Tautan-tautan Akses

Sambut Baik Pertemuan Trump-Kim, Indonesia Berharap Ada Tindak Lanjut Lebih Inklusif


Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat Selasa 16 Juni 2018 (foto: Biro Pers Istana)
Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat Selasa 16 Juni 2018 (foto: Biro Pers Istana)

Indonesia menyambut baik pertemuan bersejarah dan perjanjian yang ditandatangani Presiden Amerika Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Singapura hari Selasa (12/6), dan berharap akan ada tindak lanjut yang lebih komprehensif dan inklusif.

Kementerian Luar Negeri Indonesia lewat Twitter Selasa sore menyampaikan apresiasi atas pertemuan Presiden Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Singapura, yang dinilai “telah membuka era baru dalam hubungan kedua negara.” Indonesia berharap hasil positif yang dicapai dapat segera ditindaklanjuti secara komprehensif dan inklusif “guna menciptakan kondisi kondusif bagi tercapainya perdamaian di Semenanjung Korea yang bebas senjata nuklir.”

Sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB, Indonesia Dinilai Perlu Cermati Isu Denuklirisasi

Pengamat hubungan internasional di Universitas Indonesia Prof. Dr. Hikmahanto Juwana mengatakan kepada VOA, sudah saatnya Indonesia mencermati dan mengidentifikasi isu seperti perundingan Trump dan Kim ini karena hal tersebut akan menjadi bagian dari pekerjaan penting Indonesia mulai 1 Januari 2019 sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.

Sambut Baik Pertemuan Trump-Kim, Indonesia Berharap Ada Tindak Lanjut Lebih Inklusif
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:40 0:00

“…ini merupakan proses ‘’belanja masalah’’ bagi Indonesia karena per 1 Januari 2019 Indonesia akan menduduki kursi anggota tidak tetap DK PBB. Misalnya saja dalam proses denuklirisasi, Indonesia dapat memastikan bagaimana keterlibatan DK PBB, IAEA, dan memastikan bahwa tidak ada muka yang hilang dari pihak Korut karena perlucutan kemampuan nuklirnya. Ini semua harus menjadi bahan yang bukan tidak mungkin menjadi agenda dalam pembahasan-pembahasan di DK PBB,’’ ujar Prof. Dr. Hikmahanto.

Verifikasi soal denuklirisasi ini menjadi penting karena memang tidak dirinci dalam perjanjian yang ditandatangani kedua pihak, hal yang juga diakui Presiden Trump dalam konferensi pers Selasa sore.

Banyak Pihak Nilai Perjanjian Amerika-Korea Utara Simbolis

Pertemuan dan perjanjian yang dicapai Amerika dan Korea Utara ini memang disambut baik dunia, tetapi tidak sedikit yang melihat hal ini sebagai perjanjian simbolis semata, terlebih karena hanya berisi empat point saja yaitu : (1) kesediaan membangun hubungan baru yang sesuai dengan harapan rakyat kedua negara demi perdamaian dan kemakmuran, (2) berupaya membangun perdamaian yang stabil dan abadi di Semenanjung Korea, (3) memastikan kembali berlakunya Deklarasi Panmunjom dimana Korea Utara berkomitmen berupaya melakukan denuklirisasi menyeluruh di Semenanjung Korea, dan (4) kedua negara berkomitmen memulangkan segera jenazah tahanan perang dan mereka yang hilang di medan perang, termasuk yang sudah dikenali.

Hikmahanto : “The Devil is on the Details”

Prof. Dr. Hikmahanto Juwana mengatakan ia memahami bahwa dalam pertemuan tingkat tinggi seperti ini rincian teknis akan dibahas oleh delegasi kedua negara, meskipun jika tidak hati-hati menurutnya hal ini justru akan menghambat perwujudan perjanjian tersebut.

“Dalam pertemuan seperti ini tentu tidak membahas mengenai masalah-masalah teknis, karena masalah-masalah teknis ini akan dibahas oleh masing-masing delegasi kedua negara. Bahwa apa yang ditandatangani sebagai joint-statement menurut saya sudah memadai dan baik, memberikan optimisme bahwa Amerika dan Korut ingin menjalin hubungan yang lebih baik. Memang masalah-masalah teknis ini jika tidak hati-hati akan menghambat apa yang akan diwujudkan dari joint-statement itu. Ada ungkapan terkenal “the devil is on the details” yang kurang lebih artinya “masalahnya ada di rinciannya.”

Misalnya saja dalam proses denuklirisasi. Apakah Korut yang akan melucuti kemampuan nuklirnya, akan diikuti dengan penarikan mundur pasukan Amerika dari Semenanjung Korea. Kita tahu bahwa Presiden Trump mengatakan tidak akan melanjutkan latihan bersama, tetapi saya melihat itu lebih karena kepentingan Amerika, yang tercermin dari pernyataan beliau bahwa latihan bersama itu tidak saja provokatif, tetapi terlalu mahal, yang dibayar oleh Amerika.

Saya melihat ini konsisten dengan kebijakan Amerika yang lebih inward-looking, melihat kepentingan Amerika dibanding dunia. Ini yang menjadi pertanyaan. Lainnya adalah jaminan keamanan yang diberikan Amerika pada pemerintahan Kim Jong Un. Karena bisa saja Kim nanti diminta turun dari singgasana pemerintahannya melalui pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh rakyatnya atau siapapun, yang di belakangnya ternyata ikut digagas Amerika.

Orang akan mengkhawatirkan apa yang terjadi di Timur Tengah, akan terjadi di Korut. Apakah jaminan keamanan ini juga didapat Kim Jong Un dari Amerika. Ini harus diatur di dalam kesepakatan teknis antar kedua negara.”

Tiba di Washington DC, Trump Akan Telpon Pemimpin Korea Selatan dan China.

Presiden Donald Trump, yang direncanakan akan tiba kembali di Washington DC Rabu pagi (14/6), mengatakan akan segera menghubungi Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan Presiden China Xi Jinping untuk menginformasikan hasil perundingannya dengan Kim Jong Un, dan membicarakan langkah selanjutnya.

Sebagaimana yang disampaikannya dalam konferensi pers, proses ini bisa berlangsung sangat cepat karena tercapainya perdamaian dan stabilitas di kawasan merupakan hal yang sudah sejak lama diidamkan banyak pihak. [em/al]

XS
SM
MD
LG