Pihak berwenang penjara Sri Lanka sedang berusaha merekrut dua algojo pengeksekusi setelah presiden negara itu bersumpah untuk mengakhiri moratorium hukuman mati yang telah bertahan selama 43 tahun. Langkah baru ini diambil menyusul meningkatnya kasus kejahatan terkait narkoba di negara pulau di Samudera Hindia itu.
Wawancara terhadap para kandidat akan dilangsungkan bulan depan dan hanya dua orang yang akan diperkerjakan, kata juru bicara Departemen Urusan Penjara Thushara Upuldeniya, Rabu (13/2).
Iklan mengenai perekrutan itu muncul di harian pemerintah Daily News, Senin. Iklan itu menyebutkan, pelamar disyaratkan memiliki moral yang baik dan lulus uji ketahanan mental.
Kandidat disyaratkan pria berkewarganegaraan Sri Lanka dan berusia antara 18 dan 45 tahun. Gaji bulanan yang ditawarkan sekitar 203 dolar.
Keputusan Sri Lanka untuk memperkerjakan algojo muncul setelah Presiden Maithripala Sirisena mengatakan, eksekusi akan dimulai kembali dalam dua bulan terhadap para penyelundup narkoba. Sirisena bersumpah akan mengambil sikap keras terhadap para pengedar narkoba dan mencontoh negara tetangganya Filipina yang menggelar perang besar-besaran memberantas narkoba.
Sri Lanka terakhir kali mengeksekusi seorang tahanan pada 1976. Ketika itu, hukuman yang diberlakukan adalah hukuman gantung. [ab]