Zara, yang berusia 19 tahun, terbang keliling dunia sendirian mulai 11 Agustus ini. Ia berharap penerbangan solo ini akan menginspirasi remaja-remaja putri di berbagai belahan dunia untuk terlibat dalam industri penerbangan dan STEM – atau sains, teknologi, engineering atau teknik rekayasa, dan matematika.
“Saya pikir tidak banyak perempuan yang ada dalam dunia penerbangan. Hanya ada 5% perempuan dalam industri ini, dibanding laki-laki yang mencapai 95%. Jadi hampir tidak pernah kita melihat perempuan menerbangkan pesawat terbang," katanya.
"Ketika kita membayangkan profesi pilot, kita tidak pernah membayangkan ini akan diduduki perempuan, kebanyakan laki-laki. Jadi saya berupaya mengubah hal ini sedikit demi sedikit. Saya berupaya mengajak anak-anak perempuan tertarik pada dunia penerbangan. Ini tujuan sesungguhnya, menjadikan seseorang bisa mengatakan: ya Tuhan, itu ada anak perempuan jadi penerbang! Saya ingin menjadi seperti itu juga," lanjut Zara.
Zara sudah diajak orang tuanya mengenal kokpit pesawat ringan ketika baru berusia beberapa bulan, dan sejak usia enam tahun ia sudah bepergian dengan pesawat-pesawat kecil. Pada usia 14 tahun ia sudah menerbangkan pesawat sendiri dan hingga kini sudah membukukan sekitar 130 jam terbang solo.
“Seluruh keluarga saya pilot. Ayah saya pilot. Ibu saya pilot. Bahkan adik saya pilot. Jadi ini benar-benar ada dalam keluarga. Saya sudah terbang sejak saya lahir, dengan ayah saya, dengan ibu saya. Begitu saya belajar terbang.”
Zara akan terbang dengan pesawat ultra-ringan di atas lima benua dan 52 negara. Pesawat itu terlalu kecil untuk terbang di atas Samudera Atlantik dan Pasifik, jadi ia akan terbang melintasi Eropa, menjelajahi Greenland, lalu menyebrangi Atlantik, naik ke Amerika, terus naik ke Alaska untuk menyebrangi Pasifik, lalu melintasi Asia ke Eropa. Perjalanan itu diperkirakan akan memakan waktu 2-3 bulan.
“Ada perasaan sangat aneh saat lepas landas, semua terasa menyenangkan. Saya sudah memeriksa semuanya untuk memastikan saya siap. Ketika tiba saatnya terbang, kita berada di dunia yang sama sekali berbeda. Saya tidak dapat menggambarkan itu karena itu sangat luar biasa!” kata Zara.
Kedua orang tua Zara, Beatrice De Smet dan Sam Rutherford, juga pilot.
“Ia sudah naik pesawat terbang sejak berusia sekitar delapan bulan. Ia sudah pernah menyebrangi Afrika dengan pesawat kecil. Jadi ia sudah sering terbang," kata Beatrice.
Kedua orang tua Zara tidak akan terbang bersamanya. Mereka mencoba mengatasi rasa khawatir yang sangat luar biasa.
“Perasaannya sangat beragam. Saya tentu saja sangat senewen, tetapi luar biasa bangga sebagai orang tua karena ia melakukan hal ini. Ia tahu risikonya, tapi ini mimpinya!” ujar Beatrice.
Rekor penerbang perempuan keliling dunia sendirian saat ini dipegang oleh warga Amerika berusia 30 tahun, Shaesta Waiz. Sementara rekor laki-laki dipegang oleh warga Inggris berusia 18 tahun, Travis Ludlow.
Zara berharap ia dapat mengimbangi ketidaksetaraan itu.
“Ada kesenjangan hingga 12 tahun diantara rekor laki-laki dan perempuan. Jadi saya ingin mendekatkannya, dan berharap perempuan dapat memiliki kesempatan yang sama untuk bersaing dengan laki-laki.” [em/jm]