Tautan-tautan Akses

Remaja yang Bunuh Tiga Gadis di Kelas Dansa Bertema Taylor Swift Divonis 52 Tahun Penjara


Peti yang membawa jenazah korban penikaman di Southport, Elsie Dot Stancombe, tiba di Gereja St John di Birkdale, dekat Southport, Inggris, dalam prosesi pemakaman pada 23 Agustus 2024. (Foto: AFP/Peter Powell)
Peti yang membawa jenazah korban penikaman di Southport, Elsie Dot Stancombe, tiba di Gereja St John di Birkdale, dekat Southport, Inggris, dalam prosesi pemakaman pada 23 Agustus 2024. (Foto: AFP/Peter Powell)

Rudakubana berusia 17 tahun ketika ia menyerang anak-anak di kota tepi laut, Southport, pada Juli 2024 lalu. Ia menewaskan Alice Da Silva Aguiar, 9 tahun, Elsie Dot Stancombe, 7 tahun, dan Bebe King, yang berusia 6 tahun.

Axel Rudakubana, seorang remaja yang menikam tiga gadis kecil hingga tewas di sebuah kelas dansa bertema Taylor Swift di Inggris, divonis 52 tahun penjara pada hari Kamis (23/1).

Hakim Julian Goose menyebut tindakan Axel, yang berusia 18 tahun, sebagai “kejahatan yang paling ekstrem, mengejutkan dan sangat serius.” Hakim menambahkan bahwa Rudakubana “berupaya dan melakukan pembunuhan massal gadis-gadis muda yang bahagia dan tidak berdosa.”

Goose mengatakan ia tidak dapat menjatuhkan hukuman seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat karena sewaktu melakukan kejahatan itu Axel berusia di bawah 18 tahun. Tetapi ia menegaskan bahwa Axel harus menjalani hukuman penjara 52 tahun – dikurangi enam bulan saat ia berada di tahanan menunggu sidang pengadilan – sebelum dapat dipertimbangkan untuk mendapatkan pembebasan bersyarat.

“Tampaknya ia tidak akan pernah dibebaskan,” tambah Goose.

Rudakubana berusia 17 tahun ketika ia menyerang anak-anak di kota tepi laut, Southport, pada Juli 2024 lalu. Ia menewaskan Alice Da Silva Aguiar, 9 tahun, Elsie Dot Stancombe, 7 tahun, dan Bebe King, yang berusia 6 tahun.

Rudakubana juga melukai delapan gadis kecil lainnya yang berusia antara 7-13 tahun. Juga seorang guru, Leanne Lucas; dan seorang pebisnis lokal yang mencoba menghentikannya, John Hayes.

Serangan itu mengejutkan Inggris dan memicu aksi kekerasan. Pemerintah mengumumkan penyelidikan publik tentang bagaimana sistem yang ada telah gagal menghentikan sang pelaku, yang sebenarnya telah beberapa kali dirujuk ke pihak berwenang karena obsesinya terhadap kekerasan.

Mengganggu sidang vonis

Rudakubana menghadapi tiga dakwaan pembunuhan, 10 dakwaan percobaan pembunuhan dan dakwaan tambahan atas kepemilikan pisau, racun risin dan sebuah buku panduan Al Qaeda.

Secara tak terduga, pada hari Senin (20/1) ia mengubah pembelaannya menjadi mengaku bersalah atas semua dakwaan.

Namun ia tidak hadir di pengadilan untuk mendengarkan vonis yang dijatuhkan pada hari Kamis karena saat jaksa di Pengadilan Liverpool Crown di barat laut Inggris mulai menguraikan bukti-bukti, Rudakubana menyela dengan berteriak bahwa dia merasa sakit dan membutuhkan paramedis.

Hakim Julian Goose memerintahkan aparat untuk mengeluarkan Rudakubana ketika ia terus menerus berteriak. Seorang hadirin sempat membalas teriakannya dengan mengatakan “pengecut!”

Petugas kepolisian berjalan di dekat tempat kejadian perkara insiden penikaman di Southport, Inggris, pada 30 Juli 2024. (Foto: Reuters/Temilade Adelaja)
Petugas kepolisian berjalan di dekat tempat kejadian perkara insiden penikaman di Southport, Inggris, pada 30 Juli 2024. (Foto: Reuters/Temilade Adelaja)

Sidang vonis dilanjutkan tanpa kehadirannya.

Horor di Musim Panas

Jaksa Deanna Heer menggambarkan bagaimana serangan itu terjadi pada hari pertama libur musim panas, ketika 26 gadis kecil “berkumpul di ruangan dengan beberapa meja, membuat gelang dan bernyanyi lagu-lagu Taylor Swift.”

Dengan bersenjatakan pisau besar, Rudakubana masuk ke dalam kelas dan mulai menikam para siswi dan guru mereka.

Sidang pengadilan memperlihatkan video saat tersangka tiba di lokasi Hart Space dengan taksi, memasuki gedung, dan dalam hitungan detik terdengar teriakan-teriakan. Anak-anak berlarian keluar dengan panik, sebagian di antaranya terluka.

Seorang anak perempuan berhasil mencapai pintu keluar, namun ditarik kembali ke dalam oleh Rudakubana. Dia ditikam sebanyak 32 kali namun berhasil selamat.

Mereka yang hadir di sidang pengadilan itu tidak dapat menahan perasaan yang campur aduk, dan isak tangis saat video diputar.

Heer mengatakan dua dari anak-anak yang tewas “menderita luka-luka yang sangat mengerikan yang sulit untuk dijelaskan sebagai sesuatu selain sadis.” Salah satu anak perempuan yang tewas mengalami 122 luka tikaman, sementara yang lainnya menderita 85 luka tikaman.

Raja Inggris Charles berkunjung ke Southport menyusul insiden penikaman di wilayah tersebut yang memicu kerusuhan yang menargetkan Muslim dan para migran, pada 20 Agustus 2024. (Foto: Reuters/Temilade Adelaja)
Raja Inggris Charles berkunjung ke Southport menyusul insiden penikaman di wilayah tersebut yang memicu kerusuhan yang menargetkan Muslim dan para migran, pada 20 Agustus 2024. (Foto: Reuters/Temilade Adelaja)

Obsesi pada kekerasan

Jaksa penuntut mengatakan Rudakubana memiliki “obsesi yang sudah berlangsung lama terhadap kekerasan, pembunuhan, genosida.”

“Satu-satunya tujuannya adalah untuk membunuh. Dan dia menargetkan orang-orang yang paling muda dan paling rentan dalam masyarakat,” katanya, sementara kerabat para korban menyaksikan jalannya sidang.

Heer mengatakan ketika dia ke kantor polisi, Rudakubana terdengar mengatakan: “Untunglah anak-anak itu sudah mati, saya sangat senang, saya sangat bahagia.”

Pembunuhan itu memicu kekerasan anti-imigran selama berhari-hari di seluruh Inggris setelah para aktivis sayap kanan memanfaatkan laporan yang tidak benar bahwa penyerang adalah pencari suaka yang baru saja tiba di Inggris. Beberapa orang mengatakan kejahatan itu merupakan serangan jihad, dan menuduh polisi dan pemerintah menyembunyikan informasi.

Rudakubana lahir di Cardiff, Wales. Orang tuanya berasal Rwanda. Para penyelidik belum dapat menentukan motif serangan yang dilakukannya. Namun polisi menemukan dokumen-dokumen tentang berbagai hal termasuk Nazi Jerman, genosida Rwanda, dan bom mobil di piranti miliknya.

Pada tahun-tahun sebelum serangan itu, dia telah dilaporkan ke berbagai pihak berwenang atas minat dan tindakan kekerasannya. Semua lembaga itu gagal melihat bahaya yang ditimbulkannya.

Pada tahun 2019, Rudakubana menelepon saluran nasihat anak-anak untuk bertanya “Apa yang harus saya lakukan jika saya ingin membunuh seseorang?” Ia mengatakan telah membawa pisau ke sekolah karena ingin membunuh seseorang yang merundungnya. Dua bulan kemudian, dia menyerang sesama siswa dengan tongkat hoki dan dihukum karena melakukan penyerangan tersebut.

Definisi terorisme

Jaksa penuntut mengatakan Rudakubana telah tiga kali dirujuk ke program anti-ekstremisme pemerintah, “Prevent,” saat ia berusia 13 dan 14 tahun. Ia durujuk pertama kali karena kedapatan meneliti tentang penembakan di sekolah, kemudian karena mengunggah foto-foto pemimpin Libya, Moammar Gadhafi, di Instagram, dan karena melakukan penelitian tentang serangan teror di London.

Namun mereka menyimpulkan bahwa kejahatannya tidak dapat digolongkan sebagai terorisme karena Rudakubana tidak memiliki tujuan politik atau agama yang jelas.

Heer mengatakan “tujuannya adalah melakukan pembunuhan massal, bukan untuk tujuan tertentu, tetapi sebagai tujuan itu sendiri.”

Perdana Menteri Keir Starmer minggu ini mengatakan bahwa Inggris harus menghadapi “ancaman baru” dari individu-individu kejam yang memiliki motivasi tertentu dan menguji definisi tradisional terorisme.

“Setelah salah satu momen paling mengerikan dalam sejarah negara kita, kita berhutang pada para gadis muda tak berdosa ini dan semua yang terkena dampaknya untuk memberikan perubahan yang layak mereka dapatkan,” kata Starmer setelah hukuman dijatuhkan. [em/lt]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG