Kendaraan telah lama menjadi simbol status ekonomi bagi individu dan negara, dan di jalanan berlalu lintas lengang di Pyongyang, ibukota Korea Utara yang miskin dan terisolasi, sepeda listrik merupakan kendaraan yang sedang trendi di jalanan.
Hampir tidak terlihat dua tahun yang lalu, kendaraan beroda dua buatan China itu merupakan pemandangan umum minggu ini di kota tersebut, yang menjadi tuan rumah kongres pertama Partai Pekerja yang berkuasa dalam 36 terakhir.
Kim Jong-un, yang keluarganya menguasai negara selama hampir 70 tahun, diperkirakan akan mengkonsolidasikan kepemimpinannya di kongres tersebut.
Meski sepeda manual masih mendominasi jalanan Pyongyang, tren sepeda listrik mulai muncul tahun lalu, menurut warga lokal dan orang asing yang tinggal di ibukota tersebut.
"Istri saya membelikan sepeda ini untuk mempercepat waktu tempuh saya. Kita bisa membawa koper," ujar Kim Chol Jin, mahasiswa ilmu komputer di Kim Chaek University of Technology, yang mengendarai sepeda listriknya sepanjang jalan Mirae Scientists.
Menjamurnya sepeda listrik menyusul tren konsumen lokal lainnya baru-baru ini: lonjakan penggunaan lampu bohlam LED dan panel tenaga surya, untuk mengatasi kelangkaan listrik yang kronis di negara tersebut.
Sepeda yang dibuat oleh perusahaan China bernama Anqi dijual di tempat perbelanjaan Kwangbok di Pyongyang seharga 2,62 juta won, atau sekitar US$330 (Rp 4,4 juta).
Meski harganya jauh di atas jangkauan rakyat Korea Utara kebanyakan, ekonomi pasar 'abu-abu' (penjualan di saluran distribusi yang ilegal namun tidak diniatkan oleh pembuat produk) yang meluas telah memunculkan kelas konsumen yang dikenal sebagai "donju" atau "pemilik uang."
Sebagian besar warga sendiri masih bepergian dengan berjalan kaki atau dengan bus kota yang sangat padat.
Ou Xiongfei, manajer penjualan di perusahaan lain, Benling Cycle Tech Limited Co di Dongguan, China, mengatakan sepeda dan sepeda motor listrik diekspor lewat perusahaan-perusahaan perdagangan ke negara-negara termasuk Argentina, Iran dan Korea Utara.
"Banyak dari sepeda dan sepeda motor listrik kami diekspor ke Korea Utara," ujarnya kepada Reuters lewat telepon.
Lalu lintas semakin sibuk di Pyongyang, yang tahun lalu mulai membuka jalur-jalur khusus sepeda.
Untuk mengurai kepadatan, pihak berwenang telah memperkenalkan sistem dimana kendaraan-kendaraan diizinkan lewat pada hari-hari tertentu.
Lalu lintas masih jauh dari kemacetan total, namun sepeda listrik sekrang telah bergabung bersama taksi, armada mobil pribadi yang makin banyak, dan bus troli era Soviet yang telah menghujani ibukota selama puluhan tahun.
Troli itu tersambung dengan gardu listrik, membuat mereka rentan terhadap pemadaman, jadi sepeda listrik semakin menjadi alternatif populer ketika listrik tidak mengalir. [hd/dw]