Sedini pekan depan, President Donald Trump kemungkinan menjadi presiden ketiga yang pernah dimakzulkan DPR AS. Jika DPR yang dikontrol fraksi Demokrat memutuskan untuk memakzulkan Trump atas tuduhan menyalahgunakan kekuasaan saat berurusan dengan Ukraina, kasus itu akan beralih ke Senat yang dikontrol fraksi Republik. Sidang pemakzulan di Senat yang akan berlangsung awal tahun depan kemungkinan menguntungkan presiden secara politik.
Ini bukan kali pertama Senat melakukan sidang pemakzulan. Pada 1999, Presiden Bill Clinton dibebaskan dari tuduhan berbohong di bawah sumpah dan melanggar hukum terkait hubungan intimnya dengan pegawai magang Monica Lewinsky.
Pada 1868, Presiden Andrew Johnson lolos sidang pemakzulan Senat berkat satu suara setelah ia dimakzulkan DPR karena melanggar undang-undang yang melindungi para pejabat tinggi pemerintahan dari kemungkinan pemecatan.
Dalam kasus Presiden Trump, fraksi Demokrat di DPR menuduhnya menyalahgunakan kekuasaan dan menghalang-halangi penyelidikan Kongres terkait dugaan bahwa ia menekan Ukraina untuk menyelidiki saingan politiknya, Joe Biden dari Partai Demokrat.
Jerry Nadler dari fraksi Demokrat adalah Ketua Komisi Kehakiman DPR. Ia mengatakan, "Presiden kita memamgku kepercayaan publik. Ketika ia melanggar kepercayaan itu dan menempatkan kepentingan dirinya di atas kepentingan negara, ia membahayakan konstitusi, ia membahayakan demokrasi kita, dan ia membahayakan keamanan nasional kita.”
Trump membantah tuduhan itu dan mengandalkan fraksi Republik di Senat untuk membebaskan dirinya dari semua tuduhan pada sidang pemakzulan.
"Fraksi Demokrat yang radikal dan DPR berusaha mengingkari suara kalian, mengabaikan hasil pemilu dan menggulingkan demokrasi kita. Itu tidak akan terjadi, kalian tidak perlu cemas. Itu tidak akan mengganggu tidur saya,” jelasnya.
Fraksi Republik di Kongres umumnya masih tetap setia kepada Trump. Hanya sedikit senator yang melontarkan kritikannya, menurut Julie Pace dari kantor berita Associated Press.
"Tidak berarti mereka akan memutuskan untuk menyatakan Trump bersalah, tapi kemungkinan kita akan melihat skenario di mana sejumlah anggota partainya Trump mengungkapkan keprihatinan mereka mengenai interaksi Trump dengan Ukraina," jelasnya.
Untuk memecat Trump dari jabatannya, dua pertiga anggota Senat, atau 67 dari 100, harus memutuskan Trump terbukti bersalah lakukan pelanggaran sesuai dengan satu atau lebih tuduhan dalam pasal-pasal pemakzulan.
Itu tidak mungkin terjadi, kata Larry Sabato dari University of Virginia. "Saya tidak melihat kemungkinan 20 Senator Partai Republik memberikan suara untuk memecat Trump. Mereka mungkin saja memutuskan untuk menyatakan Trump bersalah, dan kemudian menyatakan mengundurkan diri karena mereka tidak akan lama menjabat setelah memberikan suara itu,” jelas Larry.
Meski Trump lolos sidang pemakzulan Senat, tindakannya itu akan menjadi isu utama dalam kampanye presiden 2020. [ab/lt]