus berlanjut. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan polusi udara yang parah itu menyebabkan kematian sedikitnya 70.000 orang per tahun.

Vietnam adalah pusat manufaktur dengan ekonomi yang berkembang pesat dan kebutuhan energi yang meningkat. Namun, pertumbuhan ini harus dibayar dengan harga tinggi, terutama di ibu kota yang padat, di mana kondisi geografis memperburuk masalah kualitas udara.

Namun, tidak seperti di kota-kota besar Asia lainnya yang berjuang melawan polusi, seperti Delhi atau Bangkok, kehidupan di Hanoi tetap berjalan seperti biasa, tidak peduli seberapa buruk udaranya.

Pihak berwenang tidak menutup sekolah. Juga tidak ada aturan bekerja dari rumah.

Para analis menyebutkan bahwa pemerintah memiliki keterkaitan erat dengan kepentingan ekonomi besar. Selain itu, pemerintah juga telah memenjarakan jurnalis independen dan aktivis lingkungan yang menyerukan solusi lebih cepat.

Ajakan Aksi

Hanoi sering menempati peringkat teratas dalam daftar kota besar paling tercemar di dunia menurut IQAir. Pada 2023, perusahaan pemantau asal Swiss itu juga menilai Hanoi sebagai salah satu dari 10 ibu kota paling tercemar.

Kota Ho Chi Minh merupakan pusat bisnis Vietnam dan bertujuan memangkas emisi dengan mewajibkan perusahaan menyerahkan data polusi kepada pemerintah. (Foto: AP)
Kota Ho Chi Minh merupakan pusat bisnis Vietnam dan bertujuan memangkas emisi dengan mewajibkan perusahaan menyerahkan data polusi kepada pemerintah. (Foto: AP)

Menghirup udara beracun berdampak serius pada kesehatan. WHO memperingatkan bahwa paparan jangka panjang dapat memicu stroke, penyakit jantung, kanker paru-paru, dan gangguan pernapasan.

Bank Dunia memperkirakan bahwa polusi udara, yang pada 2023 kembali ke tingkat sebelum pandemi, menyebabkan Vietnam kehilangan lebih dari $13 miliar per tahun. Angka ini setara dengan hampir tiga persen dari PDB negara tersebut tahun lalu.

"Situasinya mendesak," kata Muthukumara Mani, kepala ekonom lingkungan Bank Dunia, yang berkantor di Hanoi.

Bahkan media pemerintah, yang selama bertahun-tahun nyaris diam soal kualitas udara, kini semakin lantang bersuara di Vietnam, negara satu partai.

VietnamNet, situs berita resmi Kementerian Informasi dan Komunikasi, menerbitkan seruan tindakan yang jarang terjadi pada Januari. Media tersebut memperingatkan bahwa polusi udara adalah "krisis yang menuntut perhatian segera."

Pihak berwenang menolak memberikan komentar kepada AFP. Namun, Mani mengatakan bahwa masalah ini diakui "di tingkat tertinggi di negara itu," merujuk pada kunjungan pejabat senior Hanoi ke China untuk mempelajari cara Beijing mengatasi polusi udara yang sebelumnya parah.

Hanoi telah mengusulkan konsep zona rendah emisi dan menyusun rencana aksi untuk memastikan kualitas udara "sedang" atau lebih baik pada 75 persen hari dalam setahun. Namun, belum jelas apakah kedua kebijakan tersebut akan benar-benar diterapkan.

"Masalah yang sering terjadi di Vietnam adalah orang-orang lebih fokus pada target daripada memahami makna sebenarnya di baliknya," kata Bob Baulch, profesor ekonomi di Universitas RMIT Vietnam. [ah/ft]

Raja Maroko Imbau Masyarakat untuk Tidak Menyembelih Domba pada Iduladha Tahun Ini

Raja Maroko, Mohammed VI memberikan tepuk tangan dalam upacara penandatanganan dokumen pembangunan kota industri China di negara tersebut, dalam acara di Tangier, pada 20 Maret 2017. (Foto: AP/Abdeljalil Bounhar)
Raja Maroko, Mohammed VI memberikan tepuk tangan dalam upacara penandatanganan dokumen pembangunan kota industri China di negara tersebut, dalam acara di Tangier, pada 20 Maret 2017. (Foto: AP/Abdeljalil Bounhar)

Raja Maroko telah mengimbau warganya untuk tidak menyembelih domba pada Iduladha tahun ini akibat kekeringan yang mengakibatkan populasi ternak berkurang drastis dan melambungkan harga daging.

Jutaan domba, kambing, dan hewan ternak lainnya disembelih dalam perayaan Iduladha di seluruh dunia. Iduladha merupakan satu dari dua hari raya Islam penting yang tahun ini jatuh pada bulan Juni.

Namun akibat kekeringan yang melanda Maroko selama tujuh tahun berturut-turut, jumlah populasi ternak di negara tersebut berkurang sebesar 38 persen dalam 12 bulan terakhir.

Curah hujan berkurang 53 persen dari tingkat rata-rata dalam 30 tahun terakhir, menurut kementerian pertanian Maroko.

"Negara kami menghadapi tantangan iklim dan ekonomi yang menyebabkan penurunan drastis pada populasi hewan ternak," kara Raja Mohammed VI dalam pidato yang dibacakan oleh menteri agama di televisi nasional pada Rabu (26/2).

Meskipun menyadari pentingnya perayaan Iduladha, sang raja tetap mengimbau warga "untuk menahan diri dalam menjalankan ritual kurban."

Iduladha memperingati keikhlasan Nabi Ibrahim dalam mengorbankan putranya.

Ayah dari Raja Mohammed VI, Hassan II, juga pernah membuat imbauan serupa pada 1966 ketika Maroko mengalami kekeringan berkepanjangan.

Penurunan jumlah hewan ternak telah menyebabkan harga daging melambung tinggi. Kondisi tersebut mempersulit warga miskin di negara Afrika utara itu, yang besaran upah minimumnya berkisar 290 euro per bulan atau sekitar Rp4,9 juta. [rs]

Tunjukkan lebih banyak

XS
SM
MD
LG