Kunjungan Kim Yong-Nam ke Indonesia ini merupakan kunjungan ketiga dalam kapasitasnya sebagai Ketua Parlemen (Majelis Rakyat Tertinggi) Korea Utara, namun menjadi kunjungan pertama dibawah kepemimpinan Kim Jong-Un, pasca peralihan kepemimpinan di negara itu.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Presidium Majelis Rakyat Tertinggi Korea Utara, Kim Yong-Nam sepakat meningkatkan kerja sama bilateral dengan meningkatkan dialog dan komunikasi politik kedua negara. Menteri Luar Negeri RI, Marty Natalegawa menyampaikan hal ini seusai mendampingi Presiden SBY menerima Presiden Kim Yong-Nam, di Istana Merdeka, Selasa Siang (15/5).
“Ada tekad dan kesepahaman untuk meningkatkan kerjasama di bidang politik, dan saling mengunjungi diantara para pejabat kedua negara,” ujar Marty Natalegawa.
Hubungan antar pemerintah dan rakyat kedua negara telah berlangsung sejak dibukanya hubungan diplomatik pada tahun 1961.
Marti mengatakan, "Selama ini antara kedua negara Indonesia dengan Korea Utara memiliki kerja sama yang baik di tingkat global dan multilateral. Korea Utara menggarisbawahi apresiasinya atas peranan Indonesia dalam kerangka kerjasama Gerakan Nonblok, dan terutama kemandirian Indonesia dalam pelaksanaan politik luar negerinya.”
Didampingi oleh sejumlah delegasi setingkat menteri. Kedua negara sepakat meningkatkan kerjasama di bidang ekonomi, perdagangan, pengembangan obat tradisional, kebudayaan dan olahraga.
Korea Utara kerap menjadi sorotan internasional karena sejumlah kasus pelanggaran HAM berat terhadap rakyatnya, namun lebih jauh Marti mengatakan hal ini tidak secara rinci dibahas dalam pertemuan itu.
“Posisi Indonesia mengenai masalah ini sangat tegas dan ada evolusi dan perkembangan. Di masa lalu Indonesia telah memberikan dukungan, menentang resolusi PBB terhadap Korea Utara terkait isu hak asasi manusia, namun, dalam beberapa waktu terakhir ini, kita telah menyesuaikan posisi kita untuk lebih mencerminkan dorongan dan desakan kita agar Korea Utara bisa meningkatkan hal-hal yang berkaitan dengan masalah hak asasi manusia,” ungkap Marty Natalegawa.
Kedatangan Ketua Parlemen Korea Utara ke Indonesia ini menurut Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia, Haryadi menandakan adanya perubahan mendasar dalam kebijakan luar negeri Korea Utara saat ini yang menekankan pada masalah ekonomi dan perdagangan.
“Presiden Kim Yong-Nam saat ini sedang menggalang dukungan bagi kemungkinan perluasan upaya diplomatiknya. Pertama, untuk meredam kecaman terhadap negaranya dalam rangka peluncuran rudal beberapa waktu lalu. Kedua, Korea Utara juga ingin memperluas upaya diplomatiknya dari kemungkinan datangnya persoalan baru di negaranya yang dikaitkan dengan pengurangan bantuan yang dilakukan Tiongkok. Dalam hal ini Indonesia sebagai negara terbesar di Asia Tenggara dan ASEAN menjadi sasaran diplomatik Korea Utara,” kata Haryadi.
Sementara, mengenai tidak dibahasnya isu-isu hak asasi manusia secara rinci dalam pertemuan kedua negara ini, Haryadi berpendapat, “Dalam taraf awal adalah tabu bagi diplomasi bilateral untuk memasukan agenda HAM dalam pembicaraan.”
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Presidium Majelis Rakyat Tertinggi Korea Utara, Kim Yong-Nam sepakat meningkatkan kerja sama bilateral dengan meningkatkan dialog dan komunikasi politik kedua negara. Menteri Luar Negeri RI, Marty Natalegawa menyampaikan hal ini seusai mendampingi Presiden SBY menerima Presiden Kim Yong-Nam, di Istana Merdeka, Selasa Siang (15/5).
“Ada tekad dan kesepahaman untuk meningkatkan kerjasama di bidang politik, dan saling mengunjungi diantara para pejabat kedua negara,” ujar Marty Natalegawa.
Hubungan antar pemerintah dan rakyat kedua negara telah berlangsung sejak dibukanya hubungan diplomatik pada tahun 1961.
Marti mengatakan, "Selama ini antara kedua negara Indonesia dengan Korea Utara memiliki kerja sama yang baik di tingkat global dan multilateral. Korea Utara menggarisbawahi apresiasinya atas peranan Indonesia dalam kerangka kerjasama Gerakan Nonblok, dan terutama kemandirian Indonesia dalam pelaksanaan politik luar negerinya.”
Didampingi oleh sejumlah delegasi setingkat menteri. Kedua negara sepakat meningkatkan kerjasama di bidang ekonomi, perdagangan, pengembangan obat tradisional, kebudayaan dan olahraga.
Korea Utara kerap menjadi sorotan internasional karena sejumlah kasus pelanggaran HAM berat terhadap rakyatnya, namun lebih jauh Marti mengatakan hal ini tidak secara rinci dibahas dalam pertemuan itu.
“Posisi Indonesia mengenai masalah ini sangat tegas dan ada evolusi dan perkembangan. Di masa lalu Indonesia telah memberikan dukungan, menentang resolusi PBB terhadap Korea Utara terkait isu hak asasi manusia, namun, dalam beberapa waktu terakhir ini, kita telah menyesuaikan posisi kita untuk lebih mencerminkan dorongan dan desakan kita agar Korea Utara bisa meningkatkan hal-hal yang berkaitan dengan masalah hak asasi manusia,” ungkap Marty Natalegawa.
Kedatangan Ketua Parlemen Korea Utara ke Indonesia ini menurut Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia, Haryadi menandakan adanya perubahan mendasar dalam kebijakan luar negeri Korea Utara saat ini yang menekankan pada masalah ekonomi dan perdagangan.
“Presiden Kim Yong-Nam saat ini sedang menggalang dukungan bagi kemungkinan perluasan upaya diplomatiknya. Pertama, untuk meredam kecaman terhadap negaranya dalam rangka peluncuran rudal beberapa waktu lalu. Kedua, Korea Utara juga ingin memperluas upaya diplomatiknya dari kemungkinan datangnya persoalan baru di negaranya yang dikaitkan dengan pengurangan bantuan yang dilakukan Tiongkok. Dalam hal ini Indonesia sebagai negara terbesar di Asia Tenggara dan ASEAN menjadi sasaran diplomatik Korea Utara,” kata Haryadi.
Sementara, mengenai tidak dibahasnya isu-isu hak asasi manusia secara rinci dalam pertemuan kedua negara ini, Haryadi berpendapat, “Dalam taraf awal adalah tabu bagi diplomasi bilateral untuk memasukan agenda HAM dalam pembicaraan.”