Senat Amerika menyetujui kompromi pemotongan pajak yang kontroversial, dan peraturan tersebut kini dibawa ke DPR untuk dipertimbangkan. Para senator menyetujui RUU tersebut hari Rabu, dengan suara 81 berbanding 19.
Hari Rabu pagi, Presiden Barack Obama mengatakan rencana tersebut “tidak sempurna” tetapi akan membantu menciptakan lapangan pekerjaan. Presiden Obama mengatakan Amerika tidak dapat membiarkan langkah bernilai 858 milyar dollar itu menjadi korban penundaan atau kekalahan.
RUU tersebut mempertahankan pemotongan pajak bagi kelas menengah dan juga orang Amerika yang terkaya. RUU ini juga memperluas tunjangan pengangguran bagi para penganggur jangka panjang dan memberlakukan pemotongan pajak pendapatan sebesar dua persen.
Presiden Obama mencapai kompromi dengan para senator Partai Republik.
Sementara di DPR, banyak anggota Partai Demokrat mengatakan kompromi terlalu murah hati pada kelompok kaya. Tetapi senator-senator Republik berpendirian, seluruh pemotongan pajak harus diperpanjang.
Dalam perkembangan lainnya, Senat Amerika juga menyetujui untuk membuka secara resmi perdebatan tentang perjanjian pengawasan senjata nuklir yang baru dengan Rusia.
Senat Amerika hari Rabu setuju untuk mulai mempertimbangkan perjanjian START yang baru. Dengan demikian salah satu rintangan prosedur penting telah teratasi.
Beberapa jam sebelumnya, juru bicara Presiden Robert Gibbs menuduh bahwa beberapa senator Partai Republik melakukan “siasat politik” atas keamanan nasional, dengan mengancam untuk menunda ratifikasi perjanjian. Dalam sebuah pernyataan, Gibbs mengatakan senator Partai Republik Jim De Mint dari South Carolina ingin “menyia-nyiakan 12 jam” untuk membaca perjanjian itu yang telah tersedia untuk publik selama berbulan-bulan.
Ketua fraksi mayoritas di senat Harry Reid – dari Partai Demokrat – mengatakan ia berharap perjanjian tersebut dapat disahkan. Perjanjian tersebut harus didukung oleh sedikitnya 67 dari 100 anggota Senat.
Tetapi beberapa senator Partai Republik mengatakan mereka menentang kesepakatan itu, yang akan mengurangi persediaan 30 persen senjata nuklir masing-masing negara.