Ribuan orang memadati upacara pemakaman dan “Vigil for Nabra”, acara mengenang kehidupan Nabra Hassanen, di kawasan Reston, Virginia, Rabu sore (21/6). Dranesville Road yang sepi ketika seorang penyerang mengejar dan memukuli Nabra Minggu dini hari (18/6), kini dipadati orang dari beragam kalangan yang berjalan ke arah pelataran Washington Plaza Baptist Church di Lake Anne Village Center sambil membawa bunga.
Lokasi ini dipilih karena memiliki pelataran yang cukup luas untuk menampung ribuan warga yang berduka dengan insiden ini dan ingin saling menguatkan.
Nabra Hassanen Tewas Dibunuh dalam Perjalanan Kembali ke Masjid
Nabra Hassanen yang berusia 17 tahun dan sedianya menyelesaikan studi di South Lake High School di Reston baru menyelesaikan sholat taraweh dan mengaji, dan kemudian menuju ke salah satu restoran cepat saji di dekat masjid All Dulles Area Muslim Society (ADAMS) bersama sekitar 15 teman-temannya.
Kumpulan remaja berusia 17-18 tahun ini sebelumnya juga baru berbuka puasa bersama di apartemen keluarga Nabra. Ketika dalam perjalanan kembali dari restoran cepat saji itu menuju ke ADAMS, mereka diikuti seseorang dan kemudian terlibat perselisihan.
Belum jelas apa yang membuat orang itu menghentikan mobilnya dan keluar mengejar beberapa remaja ini dengan tongkat baseball. Sebagian remaja berhasil kembali ke kawasan mesjid, tetapi Nabra yang tertinggal akhirnya ditangkap dan dipukuli orang; yang kemudian diketahui bernama Darwin Martinez Torres.
Ketika diinterogasi polisi, Torres mengatakan ia sempat membawa Nabra dengan mobilnya ke kawasan Loudon, sebelum membuang mayat gadis malang itu di sebuah danau tak jauh dari apartemennya. Polisi menemukan mayatnya Minggu siang.
Polisi Selidiki Kasus Ini Sebagai “Road Rage”, Bukan “Hate Crime”
Torres, pekerja konstruksi dan warga Sterling berusia 22 tahun itu ditangkap polisi dan ditahan tanpa uang jaminan. Dalam konferensi pers hari Senin (19/6) juru bica Kepolisian Fairfax County Julie Parker mengatakan “tidak ada tanda-tanda bahwa Martinez menggunakan kalimat bernada kebencian atau menghina ras (racial slurs) dalam insiden itu.
Tersangka menjadi begitu marah dengan perselisihan mereka, yang memuncak menjadi aksi kekerasan berdarah.” Untuk itu polisi menegaskan akan menyelidiki kasus ini sebagai “road rage” atau perselisihan yang berakhir tragis, dan bukan sebagai “hate crime” atau kejahatan berlatar kebencian.
Meskipun demikian Faifax County Commonwealth’s Attorney Raymond F. Morrogh tidak menepis kemungkinan untuk mengubah dakwaan menjadi kejahatan bermotif kebencian jka ada bukti baru ke arah itu.
Warga Kecewa dengan Penyelidikan Awal Polisi
Sebagian warga Muslim yang ditemui VOA di acara mengenang Nabra di Restorn Rabu sore mengatakan kecewa dengan sikap polisi tersebut. Maryam yang tinggal di Sterling mengatakan Nabra dan kawan-kawannya diserang karena mereka Muslim.
“Mustahil mereka diolok-olok dan diserang jika bukan karena jilbab yang mereka kenakan malam itu,” ujar Maryam. Hal senada disampaikan Jason yang mengatakan “ia sangat kecewa dan tidak lagi bisa menerima alasan jika pembunuhan ini hanya karena perselisihan.”
Dalam konferensi pers Selasa sore (20/6) ayah Nabra – Mohmoud Hassanen Aboras – mengatakan ia yakin putrinya dibunuh karena “ia seorang Muslim.”
“Putri saya sudah meninggal dan saya tidak ingin seorang pun merasakan apa yang saya rasakan sekarang, kehilangan anak perempuan berusia 17 tahun.. apapun Anda – Kristen, Muslim, Yahudi, Hispanik,” ujar Aboras yang tidak bisa menyelesaikan kalimatnya karena menahan kesedihan.
Warga Luapkan Kesedihan dan Amarah di Media Sosial
Kesedihan yang sama juga membludak di media sosial. Noor Javed @njaved menulis di Twitter “perempuan Muslim berhak mendapat kedamaian. Berhenti menyerang kami, bicara atas nama kami, melecehkan kami dan menggunakan kami untuk politik. #Nabra #RIP.”
Hanif J. Williams melalui @HanifJWilliams menulis “pembunuhan #Nabra adalah kejahatan berlatar kebencian oleh teroris. Kata-kata membentuk narasi dan kita perlu menggunakan kata sifat yang tepat saat menggambarkan kejahatan.”
Sementara Kristen Hancock @BaylorDem97 menulis “insiden ini seharusnya menimbulkan kemarahan semua orang, apapun agama atau aliran politik Anda.”
Gubernur Virginia Terry McAuliffe @GovernorVA ikut menyampaikan belasungkawa dengan mengatakan “Saya dan Dorothy ikut berbelasungkawa dengan aksi kekerasan tidak berperikemanusiaan ini. Kami mendoakan keluarga Nabra dan komunitas ADAMS.”
Tokoh Muslim & Warga Amerika Tetap Percaya pada Kredibilitas Polisi
Meskipun demikian Aboras, tokoh-tokoh Muslim dan beberapa warga Muslim yang ditemui VOA mengaku tetap percaya pada polisi untuk menyelidiki kasus ini. Tokoh Muslim terkemuka Imam Mohamed Magid mengatakan telah menerima telfon dari Gubernur Virginia Terry McAuliffe, beberapa senator dan anggota Kongres, serta berbagai tokoh agama, yang menunjukkan simpati dan bertekad akan mengawal penyelidikan kasus ini hingga selesai.
“Saya tahu ketika hati kita sedih dan hancur, akan ada cahaya yang menyinari dan mengobati. Kehadiran Anda semua disini menjadi penghibur keluarga Nabra dan komunitas Muslim disini,” tambah Magid.
Hal senada disampaikan Mahina Ahmed, warga kota New York yang menyempatkan diri datang ke Reston, Virginia. “Saya percaya pada polisi, tetapi saya juga khawatir dengan apa yang sedang terjadi saat ini. Jika hal ini bisa terjadi pada Nabra, hal ini juga bisa terjadi pada saya, pada Anda, pada kita semua,” ujar Ahmed. Demikian pula Sarah, gadis kecil berusia 12 tahun yang mengatakan kerap belajar mengaji dan sholat bersama Nabra di ADAMS Sterling. “Saya suka melihatnya, ia selalu bersemangat. Tapi saya sekarang takut, saya bisa jadi korban juga,” ujar Sarah.
Sejumlah Teman Nabra Hibur Warga yang Hadiri Vigil
Dalam upaya menghibur kesedihan dan rasa skeptimisme itu, sejumlah teman sekolah dan masjid Nabra Hassanen menyanyikan lagu-lagu dan menyampaikan kesaksian mereka tentang persahabatan dengan gadis itu. “How to Save a Life”, “One Call Away” dan “We Are the World” adalah beberapa lagu yang mereka nyanyikan, yang disambut tepuk tangan warga yang hadir.
Berbicara di samping Imam Mohamed Magid dalam acara Rabu sore, adik Nabra – Noor yang berusia 10 tahun – mengatakan sangat berterima kasih dengan begitu besarnya dukungan dan cinta kasih yang ditunjukkan pada kakaknya. “Saya juga ingin mengatakan saya sayang Nabra dan akan selalu merindukannya,” ujar Noor.
“Vigil for Nabra” Berlangsung di Banyak Kota Amerika
Acara mengenang Nabra juga dilangsungkan di beberapa kota lain di Amerika, antara lain di Washington DC, Boston-Massachusetts, Detroit-Michigan, Haledon-New Jersey, Los Angeles dan San Fransisco-California, Philadelphia-Pennsylvania, dan New York.
Ironisnya monumen kecil di kawasan DuPont Circle, Washington DC, dimana warga meletakkan karangan bunga, boneka dan poster dukungan, dibakar Rabu pagi. Kepolisian di DC mengatakan Jonathon Soloman – warga South Carolian berusia 24 tahun – membakar sejumlah barang di kawasan itu “dan secara tidak sengaja membakar barang-barang yang diperuntukkan bagi Nabra”. Soloman akan didakwa dengan pasal tentang vandalisme. [em]