Selandia Baru pada Jumat (5/4) mengatakan pihaknya siap menandatangani perjanjian kerja sama baru dengan NATO, sewaktu negara tersebut mempertimbangkan kembali situasi keamanannya dalam menghadapi ketegangan regional dan meningkatnya kekuatan militer China.
Menteri Luar Negeri Winston Peters mengatakan setelah kunjungan dua hari ke markas NATO di Brussels bahwa “program kemitraan” dengan aliansi tersebut akan disepakati “dalam beberapa bulan mendatang”.
Sejak koalisi kanan-tengah terpilih pada Oktober lalu, Selandia Baru yang selama ini bersikap mandiri, berupaya memperdalam hubungan militer dengan sekutu-sekutu “tradisional” Barat.
“Pemerintah koalisi telah memperjelas penekanan kuat yang diberikan pada kerja sama dengan mitra-mitra tradisional Selandia Baru, dan NATO adalah bagian besar dari hal tersebut,” kata Peters.
Selandia Baru telah menjalin kemitraan dengan NATO sejak tahun 2012, namun kesepakatan baru ini diharapkan dapat mendorong keselarasan strategis yang lebih erat.
Wellington juga berencana untuk bergabung dalam penelitian gabungan Australia, AS, dan Inggris mengenai penggunaan kecerdasan buatan, senjata hipersonik, dan teknologi baru lainnya dalam militer.
Sejak Perang Dunia II, Selandia Baru telah menjadi bagian dari aliansi berbagi intelijen FiveEyes dengan Australia, Kanada, Inggris, dan Amerika Serikat.
Namun terkadang negara ini menjadi sekutu yang sulit jika menyangkut masalah militer.
Keberatan Selandia Baru terhadap senjata nuklir menyebabkan perjanjian pertahanan yang telah berlangsung selama puluhan tahun dengan Amerika Serikat terhenti pada tahun 1980an.
Permainan berbahaya
Dan ketergantungan Selandia Baru pada perdagangan dengan China – mitra komersial terbesar Selandia Baru – telah memaksa Wellington untuk menempuh jalur diplomatik yang sensitif antara Beijing dan Washington.
“Selandia Baru sedang memainkan permainan yang berbahaya,” Geoffrey Miller, analis geopolitik di Universitas Victoria Wellington mengatakan kepada AFP.
Miller khawatir bahwa penandatanganan perjanjian baru dengan NATO atau bergabung dengan AUKUS dapat dilihat sebagai “bendera merah” oleh China.
“Pada titik tertentu, China mungkin akan mengambil tindakan balasan,” katanya.
Beijing sangat kritis terhadap pakta AUKUS, yang mencakup penyediaan armada kapal selam bertenaga nuklir kepada Australia.
Sudah ada tanda-tanda bahwa ketegangan dengan China sedang meningkat. Pada bulan Maret, Menteri Luar Negeri China Wang Yi melakukan kunjungan langka ke negara tersebut dan berbicara tentang memperkuat hubungan diplomatik.
Pada saat yang sama, pemerintah Selandia Baru mengungkapkan sebuah kelompok yang didukung negara China meretas sistem parlementernya pada tahun 2021.
Beijing menolak tuduhan serangan siber tersebut dan menyebutnya sebagai tuduhan yang tidak berdasar dan tidak bertanggung jawab.
Peters diperkirakan akan bertemu Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken minggu depan.
Keinginan Selandia Baru untuk memperbarui kekuatan militernya yang berjumlah sekitar 15.000 personel dan meningkatkan persenjataannya yang sudah tua kemungkinan besar akan menjadi prioritas utama.
Kementerian Pertahanan Selandia Baru tahun lalu mengakui pasukannya "tidak dalam kondisi fit untuk menanggapi tantangan di masa depan".
Mantan diplomat Selandia Baru Marion Crawshaw mengatakan pemerintah harus meningkatkan belanja pertahanan ketika anggaran diumumkan bulan depan.
“Anda hanya perlu melihat ke seluruh dunia untuk berpikir bahwa kita perlu berbuat lebih banyak dan belanja lebih banyak,” katanya kepada AFP. [ab/lt]
Forum