Ketika banyak universitas Amerika menyelenggarakan kuliah daring pada semester ini karena pandemi virus corona, para dosen di Princeton, Harvard, dan universitas elit lainnya berupaya melindungi privasi dan identitas mahasiswa yang mengakses jejaring universitas dari Hong Kong dan China.
Di kedua wilayah itu, para mahasiswa menghadapi berbagai pembatasan dan pengekangan kebebasan berpendapat oleh China.
Undang-Undang (UU) Keamanan Nasional Hong Kong yang diberlakukan pada Juni memungkinkan penguasa China untuk menuntut setiap lembaga asing, organisasi atau perorangan -- terlepas dari lokasi mereka -- kalau mereka terlibat dalam tindakan yang dianggap merupakan kejahatan. Ahli-ahli hukum menilai, UU itu melapangkan jalan bagi sejumlah besar penuntutan yang bermotif politik.
Samuel Chu adalah seorang warga Amerika Tionghoa yang berasal dari Hong Kong, dan dia merupakan orang pertama yang kemungkinan akan dituntut. Dia menghadapi ancaman penangkapan setelah melobi Kongres AS agar menjatuhkan sanksi terhadap China karena memperlemah otonomi Hong Kong.
Sejumlah dosen di universitas papan atas di Amerika ingin melindungi para mahasiswa yang mengambil sejumlah mata kuliah dari ancaman seperti itu. Mereka mengusulkan opsi-opsi bagi para mahasiswa yang prihatin kalau mereka dihukum akibat pandangan pribadi mereka.
Di dalam sebuah artikel yang baru-baru ini diterbitkan, para dosen dari Harvard, Princeton, Amherst College, Syracuse University, dan Texas University mengusulkan agar para mahasiswa diberi izin tidak ikut diskusi kelas dan hal itu tidak berdampak pada nilai yang mereka peroleh. Atau memberi peluang kepada mahasiswa untuk ikut diskusi virtual secara anonim.
Minggu lalu, the Wall Street Journal melaporkan, seorang profesor di University of Pennsylvania mempertimbangkan penambahan “label peringatan” untuk informasi yang berpotensi sensitif ke dalam silabus pengajaran. [jm/ah]