Ketua Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Bali, Putu Satyawira mengatakan pemberlakuan sertifikasi kompetensi bagi pekerja pariwisata di Indonesia oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif diharapkan tidak semata-mata untuk memberikan pengakuan terhadap kompetensi yang dimiliki tenaga kerja pariwisata, namun juga diikuti dengan kebijakan standardisasi gaji bagi pekerja pariwisata.
Putu menyatakan harus ada standar gaji yang jelas bagi pekerja pariwisata yang telah mengikuti sertifikasi kompetensi, sehingga besaran gaji yang diterima tidak sama dengan yang belum uji kompetensi. Selama ini penetapan gaji pekerja pariwisata hanya berdasarkan pedoman upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten (UMK).
“Dengan kompetensi begini, gajinya sekian, jadi ke perusahaan manapun dia masuk sudah ada kelasnya dengan mengikuti tingkat bintangnya hotel,” kata Putu.
Jika sesuai rencana, mulai tahun 2014 mendatang, seluruh pekerja pariwisata di Indonesia akan diwajibkan untuk mengikuti sertifikasi kompetensi pekerja pariwisata.
Inspektur Jenderal Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, I Gusti Putu Laksaguna, menyatakan kebijakan sertifikasi kompetensi adalah kewajiban yang harus diikuti oleh pekerja pariwisata. Berbeda dengan masalah standar gaji yang merupakan urusan pekerja pariwisata dengan pemilik usaha.
“Peningkatan penghasilan sangat tergantung pada sistem penggajian sementara sertifikasi kompetensi merupakan kewajiban. Jadi seluruh pekerja itu tersertifikasi berkualitas. Terserah sekarang pada pemilik usaha sendiri, bagaimana dia menghargai tenaga kerja yang sudah bersertifikat tadi,” ujar Laksaguna.
Bagus Sudibya, pemilik Hotel Puri Bagus, mengatakan jika tenaga kerja memiliki kompetensi tentunya akan diberikan standar gaji yang memadai.
“Pemilik usaha pasti akan mencari tenaga-tenaga yang kompeten. Untuk itu, tidak mungkin dia akan mencari tenaga murah karena kalau tenaganya murah biasanya kurang profesional,” katanya.
Putu menyatakan harus ada standar gaji yang jelas bagi pekerja pariwisata yang telah mengikuti sertifikasi kompetensi, sehingga besaran gaji yang diterima tidak sama dengan yang belum uji kompetensi. Selama ini penetapan gaji pekerja pariwisata hanya berdasarkan pedoman upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten (UMK).
“Dengan kompetensi begini, gajinya sekian, jadi ke perusahaan manapun dia masuk sudah ada kelasnya dengan mengikuti tingkat bintangnya hotel,” kata Putu.
Jika sesuai rencana, mulai tahun 2014 mendatang, seluruh pekerja pariwisata di Indonesia akan diwajibkan untuk mengikuti sertifikasi kompetensi pekerja pariwisata.
Inspektur Jenderal Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, I Gusti Putu Laksaguna, menyatakan kebijakan sertifikasi kompetensi adalah kewajiban yang harus diikuti oleh pekerja pariwisata. Berbeda dengan masalah standar gaji yang merupakan urusan pekerja pariwisata dengan pemilik usaha.
“Peningkatan penghasilan sangat tergantung pada sistem penggajian sementara sertifikasi kompetensi merupakan kewajiban. Jadi seluruh pekerja itu tersertifikasi berkualitas. Terserah sekarang pada pemilik usaha sendiri, bagaimana dia menghargai tenaga kerja yang sudah bersertifikat tadi,” ujar Laksaguna.
Bagus Sudibya, pemilik Hotel Puri Bagus, mengatakan jika tenaga kerja memiliki kompetensi tentunya akan diberikan standar gaji yang memadai.
“Pemilik usaha pasti akan mencari tenaga-tenaga yang kompeten. Untuk itu, tidak mungkin dia akan mencari tenaga murah karena kalau tenaganya murah biasanya kurang profesional,” katanya.