Tautan-tautan Akses

Sekolah Khusus di Washington Ubah Kehidupan Remaja Putri AS Keturunan Afrika


Menurut Suster Mary Bourdon, pendiri Washington Middle School, seringkali siswa masuk ke sekolah itu dengan nilai yang rendah dan tidak punya kemauan atau motivasi yang kuat (foto: Dok).
Menurut Suster Mary Bourdon, pendiri Washington Middle School, seringkali siswa masuk ke sekolah itu dengan nilai yang rendah dan tidak punya kemauan atau motivasi yang kuat (foto: Dok).

Sebuah sekolah di Washington, DC membantu mengubah kehidupan remaja-remaja perempuan Amerika keturunan Afrika yang kebanyakan berasal dari keluarga miskin.

Sebuah sekolah di Washington, DC membuat gebrakan bagi remaja-remaja perempuan Amerika keturunan Afrika. Keluarga mereka hidup di bawah garis kemiskinan, dengan penghasilan 35.000 dolar setahun per kepala keluarga dengan 4 anggota keluarga, di sebuah komunitas di mana lebih dari separuh siswanya putus sekolah sebelum mereka menginjak SMA.

Mereka memulai hari mereka dengan berdoa. Kemudian menuju ke kelas di Washington Middle School untuk perempuan yang terletak di ibukota Amerika. Seratus siswa menimba ilmu di sekolah Katolik ini. Mereka datang dari keluarga berpenghasilan rendah dengan latar belakang keluarga yang rumit. Banyak dari mereka hanya dibesarkan oleh ibu atau oleh kakek-nenek mereka.

Suster Mary Bourdon mendirikan sekolah itu 14 tahun lalu. Sumbangan dari perorangan, cukup untuk menutup semua biaya sekolah itu, termasuk uang sekolah sebesar 15.000 dolar per tahun, dan program makan siang yang disubsidi pemerintah federal yang menyajikan makanan hangat untuk para siswa tiap hari. Sekolah itu terletak di komunitas, di mana terdapat angka kehamilan remaja yang tinggi, dan banyak remaja perempuan berisiko meninggalkan sekolah.

Suster Bourdon menuturkan, "Inilah sekolah yang kami inginkan, di mana kami bisa mengawasi anak-anak perempuan selama mereka duduk di SMP, dan mengarahkan mereka menuju masa dewasa yang sehat dan bahagia."

Suster Bourdon mengatakan, seringkali siswa-siswa itu masuk ke sekolah ini dengan nilai yang rendah dan tidak punya kemauan atau motivasi yang kuat. "Hal pertama yang kami lakukan adalah, mempekerjakan guru yang bisa menyemangati mereka untuk belajar. Mereka masing-masing mendapat perhatian khusus,” paparnya lagi.

Satu kelas tidak banyak muridnya, sehingga memberi kesempatan pada guru, seperti Kelly Lockard, untuk memberi perhatian lebih besar pada masing-masing siswa. Lockard memaparkan, "Jika saya mampu membangun hubungan itu dengan mereka dan jika mereka merasa mantap berhubungan dengan saya, itu mendorong motivasi dalam diri mereka, dan membantu mereka untuk merasa tenteram dan tidak segan menanyakan apa saja yang perlu mereka tanyakan, mengenai matematika atau tentang kehidupan.”

Neaje, yang kelak ingin menjadi seorang dokter, mengatakan, "Di sekolah saya terdahulu, rasa kasih dan kepedulian yang mereka perlihatkan kepada saya tidak sebanyak di sekolah ini. Kami punya harapan tinggi pada diri kami sendiri dan juga pada guru kami.”

Makayla adalah contoh sukses lainnya. Ia masuk ke sekolah ini tiga tahun lalu, dihinggapi rasa malu dan kurang punya rasa percaya diri. Kini, dia bersemangat untuk belajar. Ia menuturkan, “Saya di sini merasa tertantang. Saya tidak merasa seperti saya mendapat pendidikan rendah atau kurang baik untuk saya. Saya merasa seperti saya didorong untuk mengatasi keterbatasan saya, dan melakukan yang terbaik.”

Makayla mengatakan, sekolah ini telah memberinya harapan untuk mencapai cita-citanya. "Saya berpendapat, seharusnya lebih banyak sekolah seperti ini, karena menyediakan pendidikan yang bagus dan menolong kita memenuhi potensi maksimum kita,” tambahnya.

Sembilan puluh tujuh persen siswa di sini lulus SMA, lebih dari dua kali dibandingkan sekolah-sekolah negeri di Washington, DC. Hal itu merupakan keberhasilan bagi sebuah sekolah swasta yang berjuang agar remaja-remaja perempuan berhasil mencapai cita-cita mereka.
XS
SM
MD
LG