Tautan-tautan Akses

Resolusi Tahun Baru di Tengah Ketidakpastian Pandemi COVID-19


Pekerja menambahkan angka 2 pada angka di atas Times Square menjelang perayaan malam tahun baru di Manhattan, New York City, AS, 26 Desember 2021. (Foto: REUTERS/Andrew Kelly)
Pekerja menambahkan angka 2 pada angka di atas Times Square menjelang perayaan malam tahun baru di Manhattan, New York City, AS, 26 Desember 2021. (Foto: REUTERS/Andrew Kelly)

Meskipun dibayangi ketidakpastian akan pandemi virus corona, sejumlah diaspora Indonesia tetap membuat resolusi tahun baru. Namun resolusi mereka kini cenderung simpel.

Memiliki acuan, target dan impian yang hendak dicapai sudah menjadi kebiasaan Andina Yuan Anggraini setiap kali menyongsong pergantian tahun. Bersama suami pindah ke New York pada Januari 2019, Yuan mengingat kembali resolusi 2021 dan juga ia tempelkan sebagai penyemangat di pintu kulkas.

Yuan bersama suami mengikuti maraton 5K Abbott Dash 2021 di New York pertama kali setelah pandemi. (Foto: Dok Pribadi)
Yuan bersama suami mengikuti maraton 5K Abbott Dash 2021 di New York pertama kali setelah pandemi. (Foto: Dok Pribadi)

“Di tahun 2021 ini sama suami kita ikut 5K di Manhattan bulan November kemarin. Sedangkan waktu tahun 2020 tuh olahraganya cuma ngunyah alias duduk nonton Netflix," kata Yuan.

Selain lebih rajin berolahraga, target Yuan juga memperdalam hobi kuliner seperti memasak dan membuat kue (baking) termasuk belajar kuliner pada Institute of Culinary Education di kota New York.

Berada di AS memberi pengaruh tersendiri bagi resolusi Fauzia Rahmah, yang tahun ini berkesempatan menjalani pertukaran pelajar selama satu semester di University of Pennsylvania.

“Tahun lalu itu resolusinya bener-bener simpel banget misalnya sebatas IPK-nya di atas yang aku inginkan, juga aktif di kelas. Tapi kalau ikut program pertukaran pelajar sebelum lulus (kuliah) itu, seperti tidak terpikir sama sekali. Ini, seperti sesuatu yang unexpected (tidak terbayangkan)," katanya.

Bersama beberapa teman, Fauzia biasanya berkumpul, makan, nonton, atau jalan-jalan untuk merayakan sekaligus berbagi resolusi tahun baru. Akan tetapi akhir 2021 kali ini, mahasiswi jurusan Teknik Industri itu harus menjalani protokol kesehatan dan menjalani karantina di Wisma Atlet ketika kembali ke tanah air. Kepada VOA, mahasiswi asal Jakarta yang meninggalkan AS setelah Natal itu mengungkapkan rencana perayaan tahun baru 2022 dengan panggilan melalui video bersama teman-teman dan keluarga.

Fauzia kumpul-kumpul online bersama teman-teman di akhir kepengurusan himpunan mahasiswa Teknik Industri. (Foto: Dok Pribadi)
Fauzia kumpul-kumpul online bersama teman-teman di akhir kepengurusan himpunan mahasiswa Teknik Industri. (Foto: Dok Pribadi)

Fauzia juga berharap pada tahun 2022 dapat menghabiskan waktu yang berkualitas bersama orang tuanya.

“Yang belum tercapai itu, mungkin lebih baik traveling bareng soalnya karena waktu pandemi kemarin kurang quality time dan juga orang tuaku suka olahraga lari kan. Jadi, mungkin bisa ikut maraton bersama," tambahnya.

Yonathan Wiryajaya dan Betty Yu yang tinggal di sekitar Philadelphia mengungkapkan pertama kali mengenal istilah resolusi tahun baru ketika masih duduk di SMP. Ketika ditanya guru, Yonathan menjawab, resolusinya agar sehat selalu dan mendapatkan nilai yang bagus di SMP.

Yonathan Wiryajaya penerima Indonesia International Student Mobility Awards 2021 presentasi untuk Public Communication di University of Pennsylvania. (Foto: Dok Pribadi)
Yonathan Wiryajaya penerima Indonesia International Student Mobility Awards 2021 presentasi untuk Public Communication di University of Pennsylvania. (Foto: Dok Pribadi)

Seiring berjalan waktu, kesehatan tetap menjadi resolusi keduanya. Mahasiswa hukum yang mendapat beasiswa IISMA (Indonesia International Student Mobility Awards) dari pemerintah itu tahun lalu memiliki target menambah kefasihan berbahasa Inggris, menambah teman di AS dan nilai akademik yang bagus. Resolusi tahun 2022 bagi mahasiswa asal Jakarta itu kini lebih berfokus pada kehidupan setelah kuliah.

“Resolusi saya sekarang adalah mencari magang, mungkin setelah saya lulus bisa mendapatkan full time job di Indonesia," kata Yonathan.

Sedangkan Betty, yang memutuskan membuka restoran tahun 2010 di Philadelphia, tidak memiliki resolusi apa pun tahun lalu karena mengalami depresi. Ibu dua anak itu dua hari sekali harus minum obat tidur ketika COVID-19 merebak. Penyebabnya, pemberlakuan lockdown dan renovasi bisnis restorannya yang memakan biaya hingga dua kali lipat.

Betty Yu membagikan kisah bisnis restorannya saat pandemi kepada salah satu stasiun televisi AS. (Foto: Dok Pribadi)
Betty Yu membagikan kisah bisnis restorannya saat pandemi kepada salah satu stasiun televisi AS. (Foto: Dok Pribadi)

Sejumlah kelonggaran selama pandemi, kini membuat Betty memberanikan diri untuk menetapkan tiga target utama yang hendak dicapai, mulai dari membeli gedung baru yang bisa dicapai pembeli dengan transportasi umum, dan membuka usaha atau bisnis baru. Di luar itu, ia rindu pulang ke Tanah Air tetapi ia memilih menunggu sampai tidak ada lagi keharusan menjalani masa karantina.

“Rencana pulang ke Indonesia pengen banget tapi kalau ngga ada karantina. Aku nggak mau pulang ke Indonesia kalau kita masih karantina, ngga deh… mahal biayanya.” [mg/ka]

XS
SM
MD
LG