Tautan-tautan Akses

Isu Iklim

Sekjen PBB: Dunia Semakin Jauh dari Target Membatasi Pemanasan Global

Siluet seorang perempuan terlihat di saat matahari terbenam di Kansas City, Missouri, ketika suhu panas melanda wilayah tersebut pada 20 Agustus 2023. (Foto: AP/Charlie Riedel)
Siluet seorang perempuan terlihat di saat matahari terbenam di Kansas City, Missouri, ketika suhu panas melanda wilayah tersebut pada 20 Agustus 2023. (Foto: AP/Charlie Riedel)

Sekretaris Jenderal PBB pada hari Rabu (5/6) mengatakan bahwa dunia sedang berada pada "momen genting" untuk mencapai target-target yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Paris 2015 untuk membatasi pemanasan global, di saat planet bumi baru saja mengalami 12 bulan terpanas secara berturut-turut dalam sejarah.

“Kenyataannya, hampir sepuluh tahun sejak Perjanjian Paris diberlakukan, target untuk membatasi pemanasan global jangka panjang hingga 1,5 derajat Celcius masih menggantung di ujung tanduk," kata Antonio Guterres kepada para hadirin di Museum Sejarah Alam Amerika di New York, di mana sebuah pameran mengenai dinosaurus yang telah punah di museum tersebut menjadi pengingat lain akan kondisi planet yang memburuk.

“Organisasi Meteorologi Dunia melaporkan hari ini bahwa ada kemungkinan 80% suhu rata-rata tahunan global akan melebihi batas 1,5 derajat dalam setidaknya satu dari lima tahun ke depan,” katanya.

“Kita sedang bertaruh dengan planet kita,” ujarnya memperingatkan dalam sebuah pidato khusus tentang iklim yang ia sampaikan di bawah patung paus biru yang terkenal di museum tersebut. Pidato itu menandai peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia.

Sekjen PBB itu mengatakan bahwa 1% negara terkaya mengeluarkan polusi sebanyak dua pertiga dari seluruh umat manusia.

Ia juga mengatakan bahwa bumi menghasilkan sekitar 40 miliar ton karbon dioksida setiap tahunnya dan akan menghabiskan “anggaran karbon” yang tersisa sekitar 200 miliar ton sebelum tahun 2030. Guterres kemudia menyebutkan bahwa emisi global harus turun sebesar 9% setiap tahun antara saat ini dan 2030 untuk menjaga batas 1,5 derajat Celcius. Tahun lalu, emisi global naik 1%.

Biaya untuk krisis iklim akan terus bertambah tanpa adanya tindakan yang berarti.

“Meskipun besok emisi mencapai nol, sebuah studi baru-baru ini menemukan bahwa kekacauan iklim masih akan menelan biaya setidaknya $38 triliun per tahun pada tahun 2050,” kata Guterres.

Bahan bakar fosil

Krisis iklim telah menjadi isu utama dalam masa jabatan Guterres sejak ia menjadi diplomat tertinggi di dunia tujuh setengah tahun yang lalu. Ia telah berulang kali menyerukan penghentian penggunaan batu bara dan bahan bakar fosil lainnya dan beralih ke energi terbarukan yang lebih bersih seperti tenaga angin dan tenaga surya - yang telah menghasilkan hampir sepertiga kapasitas listrik dunia.

Dia meningkatkan peringatannya pada Rabu dengan mendesak bank-bank untuk berhenti membiayai proyek-proyek minyak, batu bara dan gas dan sebagai gantinya berinvestasi pada energi terbarukan. Ia meminta negara-negara untuk melarang iklan dari produsen bahan bakar fosil dan mengatakan bahwa platform berita dan teknologi harus berhenti menerima iklan mereka.

“Saya menyerukan kepada para pemimpin industri bahan bakar fosil untuk memahami bahwa jika Anda tidak berada di jalur cepat menuju transformasi energi bersih, Anda membawa bisnis Anda ke jalan buntu - dan menyeret kita semua,” ujar Sekjen PBB.

Guterres menambahkan bahwa industri minyak dan gas hanya menginvestasikan 2,5% dari total pengeluaran untuk energi bersih pada tahun lalu. Ia mendesak perusahaan-perusahaan hubungan masyarakat dan pelobi untuk berhenti mendukung industri “penghancuran planet” ini dan meninggalkan klien-klien tersebut.

“Banyak orang di industri bahan bakar fosil yang tanpa malu-malu melakukan greenwashing, bahkan ketika mereka berusaha untuk menunda aksi iklim - dengan lobi, ancaman hukum, dan kampanye iklan yang besar-besaran," katanya.

Menyamakan upaya

Sekretaris Jenderal PBB itu menegaskan kembali pendiriannya bahwa mereka yang paling sedikit berkontribusi terhadap krisis iklim adalah mereka yang paling menderita - terutama negara-negara miskin di Afrika dan negara-negara kepulauan kecil. Negara-negara ekonomi utama G20 menghasilkan 80% emisi dunia.

“Sangat memalukan bahwa mereka yang paling rentan dibiarkan terlantar, berjuang mati-matian untuk menghadapi krisis iklim yang tidak mereka ciptakan,” katanya. Guterres memperingatkan bahwa perbedaan antara 1,5 dan 2 derajat dapat berarti kelangsungan hidup atau kepunahan bagi beberapa negara kepulauan kecil dan masyarakat pesisir.

“1,5 derajat bukanlah sebuah target. Itu bukan tujuan. Ini adalah batas fisik,” katanya. Pemanasan global telah merusak lautan di planet ini, terumbu karang dan ekosistem laut, serta mencairnya es laut. Di seluruh dunia, banjir besar, kekeringan, gelombang panas, kebakaran hutan, dan bencana lain yang berhubungan dengan iklim menjadi semakin sering terjadi.

Sekretaris Jenderal PBB mengatakan bahwa harus ada lebih banyak pembiayaan dan dukungan teknis dari negara-negara kaya untuk mengurangi dampak iklim dan berinvestasi pada energi terbarukan bagi negara-negara berpenghasilan rendah.

Ia juga mengatakan bahwa sistem peringatan dini global harus tersedia pada tahun 2027, untuk melindungi semua orang di Bumi dari cuaca, air, dan iklim yang berbahaya.

Dia mendesak warga untuk terus membuat suara mereka didengar dan mengatakan bahwa inilah saatnya bagi para pemimpin untuk memutuskan di pihak siapa mereka berada.

“Sekarang adalah waktunya untuk menggerakkan; sekarang adalah waktunya untuk bertindak; sekarang adalah waktunya untuk menyampaikan,” ujarnya yang disambut tepuk tangan meriah. “Ini adalah momen kebenaran kita.” [my/jm]

See all News Updates of the Day

Gelombang Panas Paksa Filipina Tutup Sekolah di Hampir Separuh Wilayah Manila

Seorang pelajar menggunakan amplop untuk melindungi dirinya dari terik matahari di Manila pada 2 April 2024. (Foto: AFP)
Seorang pelajar menggunakan amplop untuk melindungi dirinya dari terik matahari di Manila pada 2 April 2024. (Foto: AFP)

Gelombang panas yang melanda sebagian besar wilayah Filipina pada April dan Mei tahun lalu menyebabkan kelas tatap muka ditiadakan hampir setiap hari sehingga berdampak pada jutaan siswa.

Cuaca panas ekstrem memaksa Filipina menutup sekolah di hampir separuh wilayah ibu kota pada Senin (3/3), menurut pejabat setempat. Negara tersebut kini memasuki musim kemarau yang terik dan menyengat.

Badan layanan cuaca nasional memperingatkan bahwa indeks panas, yang mengukur suhu udara dan kelembapan relatif, diperkirakan mencapai tingkat "berbahaya" di Manila dan dua wilayah lainnya di Filipina.

"Kram panas dan kelelahan akibat panas mungkin terjadi" pada tingkat tersebut, kata badan layanan cuaca, sambil memperingatkan warga di daerah terdampak untuk menghindari paparan sinar matahari yang berkepanjangan.

Gelombang panas yang melanda sebagian besar wilayah Filipina pada April dan Mei tahun lalu menyebabkan kelas tatap muka ditiadakan hampir setiap hari sehingga berdampak pada jutaan siswa.

Manila mencatat suhu tertinggi sepanjang sejarah, mencapai 38,8 derajat Celsius, pada 27 April tahun lalu.

Seorang pelajar menggunakan amplop untuk melindungi dirinya dari terik matahari di Manila pada 2 April 2024. (Foto: AFP)
Seorang pelajar menggunakan amplop untuk melindungi dirinya dari terik matahari di Manila pada 2 April 2024. (Foto: AFP)

Meskipun suhu pada Senin (3/3) diperkirakan hanya mencapai 33 derajat Celsius, pemerintah daerah di Manila dan enam distrik lainnya tetap memerintahkan penutupan sekolah sebagai langkah pencegahan.

Departemen Pendidikan mencatat bahwa wilayah ibu kota memiliki lebih dari 2,8 juta siswa.

Departemen Pendidikan di distrik Malabon, Manila, melalui pejabat Edgar Bonifacio, menyatakan bahwa penutupan kegiatan belajar berdampak pada lebih dari 68.000 siswa di 42 sekolah.

"Kami terkejut dengan peringatan indeks panas," kata Bonifacio kepada AFP, sembari menambahkan, "Kami belum merasakan panas yang ekstrem di luar."

Namun, berdasarkan protokol yang diterapkan selama gelombang panas tahun lalu, pengawas sekolah distrik merekomendasikan penangguhan kelas tatap muka.

Di distrik Valenzuela, pejabat sekolah Annie Bernardo mengatakan kepada AFP bahwa 69 sekolah di wilayahnya telah diinstruksikan untuk beralih ke model pembelajaran "alternatif," termasuk kelas daring.

Suhu rata-rata global pada 2024 mencetak rekor tertinggi dan bahkan sempat melewati ambang batas pemanasan kritis 1,5 derajat Celsius.

Pada Januari, UNICEF—badan PBB untuk anak-anak—melaporkan bahwa cuaca ekstrem mengganggu pendidikan sekitar 242 juta anak di 85 negara tahun lalu, termasuk Filipina, dengan gelombang panas sebagai faktor yang paling berdampak. [ah/rs]

Jepang Berjuang Hadapi Kebakaran Hutan Terbesar dalam Beberapa Dekade

Pemandangan udara menunjukkan bangunan terbakar akibat meluasnya kebakaran hutan di Ofunato, Prefektur Iwate, timur laut Jepang, 28 Februari 2025. (Foto: Kyodo/via REUTERS)
Pemandangan udara menunjukkan bangunan terbakar akibat meluasnya kebakaran hutan di Ofunato, Prefektur Iwate, timur laut Jepang, 28 Februari 2025. (Foto: Kyodo/via REUTERS)

Menurut pemerintah kota Ofunato, lebih dari 1.000 penduduk sekitar telah dievakuasi dan terdapat lebih dari 80 bangunan yang rusak hingga Jumat (28/2).

Jepang menghadapi kebakaran hutan terbesarnya dalam lebih dari tiga dekade pada Sabtu (1/3), yang merenggut satu nyawa dan memaksa lebih dari seribu orang untuk dievakuasi.

Badan Penanggulangan Bencana dan Kebakaran memperkirakan api telah menyebar sekitar 1.200 hektare di hutan Ofunato, wilayah utara Iwate, sejak kebakaran terjadi pada Rabu (26/2).

"Kami masih memeriksa ukuran area yang terkena dampak, tetapi ini adalah yang terbesar sejak kebakaran hutan tahun 1992 di Kushiro, Hokkaido," kata seorang juru bicara badan tersebut kepada AFP.

Kebakaran itu membakar 1.030 hektare, yang merupakan rekor sebelumnya.

Sekitar 1.700 petugas pemadam kebakaran dikerahkan dari seluruh negeri, kata badan tersebut.

Rekaman udara dari lembaga penyiaran publik NHK menunjukkan asap putih yang mengepul dan menutupi seluruh gunung.

Petugas pemadam kebakaran berupaya memadamkan kebakaran di Kota Ofunato, Prefektur Iwate, Jepang, 28 Februari 2025. (Foto: Badan Penanggulangan Bencana dan Kebakaran via REUTERS)
Petugas pemadam kebakaran berupaya memadamkan kebakaran di Kota Ofunato, Prefektur Iwate, Jepang, 28 Februari 2025. (Foto: Badan Penanggulangan Bencana dan Kebakaran via REUTERS)

Polisi setempat menemukan jasad satu orang yang terbakar pada Kamis (28/2).

Menurut pemerintah kota Ofunato, lebih dari 1.000 penduduk sekitar telah dievakuasi dan terdapat lebih dari 80 bangunan yang rusak hingga Jumat (28/2).

Penyebab kebakaran masih belum diketahui.

Dua kebakaran lainnya juga terjadi pada Sabtu (1/3), satu di Yamanashi dan satu lagi di tempat lain di Iwate.

Pada 2023, tercatat sekitar 1.300 kebakaran hutan di seluruh Jepang, yang sebagian besar terjadi antara Februari hingga April ketika udara mengering dan angin bertiup kencang.

Menurut data pemerintah, jumlah kebakaran hutan telah menurun sejak puncaknya pada era 1970-an.

Ofunato hanya mengalami curah hujan sebesar 2,5 milimeter pada bulan ini, dan diperkirakan akan turun jauh di bawah rekor terendah sebelumnya, yaitu 4,4 milimeter pada Februari 1967.

Tahun lalu merupakan tahun terpanas di Jepang sejak pencatatan dimulai, mengikuti tren negara-negara lain akibat emisi gas rumah kaca yang terus meningkat dan memicu perubahan iklim. [ah]

Vietnam Lambat Tangani Krisis Polusi

Kendaraan terlihat di tengah polusi udara yang parah di Hanoi pada 2 Januari 2025. (Foto: Nhac NGUYEN / AFP)
Kendaraan terlihat di tengah polusi udara yang parah di Hanoi pada 2 Januari 2025. (Foto: Nhac NGUYEN / AFP)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan polusi udara yang parah di negara itu menyebabkan kematian sedikitnya 70.000 orang per tahun.

Asap beracun membubung dari tumpukan kantong plastik dan daun yang dibakar di lahan pertanian Le Thi Huyen di Hanoi, kota yang tengah menghadapi lonjakan polusi udara yang mengkhawatirkan. Ironisnya pemerintah komunis tampaknya belum tergerak untuk mengatasi kondisi itu.

Dalam tiga bulan terakhir, ibu kota Vietnam itu secara berkala memuncaki peringkat kota-kota besar paling tercemar di dunia. Kondisi polusi yang parah membuat sembilan juta penduduknya kesulitan bernapas dan bahkan mengganggu jarak penglihatan karena terhalang kabut asap tebal.

Meski pemerintah telah menyusun berbagai rencana ambisius untuk mengatasi krisis udara itu, tetapi pelaksanaannya masih jauh panggang dari api. Para analis juga menyoroti kurangnya pemantauan terhadap pencapaian target yang telah ditetapkan.

Secara resmi, pembakaran jerami padi dan limbah sebetulnya sudah dilarang di negara itu sejak 2022. Namun, nyatanya aturan itu ternyata baru diketahui oleh Huyen.

Pemandangan Kota Hanoi, Vietnam, yang penuh polusi udara, pada 3 Januari 2025. (Foto: Thinh Nguyen/Reuters)
Pemandangan Kota Hanoi, Vietnam, yang penuh polusi udara, pada 3 Januari 2025. (Foto: Thinh Nguyen/Reuters)

"Saya belum pernah mendengar tentang larangan itu," kata Huyen kepada AFP. "Kalau tidak dibakar, lalu kita harus melakukan apa?" ujarnya, sambil melirik tumpukan limbah yang masih membara.

Bau asap dan plastik terbakar merupakan ciri khas kehidupan di banyak distrik Hanoi.

Buruknya kualitas udara di negara itu juga dipengaruhi oleh aktivitas pembangkit listrik uap tenaga batu bara (PLTU), meningkatnya jumlah pabrik, tingginya penggunaan sepeda motor berbahan bakar bensin, serta aktivitas konstruksi yang terus berlanjut. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan polusi udara yang parah itu menyebabkan kematian sedikitnya 70.000 orang per tahun.

Vietnam adalah pusat manufaktur dengan ekonomi yang berkembang pesat dan kebutuhan energi yang meningkat. Namun, pertumbuhan ini harus dibayar dengan harga tinggi, terutama di ibu kota yang padat, di mana kondisi geografis memperburuk masalah kualitas udara.

Namun, tidak seperti di kota-kota besar Asia lainnya yang berjuang melawan polusi, seperti Delhi atau Bangkok, kehidupan di Hanoi tetap berjalan seperti biasa, tidak peduli seberapa buruk udaranya.

Pihak berwenang tidak menutup sekolah. Juga tidak ada aturan bekerja dari rumah.

Para analis menyebutkan bahwa pemerintah memiliki keterkaitan erat dengan kepentingan ekonomi besar. Selain itu, pemerintah juga telah memenjarakan jurnalis independen dan aktivis lingkungan yang menyerukan solusi lebih cepat.

Ajakan Aksi

Hanoi sering menempati peringkat teratas dalam daftar kota besar paling tercemar di dunia menurut IQAir. Pada 2023, perusahaan pemantau asal Swiss itu juga menilai Hanoi sebagai salah satu dari 10 ibu kota paling tercemar.

Kota Ho Chi Minh merupakan pusat bisnis Vietnam dan bertujuan memangkas emisi dengan mewajibkan perusahaan menyerahkan data polusi kepada pemerintah. (Foto: AP)
Kota Ho Chi Minh merupakan pusat bisnis Vietnam dan bertujuan memangkas emisi dengan mewajibkan perusahaan menyerahkan data polusi kepada pemerintah. (Foto: AP)

Menghirup udara beracun berdampak serius pada kesehatan. WHO memperingatkan bahwa paparan jangka panjang dapat memicu stroke, penyakit jantung, kanker paru-paru, dan gangguan pernapasan.

Bank Dunia memperkirakan bahwa polusi udara, yang pada 2023 kembali ke tingkat sebelum pandemi, menyebabkan Vietnam kehilangan lebih dari $13 miliar per tahun. Angka ini setara dengan hampir tiga persen dari PDB negara tersebut tahun lalu.

"Situasinya mendesak," kata Muthukumara Mani, kepala ekonom lingkungan Bank Dunia, yang berkantor di Hanoi.

Bahkan media pemerintah, yang selama bertahun-tahun nyaris diam soal kualitas udara, kini semakin lantang bersuara di Vietnam, negara satu partai.

VietnamNet, situs berita resmi Kementerian Informasi dan Komunikasi, menerbitkan seruan tindakan yang jarang terjadi pada Januari. Media tersebut memperingatkan bahwa polusi udara adalah "krisis yang menuntut perhatian segera."

Pihak berwenang menolak memberikan komentar kepada AFP. Namun, Mani mengatakan bahwa masalah ini diakui "di tingkat tertinggi di negara itu," merujuk pada kunjungan pejabat senior Hanoi ke China untuk mempelajari cara Beijing mengatasi polusi udara yang sebelumnya parah.

Hanoi telah mengusulkan konsep zona rendah emisi dan menyusun rencana aksi untuk memastikan kualitas udara "sedang" atau lebih baik pada 75 persen hari dalam setahun. Namun, belum jelas apakah kedua kebijakan tersebut akan benar-benar diterapkan.

"Masalah yang sering terjadi di Vietnam adalah orang-orang lebih fokus pada target daripada memahami makna sebenarnya di baliknya," kata Bob Baulch, profesor ekonomi di Universitas RMIT Vietnam. [ah/ft]

Raja Maroko Imbau Masyarakat untuk Tidak Menyembelih Domba pada Iduladha Tahun Ini

Raja Maroko, Mohammed VI memberikan tepuk tangan dalam upacara penandatanganan dokumen pembangunan kota industri China di negara tersebut, dalam acara di Tangier, pada 20 Maret 2017. (Foto: AP/Abdeljalil Bounhar)
Raja Maroko, Mohammed VI memberikan tepuk tangan dalam upacara penandatanganan dokumen pembangunan kota industri China di negara tersebut, dalam acara di Tangier, pada 20 Maret 2017. (Foto: AP/Abdeljalil Bounhar)

Raja Maroko telah mengimbau warganya untuk tidak menyembelih domba pada Iduladha tahun ini akibat kekeringan yang mengakibatkan populasi ternak berkurang drastis dan melambungkan harga daging.

Jutaan domba, kambing, dan hewan ternak lainnya disembelih dalam perayaan Iduladha di seluruh dunia. Iduladha merupakan satu dari dua hari raya Islam penting yang tahun ini jatuh pada bulan Juni.

Namun akibat kekeringan yang melanda Maroko selama tujuh tahun berturut-turut, jumlah populasi ternak di negara tersebut berkurang sebesar 38 persen dalam 12 bulan terakhir.

Curah hujan berkurang 53 persen dari tingkat rata-rata dalam 30 tahun terakhir, menurut kementerian pertanian Maroko.

"Negara kami menghadapi tantangan iklim dan ekonomi yang menyebabkan penurunan drastis pada populasi hewan ternak," kara Raja Mohammed VI dalam pidato yang dibacakan oleh menteri agama di televisi nasional pada Rabu (26/2).

Meskipun menyadari pentingnya perayaan Iduladha, sang raja tetap mengimbau warga "untuk menahan diri dalam menjalankan ritual kurban."

Iduladha memperingati keikhlasan Nabi Ibrahim dalam mengorbankan putranya.

Ayah dari Raja Mohammed VI, Hassan II, juga pernah membuat imbauan serupa pada 1966 ketika Maroko mengalami kekeringan berkepanjangan.

Penurunan jumlah hewan ternak telah menyebabkan harga daging melambung tinggi. Kondisi tersebut mempersulit warga miskin di negara Afrika utara itu, yang besaran upah minimumnya berkisar 290 euro per bulan atau sekitar Rp4,9 juta. [rs]

Amerika Tak Lagi Pimpin JETP Indonesia, Pakar Sayangkan Mundurnya AS

PLTU Suralaya di Cilegon, provinsi Banten, yang memakai tenaga batu bara (foto: ilustrasi).
PLTU Suralaya di Cilegon, provinsi Banten, yang memakai tenaga batu bara (foto: ilustrasi).

AS belum lama ini mundur sebagai pemimpin bersama JETP Indonesia, sebuah kemitraan yang bertujuan membantu mempercepat transisi energi Indonesia. Pakar menilai, kebijakan AS dikhawatirkan memengaruhi kebijakan negara-negara lain, termasuk Indonesia, dalam melanjutkan komitmen transisi energi.

Tidak lama setelah Donald Trump kembali dilantik sebagai presiden AS Januari lalu, Washington mundur dari posisi pemimpin bersama (co-leader) Kemitraan Transisi Energi yang Adil Indonesia (Just Energy Transition Partnership/JETP Indonesia).

Kemitraan antara pemerintah Indonesia dan Kelompok Mitra Internasional (International Partners Group/IPG), yang sebelumnya dipimpin secara bersama oleh Amerika dan Jepang, diluncurkan di sela-sela KTT G20 di Bali pada tahun 2022, dengan tujuan untuk mempercepat transisi energi Indonesia, dengan mengurangi ketergantungan pada batu bara dan meningkatkan produksi energi baru terbarukan.

Menurut pakar transisi energi sekaligus direktur pelaksana Energy Shift Institute, Putra Adhiguna, mundurnya Amerika dari posisi tersebut berpotensi memengaruhi sikap negara-negara lain dalam memandang urgensi transisi energi, termasuk Indonesia.

Pakar transisi energi sekaligus direktur pelaksana Energy Shift Institute, Putra Adhiguna (dok. pribadi).
Pakar transisi energi sekaligus direktur pelaksana Energy Shift Institute, Putra Adhiguna (dok. pribadi).

“Kalau dari sudut pandang investasi, sebenarnya investasi AS ke daerah seperti Asia Tenggara, termasuk Indonesia, di sektor energi tidak terlalu besar. Tapi kalau berbicara global leadership dan juga global diplomacy sebenarnya ini adalah sebuah kehilangan yang cukup besar, karena tentunya para pemimpin-pemimpin negara tetap akan melihat global optics, ‘kalau negara besar tidak mau berkomitmen, bagaimana dengan kami?’” urainya.

Selain menurunkan peran mereka dalam JETP Indonesia, Amerika juga mundur dari Perjanjian Iklim Paris, yang merupakan kesepakatan internasional untuk menangani perubahan iklim dengan mengurasi gas rumah kaca.

Gedung Putih tidak menjawab pertanyaan VOA mengenai komitmen iklim Amerika kini, maupun komitmen Washington dalam JETP Indonesia usai mundur dari posisi pemimpin bersama.

Setelah perkembangan tersebut mengemuka, sejumlah pejabat Indonesia, termasuk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia, mengungkapkan keengganannya untuk memensiunkan secara dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara tanpa adanya pendanaan dari lembaga donor.

“Di janjimu (JETP) ada lembaga donor yang membiayai, mana ada? Sampai sekarang belum ada. Nol. Kami mau (pensiun dini PLTU), tapi ada uangnya dulu,” ungkap Bahlil, 30 Januari lalu.

Utusan Khusus RI Bidang Iklim Hashim Djoyohadikusumo bahkan menyebut JETP sebagai “program gagal”, seperti dikutip kontan.co.id, 31 Januari lalu.

Meski demikian, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan kepada VOA pada 6 Februari lalu bahwa Jakarta akan tetap melanjutkan proyek-proyek iklim yang telah dicanangkan pemerintah. Ia menuturkan, Indonesia tetap berkomitmen menurunkan emisi.

“JETP itu jangan diindikasikan itu hanya Amerika, JETP itu negaranya banyak, dan yang kemarin mendanai yang pertama ke Ijen itu memang dari Amerika, lalu berikutnya ada energy transition mechanism itu lebih banyak Jepang. Nah dari situ, Pak Bahlil, Pak Menteri, memang mengatakan bahwa kalau ada pendanaan, baru dipensiunkan tenaga fosil itu,” ungkapnya.

Eniya merujuk pada pengembangan dan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Ijen berkapasitas 31 megawatt, di mana Washington mengumumkan komitmen pendanaan senilai $126 juta untuk PT Medco Cahaya Geothermal pada pertengahan 2024.

“Kita tetap go untuk penurunan emisi, karena semua target juga sudah ada di RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, red.), di mana EBT-nya juga tetap ada porsi, walaupun pendanaan dari Amerika nggak ada,” tambahnya.

Selain Amerika dan Jepang, negara-negara yang termasuk ke dalam Kelompok Mitra Internasional (IPG) dalam JETP Indonesia yaitu Kanada, Denmark, Uni Eropa, Republik Federal Jerman, Republik Perancis, Norwegia, Republik Italia, Inggris Raya dan Irlandia Utara.

Kini, posisi yang ditinggalkan AS diisi oleh Jerman, untuk bersama Jepang memimpin kemitraan tersebut.

Saat dihubungi VOA pada 13 Februari lalu, Wakil Kepala Misi Kedutaan Besar Republik Federal Jerman untuk Indonesia Thomas Graf mengatakan bahwa negaranya telah mengambil alih jabatan pemimpin bersama sejak awal tahun ini.

Wakil Kepala Misi Kedutaan Besar Jerman untuk Indonesia, Thomas Graf (screenshot Zoom)
Wakil Kepala Misi Kedutaan Besar Jerman untuk Indonesia, Thomas Graf (screenshot Zoom)

“Jerman memiliki salah satu portfolio proyek terbesar yang didedikasikan untuk transisi energi di Indonesia dan memutuskan untuk memperdalam keterlibatannya sebagai salah satu pemimpin dalam memajukan implementasi kemitraan,” ungkapnya saat membacakan sikap resmi Jerman, menyusul perkembangan terkini," kata Graf.

Jerman telah mengumumkan komitmen pendanaan dalam bentuk hibah maupun bantuan teknis senilai total 94,58 juta Euro, menurut catatan Sekretariat JETP Indonesia pada Juni 2024.

Graf mengatakan, delegasi tingkat tinggi dari kementerian kerja sama ekonomi dan pembangunan Jerman akan mengunjungi Jakarta untuk menemui Kelompok Mitra Internasional dan seluruh komunitas JETP, termasuk para pemangku kepentingan politik.

Pakar transisi energi Putra Adhiguna mengatakan, sebenarnya inisiatif internasional seperti JETP Indonesia memiliki keterbatasan, selama cara pandang pemerintah terhadap isu transisi energi tidak diubah.

“Karena pada dasarnya, orang Indonesia dan politisi kita harus diyakinkan bahwa transisi energi adalah perkara competitiveness (daya saing, red.), bukan perkara climate (iklim, red.). Dan ini bagian yang, kayaknya, di Indonesia masih belum nyampe, kita masih melihat – jadi kayak misalnya gini, kita masih berkonflik apakah misalnya kita bisa membangun kawasan industri hijau. Kita tidak sadar bahwa kalau ada perusahaan, misalnya Samsung, Hyundai, dan sebagainya, mau bangun pabrik, mereka minta green energy dan mereka nggak bisa dapat, mereka (akan) pindah ke Malaysia,” jelasnya.

AS Tak Lagi Pimpin JETP Indonesia, Pakar: ‘Dari Segi Diplomasi Global, Ini Kehilangan Besar’
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:07:24 0:00

Lebih dari itu, Putra berpendapat, yang menjadi masalah utama dalam transisi energi Indonesia bukanlah pendanaan. Ia berargumen, selama pemerintah memiliki target jangka pendek yang jelas dan meyakinkan, pendanaan dalam bentuk investasi asing akan lebih mudah mengalir ke Indonesia.

“Kita nggak perlu target 2050, yang kita perlu adalah target 2026 dan 2027, karena kalau nggak begitu, kita punya 1.000 proyek, tapi nggak ada yang jalan. Lebih baik nyatakan, ‘ini 30 proyek, kami jamin akan jalan dalam 1-2 tahun ke depan.’ Saya rasa itu pernyataan yang ditunggu oleh investor,” kata Putra.

Menurut Sekretariat JETP Indonesia, hingga Juni 2024, terdapat kurang lebih $281,6 juta yang sudah teridentifikasi sebagai hibah atau bantuan teknis yang didistribusikan ke dalam 40 program yang dikelola oleh sedikitnya lima institusi keuangan, serta diimplementasikan delapan badan pelaksana. Sebagian besarnya telah dialokasikan dan bahkan telah berlangsung.

Pada peluncurannya, Kelompok Mitra Internasional, yang saat itu masih dipimpin AS dan Jepang, berkomitmen mengucurkan $20 miliar dalam bentuk hibah dan pinjaman lunak untuk program-program transisi energi Indonesia. [rd/ab]

Virginia Gunawan berkontribusi dalam laporan ini.

Tunjukkan lebih banyak

XS
SM
MD
LG