Masalah industri kayu sekarang lebih disebabkan oleh resesi ekonomi global. Ekspor kayu Indonesia di AS di bawah tekanan, karena resesi tersebut. Meskipun demikian, apa yang dilakukan pemerintah Indonesia sudah baik; hanya perlu meningkatkan kemampuan dan kapasitas para pelaku di lapangan.
Demikian yang disampaikan Kepala Divisi Kehutanan dari Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, Charles V. Barber, kepada VOA, baru-baru ini dalam dialog kemitraan hutan Asia Pasifik (Asia Forest Partnerships), di Beijing, Tiongkok.
Barber menambahkan, Amerika Serikat mendukung reformasi birokrasi yang dicanangkan Presiden Yudhoyono, termasuk di sektor kehutanan.
“Jika kebijakan yang baik itu tidak didukung oleh struktur birokrasi yang tepat, tentu akan sulit pula menerapkannya di lapangan,” kata diplomat yang pernah cukup lama bertugas di Indonesia itu.
Seterusnya ia mengatakan, Indonesia sedang pada masa transisi pemerintahan pusat ke daerah, sehingga tidak mungkin ada perubahan dalam waktu singkat.
“Pada dasarnya ada kepentingan sektor swasta yang sangat kuat, Anda tahu bagi hasil kayu olahan dulu dikuasai oleh Bob Hassan (pengusaha kayu terkemuka yang dekat dengan mantan Presiden Soeharto, red.). Tetapi sekarang Indonesia sudah masuk dalam periode transisi dari sistem pemerintahan otoriter ke sistem desentralisasi. Ini tidak bisa selesai dalam semalam,” demikian Charles Barber.
Staf Ahli Menteri Kehutanan, Hadi Pasaribu, mengatakan kepada VOA, bahwa dulu isu penebangan liar dan penyelundupan kayu sangat tabu dibicarakan, termasuk di negara-negara konsumen terbesar kayu Indonesia seperti Jepang, Eropa, Amerika, dan Tiongkok. Ia tidak menjelaskan alasannya, namun menyambut baik keterbukaan pemerintah Tiongkok, untuk melaksanakan Konferensi Kehutanan Asia Pasifik tahun ini, bersama Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, FAO.
Pemerintah Indonesia sejak dua tahun terakhir memberlakukan sertifikat Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan, sistem SVLK ini berhasil mengurangi kegiatan penebangan liar.
“SVLK sudah ada, hampir dua tahun. Kita berharap justru kayu yang bersertifikat inilah yang dihargai dan dinilai tinggi. Alhamdulillah sudah berjalan bagus dan illegal logging berkurang. Ada dua sebabnya, yaitu pengawasan ketat dan hutan yang bisa ditebang liar jumlahnya sudah terbatas,” papar Menhut Zulkifli Hasan.
Kementerian Kehutanan, kata Zulkifli, tidak bekerja sendirian lagi dalam urusan penebangan hutan liar. Untuk kerjasama luar negeri, pemerintah telah membentuk Dewan Nasional Perubahan Iklim.
Sementara untuk pengawasan kawasan kerusakan hutan dilakukan oleh UKP4 dipimpin Kuntoro Mangkusubroto, yang sekaligus pula memimpin Satuan Tugas REDD+ (upaya pengurangan emisi akibat pembabatan hutan), yang dibentuk Presiden Yudhoyono.