Kesepakatan untuk menata ulang koalisi partai ditandatangani para pimpinan partai koalisi beserta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono.
Ketika membuka sidang kabinet terbatas bidang politik, hukum, dan keamanan, Senin siang, Presiden mengatakan nota kesepakatan koalisi perlu disempurnakan dan diperbarui agar lebih efektif dan bermanfaat bagi rakyat. “Jadi Alhamdulillah sudah rampung penataan kembali koalisi, termasuk kesepakatan penyempurnaan, pembaharuan dan perbaikan. Harapan saya lebih efektif, sehingga tugas yang diemban jajaran pemerintah lebih baik lagi, dan rakyat mendapat manfaat lebih tinggi," ujar Presiden.
Belakangan, Menteri Koordiantor Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto mengatakan kepada pers bahwa Kepala Negara menilai selama 1,5 tahun sejak koalisi partai terbentuk, komunikasi politik lebih diwarnai dinamika internal partai, sehingga melupakan kepentingan rakyat. Ia mengatakan, “Konsentrasi justru tidak tertuju pada program yang langsung dirasakan oleh rakyat. tapi lebih diramaikan oleh dinamika politik praktis yang mencuat di permukaan, sehingga melupakan demokrasi dan politik adalah sarana dan wadah untuk mensejahterakan rakyat itu.”
Djoko menjelaskan dalam kesepakatan itu ada empat hal yang dianggap perlu disempurnakan; yaitu komunikasi politik antara ketua partai dan wakil presiden. Dalam kesepakatan lama hal ini belum diakomodasi dengan baik, dan perlu diatur secara spesifik.
Presiden juga meminta adanya komunikasi politik yang intensif antara para ketua umum partai di parlemen dan jajaran dibawahnya. Namun, dalam hal ini bukan berarti check and balances atau fungsi parlemen dalam mengingatkan eksekutif otomatis ditiadakan.
Lebih lanjut Djoko mengatakan, "Ruang demokrasi tetap diakomodir dalam bidang pengawasan, anggaran dan demokrasi. Pembahasan APBN maupun legislasi dan pengawasan yang dilaksanakan dalam rapat-rapat kerja dan rapat dengar pandapat adalah mekanisme yang baku antara pemerintah dan parlemen yang harus dijaga, sehingga wujud check and balances tetap dipelihara, di dalam konteks kerja parlemen dan pemerintah.”
Terakhir, menurut Djoko, adalah penjelasan lebih kongkrit tentang sistem presidensial. Yang dimaksud dalam hal ini adalah tolak ukur menjadi pembantu presiden, termasuk kinerjanya; apakah menteri yang bersangkutan memenuhi kontrak kerja dan kebutuhan organisasi. "Dalam menentukan nama menteri dan posisi, semuanya tergantung dari Presiden," kata Djoko Suyanto.
Sementara, Ketua Umum Partai Amanat Nasional, Hatta Radjasa, berkilah poin-poin kesepakatan adalah kritikan langsung dari Presiden kepada koalisi parpol. Alasannya, semua yang disampaikan Presiden sudah sejak lama dibahas. Ia mengatakan, “Ini sesuatu yang sudah dipersiapkan, disepakati, dan dibahas oleh ketua-ketua umum partai masing-masing. Tidak ada poin-poin baru, tetapi intinya lebih membangun komunikasi yang baik. Ketua Pelaksana Harian Sekretariat Gabungan Koalisi bisa dipilih bergantian.”
Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini membantah isu pergantian di dalam jajaran kabinet, dengan adanya nota kesepakatan Presiden dengan koalisi partai politik tersebut.