Tautan-tautan Akses

RUU Pesantren Tidak Jangkau Pesantren Radikal 


Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta (Foto: VOA/Ahadian)
Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta (Foto: VOA/Ahadian)

Ketua Panitia Kerja RUU Pesantren dan Pendidikan Agama, Marwan Dasopang, menyatakan pesantren yang tidak menanamkan nilai-nilai kebangsaan tidak termasuk kategori pesantren.

Panitia Kerja Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin (26/8) di kompleks parlemen, Jakarta, menggelar rapat dengan Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) membahas Ran cangan Undang-undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Agama.

Rapat ini dihadiri perwakilan pondok pesantren dari berbagai daerah di Indonesia, di antaranya Forum Pondok Pesantren Jawa Barat, Pondok Pesantren Gontor, Pondok Pesantren TebuIreng, Pondok Pesantren Lirboyo dari Jawa Timur, serta Musthowafiyah, Mandailing Natal, Sumatera Utara.

Kepada wartawan usai rapat, Ketua Panitia Kerja RUU Pesantren dan Pendidikan Agama Marwan Dasopang menjelaskan pesantren-pesantren ada sebelum Indonesia merdeka, bahkan sejak 1915. Selain mengajarkan agama, pesantren juga menanamkan nilai-nilai kebangsaan, hingga akhirnya muncul slogan "Cinta Tanah Air Bagian dari Iman" yang digagas oleh pendiri Pesantren Tebu Ireng, Kiai Hasyim Asyari.

Marwan menegaskan pesantren berperan besar dalam melahirkan negara Indonesia. ​

"Pesantren ini mau kita undangkan sebagai lembaga pendidikan yang ada di Indonesia, maka pesantren tidak boleh melepaskan diri dari nilai-nilai kebangsaan itu. Nilai kebangsaan yang kita sepakati adalah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dan Pancasila," kata Marwan.

Karena itu, menurut Marwan, berdasarkan RUU Pesantren kalau ada pesantren yang tidak menanamkan nilai-nilai kebangsaan maka tidak termasuk kategori pesantren. Dia menambahkan, setelah RUU Pensatren tersebut disahkan, seluruh pesantren harus melestrarikan nilai-nilai kebangsaan dan Islam moderat.

Marwan menekankan RUU Pesantren tidak akan mengganggu ciri khas pesantren dalam hal metode pengajaran dan tidak akan melakukan intervensi. RUU Pesantren juga akan mengakui lulusan pesantren seperti lulusan lembaga pendidikan formal lainnya.

Marwan menyerahkan sepenuhnya kepada negara mengenai tindakan yang akan diambil terhadap pesantren-pesantren yang mengajarkan hal-hal radikal.

Ahmad Roziqi dari Pesantren Tebu Ireng, Jombang (JawaTimur), mengatakan pesantren-pesantren yang ada di Indonesia berperan serta dalam melahirkan kemerdekaan Indonesia, melahirkan Pancasila, dan banyak hal.

Dia menambahkan pemerintah harus menyadarkan pesantren-pesantren yang tidak mengajarkan toleransi dan keberagaman dengan cara-cara yang baik.

RUU ini yang kami baca (pesantren) harus berlandaskan pada Pancasila, bertujuan satu yaitu menegakkan dan menjaga eksistensi NKRI diwujudkan dalam ajaran rahmatan lil alamin, yang terbentuk dalam sikap toleransi,menghargai perbedaan, dan seterusnya," ujar Roziqi.

Roziqi menegaskan Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) tidak pernah menjustifikasi pesantren tertentu sesat atau radikal. Dia beralasan FKPP bukanlah lembaga justifikasi, jadi tidak berhak memberikan penilaian. Dia menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah untuk menindak pesantren-pesantren yang mengajarkan intoleransi, radikalisme, dan anti-keberagaman.

Roziqi mengharapkan kalau RUU Pesantren telah disahkan, maka lulusan-lulusan pesantrendiakui secara nasional. Dia mengatakan pesantren juga berhak mendapat anggaran pendidikan yang dialokasikan dari APBN sebesar 20 persen seperti lembaga-lenbaga pendidikan formal lainnya.

Selain itu, dia juga berharap RUU Pesantren tidak menghilangkan independensi dan otoritas pesantren. Dia tidak mencurigai RUU Pesantren ini sebagai salah satu upaya pemerintah untuk memata-matai pesantren.

Panitia Kerja RUU Pesantren akan menggelar rapat dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan Islam Selasa ini (27/8).

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada Februari 2016 merilis 109 pesantren terindikasi mengajarkan radikalisme. Pesantren-pesantren tersebut antara lain berada di Cilacap, Lamongan, Lombok Utara, Ambon, Makassar, Poso, Jakarta, Cirebon, Ciamis, Aceh, Solo, dan Serang.

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan pada Juni tahun lalu juga menyatakan terdapat sejumlah pesantren terpapar paham radikal. Namun dia menolak menyebut nama-nama pesantren itu dan di mana lokasinya. [fw/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG