Tautan-tautan Akses

Rencana Singapura Pasang Aplikasi Pemantauan di Komputer Siswa Picu Masalah Privasi


Siswa Sekolah Menengah Yio Chu Kang, mengenakan masker di dalam kelas, saat sekolah dibuka kembali di tengah pandemi COVID-19 di Singapura, 2 Juni 2020. (REUTERS / Edgar Su)
Siswa Sekolah Menengah Yio Chu Kang, mengenakan masker di dalam kelas, saat sekolah dibuka kembali di tengah pandemi COVID-19 di Singapura, 2 Juni 2020. (REUTERS / Edgar Su)

Skema pemerintah Singapura untuk memastikan anak-anak memiliki akses ke komputer untuk pembelajaran di rumah membangkitkan keprihatinan akan masalah privasi terkait piranti lunak pemantauan yang dipasang pada komputer-komputer itu.

Skema tersebut, yang dipercepat realisasinya karena penutupan sekolah akibat pandemi COVID-19, menawarkan subsidi untuk memastikan semua siswa sekolah menengah memiliki akses ke komputer menjelang akhir 2021.

Namun, pemerintah mengatakan pada Desember lalu bahwa komputer-komputer itu harus dilengkapi dengan seperangkat aplikasi manajemen yang diwajibkan pemerintah. Para siswa yang memilih untuk menggunakan komputer pribadi pun juga harus memasang piranti lunak itu pada komputer mereka.

Yang menjadi masalah, piranti lunak ini memungkinkan guru melihat dan mengontrol siswa dari jarak jauh, sehingga memicu munculnya petisi online yang menentang rencana dan kritikan organisasi HAM internasional, Human Rights Watch.

Kementerian Pendidikan Singapura mengatakan kepada stasiun pemberitaan CNA sebelumnya bulan ini bahwa perangkat lunak ini akan merekam sejumlah informasi penting, termasuk sejarah pencarian internet untuk membatasi akses ke situs-situs tidak pantas, tapi tidak akan melacak data pribadi seperti lokasi atau kata sandi (password).

Kementerian itu tidak segera menanggapi permintaan penjelasan dari kantor berita Reuters.

"Kurangnya definisi tentang apa yang dianggap ‘tidak pantas’, dan kurangnya transparansi mengenai bagaimana keputusan tersebut dibuat, menghalangi kemampuan anak untuk berbicara dengan bebas dan mengakses informasi," kata Human Rights Watch dalam sebuah pernyataan pekan lalu.

Penolakan publik jarang terjadi di negara pulau yang dikontrol ketat ini. Namun, petisi siswa online yang mendesak pemerintah berkompromi dan tidak memaksa siswa untuk memasang perangkat lunak itu telah memperoleh sekitar 6.600 tanda tangan. Singapura sendiri berpenduduk sekitar 5,7 juta orang.

Aplikasi pelacakan kontak "TraceTogether" yang dirilis oleh pemerintah Singapura untuk melacak penyebaran virus COVID-19 di Singapura, di sebuah ponsel, 25 Maret 2020. (REUTERS / Edgar Su)
Aplikasi pelacakan kontak "TraceTogether" yang dirilis oleh pemerintah Singapura untuk melacak penyebaran virus COVID-19 di Singapura, di sebuah ponsel, 25 Maret 2020. (REUTERS / Edgar Su)

Petisi ini muncul setelah pemerintah menghadapi kritik keras bulan lalu karena tidak mengungkapkan fakta bahwa data yang dikumpulkan oleh aplikasi pelacakan kontak COVID-19 dimanfaatkan oleh polisi. Kritikan itu akhirnya membuahkan perubahan hukum untuk membatasi penggunaan polisi atas data tersebut.

Kementerian Pendidikan mengatakan akan melakukan pemesanan massal laptop yang dilengkapi dengan perangkat lunak pemantauan itu untuk dibeli siswa dengan menggunakan subsidi.

Sekolah ditutup selama beberapa bulan tahun lalu akibat tingginya wabah COVID-19 di Singapura, tetapi pada tahun ini pemerintah akan melakukan hari-hari pembelajaran dari rumah secara teratur untuk siswa sekolah menengah sebagai bagian dari upaya menggairahkan literasi digital. [ab/uh]

XS
SM
MD
LG