Tautan-tautan Akses

Sejumlah Kasus Kekerasan pada Perempuan Masih Jadi PR Pemerintah


Peringatan 26 tahun kasus kematian Marsinah oleh Komite IWD Yogyakarta, hari Rabu 8 Mei 2019. (Foto: dok IWD)
Peringatan 26 tahun kasus kematian Marsinah oleh Komite IWD Yogyakarta, hari Rabu 8 Mei 2019. (Foto: dok IWD)

Mei menjadi bulan peringatan sejumlah kasus kekerasan yang dialami perempuan, mulai dari tragedi masa reformasi Mei 1998 hingga kasus Marsinah yang tak kunjung terungkap.

Dua regulasi, UU Pengadilan HAM tahun 2000 hingga yang terbaru, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) tahun 2022, menjadi tumpuan menguak peristiwa kekerasan pada perempuan di masa lalu.

Sejarah mencatat pada 8 Mei 1993, Marsinah – seorang pegiat sosial dan buruh di Sidoarjo, Jawa Timur – dtemukan tewas tak bernyawa setelah tiga hari hilang diculik. Kasus yang terjadi 29 tahun silam itu hingga kini masih misteri. Hal serupa terjadi pada kasus kekerasan pada perempuan saat masa reformasi Mei 1998.

Dua kasus kekerasan pada perempuan itu menjadi bagian kelam sejarah masa lalu di Indonesia.

Pegiat perlindungan perempuan, Vivi Widyawati mengatakan sejumlah regulasi di Indonesia memiliki kekuatan untuk mengungkap berbagai kasus kekerasan pada perempuan yang terjadi di masa lalu.

"UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM sebenarnya sudah bisa cukup untuk digunakan mengusut dan menyelesaikan berbagai kasus HAM dan kekerasan pada perempuan, antara lain kasus Marsinah, kasus perkosaan saat Mei 1998, dan lainnya. Fakta ada, korban ada, tim pencari fakta juga menemukan terjadi pelanggaran HAM dan kekerasan pada perempuan. Ini sudah 24 tahun masa reformasi, bergonta-ganti pemerintahan. Belum ada iktikad untuk mengungkap dan menyelesaikan kasus itu", jelas Vivi dalam diskusi “Akui Kasus Marsinah dan Perkosaan Mei 98 sebagai Kasus Pelanggaran HAM" yang digelar Perempuan Mahardhika secara daring, Jumat (20/5).


Pegiat perlindungan perempuan lainnya, Mutiara Ika, justru melihat munculnya UU TPKS sebagai langkah maju mengungkap sejarah kelam masa lalu. Menurut Ika, UU HAM dan UU TPKS semakin menguatkan komitmen melindungi perempuan dan mengungkap para pelaku kekerasan di masa lalu.

"Perspektif dari UU TPKS, mekanisme dari UU peradilan HAM plus komitmen negara, political will pemerintah, mengungkap sejarah itu demi keadilan bagi korban. Sudah 24 tahun masa reformasi dan kita punya UU baru, UU TPKS sebagai terobosan dalam melihat atau cara pandang menangani kasus kekerasan seksual,” ujar Mutiara Ika.

Lebih jauh Ika mengapresiasi lahirnya UU TPKS Nomor 12 Tahun 2022 yang menurutnya menghadirkan negara dalam upaya mengatasi kekerasan terhadap perempuan. Minggu depan sejumlah organisasi peduli HAM dan perlindungan perempuan akan melakukan napak tilas ke berbagai lokasi di Jakarta dan sekitarnya yang menjadi fakta sejarah kasus kekerasan. [ys/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG