Sebuah agen kecerdasan buatan (AI) baru asal China yang diklaim mampu bekerja secara mandiri tanpa campur tangan manusia telah memicu perbincangan di kalangan industri, di mana sejumlah pihak merespons kemunculan AI tersebut dengan kekhawatiran, sementara yang lainnya merasa kecewa.
Perusahaan startup Butterfly Effect telah mengembangkan asisten digital berbasis AI bernama Manus secara diam-diam selama setahun terakhir, ungkap salah satu pendirinya, Yichao "Peak" Ji, dalam video peluncuran yang diunggah di YouTube.
"Kami melihatnya sebagai paradigma baru dalam kolaborasi antara manusia dan mesin, serta kemungkinan gambaran awal dari AGI," ujarnya, merujuk pada artificial intelligence umum (AGI) yang bertujuan untuk berpikir seperti manusia.
Manus memulai tahap peluncuran dengan undangan terbatas pada minggu lalu, dengan akses yang sangat terbatas ke acar tersebut.
Ulasan terhadap Manus yang muncul di media sosial beragam, dari yang sangat antusias hingga mengecewakan.
"Sudah mencoba, dan ini benar... Manus adalah alat AI paling mengesankan yang pernah saya coba," kata Kepala Desain Produk Hugging Face, Victor Mustar, dalam sebuah unggahan di X.
"Kemampuan agensinya luar biasa, mendefinisikan ulang apa yang mungkin dilakukan."
Namun, kritik juga muncul, termasuk keluhan bahwa Manus kesulitan dalam tugas sederhana seperti memesan tiket pesawat, serta sering mengalami kesalahan atau terjebak di loop yang tak berujung.
Karena pemrosesan AI ini berbasis cloud, beberapa pengguna mengkhawatirkan keamanan data mereka.
Kemungkinan akan perusahaan-perusahaan China memimpin dalam bidang AI telah menjadi topik hangat sejak DeepSeek, perusahaan berbasis di China, muncul pada Januari lalu.
Model AI DeepSeek menantang model yang dikembangkan oleh OpenAI, Google, dan pesaing lainnya dari AS, namun beroperasi dengan biaya yang jauh lebih rendah.
Tren terbaru dalam AI adalah agen digital yang dikhususkan untuk mengerjakan tugas atau bidang tertentu.
Anthropic dan OpenAI telah menambahkan kemampuan tersebut ke dalam platform AI mereka sejak akhir tahun lalu.
Butterfly Effect mengklaim bahwa Manus mampu melakukan tugas seperti membeli properti di New York atau mengedit siniar.
Namun, jurnalis TechCrunch, Kyle Wiggers, melaporkan bahwa Manus gagal ketika diminta untuk memesan sandwich atau menemukan tiket pesawat ke Jepang saat uji coba.
Kemajuan pesat AI di China, meskipun terdapat pembatasan ekspor cip komputer canggih oleh AS, menjadi perhatian di Silicon Valley.
Selain itu, pelepasan agen AI di internet tanpa regulasi yang ketat menimbulkan kekhawatiran akan potensi kesalahan atau penyalahgunaan, seperti kekacauan pasar saham akibat agen digital yang membuat kesalahan faktual.
CEO Corpora.ai, Mel Morris, tidak menganggap Manus sebagai "lompatan revolusioner" dibandingkan model AI yang sudah ada, tetapi ia melihat kemampuannya mengakses server komputer jarak jauh sebagai potensi risiko terhadap kerahasiaan data. [xa/rs]
Forum