Tautan-tautan Akses

Sempat Divonis Bebas, Ayah Pemerkosa Anak Kandung Akhirnya Dijebloskan ke Rutan


Tangan narapidana terlihat dari dalam sel saat para narapidana menunggu persidangan. (Foto: REUTERS/Beawiharta)
Tangan narapidana terlihat dari dalam sel saat para narapidana menunggu persidangan. (Foto: REUTERS/Beawiharta)

Keadilan akhirnya berpihak kepada korban pemerkosaan di Kabupaten Aceh Besar, Aceh. Pelaku pemerkosaan, yang merupakan ayah kandung korban, sempat divonis bebas. Namun setelah Mahkamah Agung mengabulkan permintaan kasasi dari jaksa, pelaku divonis hukuman 200 bulan kurungan.

Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Besar, Shidqi Noer Salsa, mengatakan pihaknya telah menahan terdakwa kasus jarimah atau tindak pidana pemerkosaan terhadap anak kandung yang dilakukan MA.

Sebelumnya, MA sempat divonis bebas oleh Mahkamah Syar’iyah Jantho. Namun, setelah Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi dari jaksa, MA harus menjalani hukuman sesuai dengan tuntutan JPU pada pengadilan tingkat pertama, yakni hukuman penjara selama 200 bulan atau 16,6 tahun.

Salinan putusan kasasi dari Mahkamah Agung itu diterima jaksa Shidqi pada Senin (21/6). Dalam Salinan itu Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi dari JPU dan membatalkan putusan Mahkamah Syar’iyah Jantho.

Tim dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar saat melakukan eksekusi badan terhadap terdakwa MA untuk menjalani hukuman 200 bulan penjara di Rutan Jantho, Aceh, Kamis 24 Juni 2021. (Courtesy: Kejari Aceh Besar)
Tim dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar saat melakukan eksekusi badan terhadap terdakwa MA untuk menjalani hukuman 200 bulan penjara di Rutan Jantho, Aceh, Kamis 24 Juni 2021. (Courtesy: Kejari Aceh Besar)

“Menyatakan terdakwa MA terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dengan sengaja melakukan jarimah pemerkosaan terhadap orang yang memiliki hubungan mahram dengannya sebagaimana diatur dan diancam uqubat dalam Pasal 49 Qanun Aceh No 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayah. Menjatuhkan pidana penjara selama 200 bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” tulis petikan putusan kasasi tersebut.

Kemudian, pada Kamis (24/6), tim dari Kejari Aceh Besar menjebloskan MA ke Rutan Jantho.

“Kami kemarin sudah melakukan eksekusi berkoordinasi dengan tim intelijen dan juga dari pidana umum. Kami jemput terdakwa ini di kediamannya. Lalu, langsung kami limpahkan ke Rutan Jantho untuk melaksanakan hukuman badan,” kata Shidqi kepada VOA, Jumat (25/6).

Lanjut Shidqi, dikabulkannya permohonan kasasi itu dinilai telah memberikan rasa keadilan terhadap korban pemerkosaan yakni K. Apalagi dalam kasus ini korban pemerkosaan itu masih di bawah umur.

“Kami sangat mengapresiasi bahwa Mahkamah Agung di tingkat kasasi masih melihat perkara ini sesuai bukti-bukti yang JPU sampaikan di pengadilan tingkat pertama,” ujarnya.

Pelaku Lain Masih Bebas

Kendati MA telah divonis penjara selama 200 bulan. Namun, kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur ini belum sepenuhnya selesai. Dalam kasus pemerkosaan ini, ada terdakwa lain yakni DP yang merupakan paman korban. DP divonis bebas oleh Mahkamah Syar’iyah Aceh setelah mengajukan banding atas vonis dari Mahkamah Syar’iyah Jantho.

Lima pria, bagian dari kelompok 14 pria dan anak lelaki, dihukum karena pemerkosaan dan pembunuhan seorang gadis sekolah berusia 14 tahun, duduk di hadapan hakim selama hukuman di Curup, dekat Bengkulu, Sumatra, 29 September 2016. (Foto: REUTERS/Kanupriya
Lima pria, bagian dari kelompok 14 pria dan anak lelaki, dihukum karena pemerkosaan dan pembunuhan seorang gadis sekolah berusia 14 tahun, duduk di hadapan hakim selama hukuman di Curup, dekat Bengkulu, Sumatra, 29 September 2016. (Foto: REUTERS/Kanupriya

Pada 30 Maret 2021, DP, telah dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Syar’iyah Jantho dan dijatuhi hukuman penjara selama 200 bulan atau 16,6 tahun kurungan karena bersalah melakukan jarimah pemerkosaan terhadap orang yang memiliki hubungan mahram dengannya.

Namun, Mahkamah Syar’iyah Aceh membatalkan putusan Mahkamah Syar’iyah Jantho No 22/JN/2020/MS.Jth tentang kasus pemerkosaan anak di bawah umur di Kabupaten Aceh Besar, Aceh, dengan korban berinisial K dan terdakwa DP. Kemudian, Kamis (20/5) Mahkamah Syar’iyah Aceh menerima permohonan banding dari DP dan membebaskan terdakwa dari segala tuduhan. JPU kemudian melayangkan kasasi ke Mahkamah Agung atas vonis bebas yang diberikan Mahkamah Syar’iyah Aceh kepada DP.

Saat ini, kata Shidqi, pihaknya masih menanti putusan permohonan kasasi dari Mahkamah Agung atas vonis bebas yang diberikan Mahkamah Syar’iyah Aceh terhadap paman korban.

Namun, sampai saat ini kami masih menunggu proses kasasi hakim di tingkat Mahkamah Agung, mungkin sedang memeriksa berkas perkara yang sedang disampaikan oleh Mahkamah Syar’iyah Aceh. Prediksi bulan ini mungkin putusan (kasasi) sudah keluar, karena kalau kita lihat dari jarak waktu putusan terdakwa MA tidak terlalu lama. Apalagi ini menyita perhatian publik, pasti Mahkamah Agung akan bekerja dengan maksimal. Kita tunggu saja nanti terkait putusan dari Mahkamah Agung tentang vonis DP,” pungkasnya.

Publik Apresiasi Putusan Kasasi MA

Sementara, Presidium Balai Syura Ureung Inong Aceh, Suraiya Kamaruzzaman, sangat bersyukur atas putusan kasasi dari Mahkamah Agung terhadap ayah korban pemerkosaan. Namun, ada yang menjadi catatan penting dalam menangani kasus pemerkosaan terutama dengan korban anak di Aceh.

Presidium Balai Syura Ureung Inong Aceh, Suraiya Kamaruzzaman. (Foto: Dok Pribadi)
Presidium Balai Syura Ureung Inong Aceh, Suraiya Kamaruzzaman. (Foto: Dok Pribadi)

“Sangat penting sebenarnya menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak tidak menggunakan qanun jinayah. Kedua, hakim benar-benar harus memiliki perspektif anak. Pengadilan harus benar-benar mengakomodir bagaimana proses mengadili kasus dengan korban anak. Ini yang mungkin perlu menjadi catatan penting di sini,” katanya kepada VOA.

Suraiya melanjutkan, saat ini banyak masyarakat yang masih menanti-menanti hasil putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap DP. Banyak pihak berharap agar DP mendapatkan hukuman serupa seperti ayah korban.

“Kalau ada hukuman yang lebih tinggi, kita berharap mereka diberikan itu. Tapi karena itu hukuman maksimal yang dipakai dalam qanun jinayah,” ujarnya.

Tak Gunakan Qanun Untuk Perkosaan Anak

Mahkamah Syar’iyah yang ada di Aceh diminta untuk belajar dari kasus ini, terutama para hakimnya dalam menangani kasus pemerkosaan terhadap anak. Kata Suraiya, hakim seharusnya tidak lagi menggunakan qanun jinayah sebagai rujukan tapi harus berpedoman kepada Undang-Undang Perlindungan Anak.

“Undang-Undang Perlindungan Anak lebih komprehensif dan melindungi hak anak bahkan sampai mendapat restitusi. Ini yang seharusnya menjadi perhatian hakim di Aceh,” tandasnya.

Aktivis memegang lilin dan meneriakkan slogan-slogan saat berjaga untuk seorang gadis remaja yang diperkosa dan dibunuh oleh 14 pria di Bengkulu, di luar istana presiden di Jakarta, 4 Mei 2016. (Foto: AP)
Aktivis memegang lilin dan meneriakkan slogan-slogan saat berjaga untuk seorang gadis remaja yang diperkosa dan dibunuh oleh 14 pria di Bengkulu, di luar istana presiden di Jakarta, 4 Mei 2016. (Foto: AP)

Seperti yang diketahui, kasus pemerkosaan di Aceh Besar yang dialami K, yang berusia 10 tahun, menyita perhatian masyarakat luas. Pasalnya, dalam kasus pemerkosaan ini dua orang yang seharusnya menjadi pelindung anak piatu ini malah menjadi predator seksual yang merusak masa depannya.

Pemerkosaan oleh ayah dan paman korban itu dilakukan pada saat berbeda, di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, pada Agustus 2020. Kemudian, kasus ini berjalan sampai ke tingkat pengadilan. Di mana pelaku MA terlebih dahulu menjalani persidangan. Selanjutnya, DP pun turut diadili. [aa/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG