Selama beberapa minggu ini, cicada muncul dalam jumlah yang sangat besar di pekarangan warga AS yang tinggal di beberapa negara bagian seperti New York, Maryland, Virginia, Tennessee, dan North Carolina.
Cicada keluar dari lubang-lubang di tanah berombongan saat senja dan merayap ke pohon lalu berubah menjadi semacam kepompong. Cicada kemudian melepaskan kulit kepompongnya menjadi dewasa dengan bola mata yang umumnya berwarna merah menyala. Cicada kemudian mencari pasangan menghasilkan telur-telur yang kemudian melanjutkan evolusinya dan kembali ke tanah untuk muncul 17 tahun kemudian.
Diaspora Indonesia di AS, mengamati fenomena langka ini. Butet Luhcandradini tinggal di Maryland dekat ibukota AS. Ia merasa beruntung bisa menyaksikan fenomena langka ini. Ia terbebas dari ketakutan serangan serangga di dalam rumah karena cicada berbeda dengan jangkrik yang dijumpai di Indonesia.
"Nanti kalau sudah keluar sayapnya menghilang begitu saja, kalau jangkrik kan tidak punya sayap, hanya loncat-loncat dan ada sepanjang musim. Kalau jangkrik tidak bisa masuk ke dalam tanah, paling masuk ke kamar mandi. Tapi cicadas sudah jelas habitatnya di dalam tanah lalu diam, 17 tahun lagi baru keluar. Kalau jangkrik aku takut karena bisa masuk ke dalam rumah, dan closet," ujarnya.
Paula Shrewsbury, profesor di Departemen Entomologi di Universitas Maryland menjelaskan habitat cicada ini
"Cicada mulai mengubur dirinya dalam tanah. Mereka mencari akar untuk dimakan, biasanya akar rumput karena lebih kecil dan memakannya. Begitu mencapai bebagai tahapannya, cicada masuk lebih dalam di tanah, dan memakan akar pohon yang lebih besar selama 17 tahun, sampai saatnya muncul lagi," ujar Paula.
Keke Ward-La Liberte, diaspora Indonesia lainnya yang tinggal di daerah Reston, Virginia, menemukan cicada bergelantungan di pekarangan tetangganya. Tetangganya beramai-ramai mengunggah foto serangga itu di media sosial.
"Menjijikkan melihatnya, karena banyak sekali jumlahnya, ratusan menempel di pagar. Mereka kan punya halaman dari kayu pagarnya, dan mereka sudah standby di situ dan membuat video. Dan bukan hanya satu dua orang yang memposting, OMG,” tukasnya.
Kehobohan warga Amerika mengenai cicada membuat Keke mencari tahu mengenai serangga ini. Ia penasaran dengan bunyi cicada ketika dewasa, setelah mendapat kabar di Australia bahwa bunyi cicada cukup mengganggu.
“Katanya itu binatang bisa bikin pening kepala, dan sebaiknya tutup kuping, karena sakit banget di telinga, ternyata di Australia bunyinya lebih keras, apa mungkin di AS juga, tapi tidak tahu juga. Karena kita kan tinggal di AS belum ada 17 tahun jadi tidak punya pengalaman sebelumnya dibandingkan sekarang tidak mengerti,” imbuhnya.
Para pakar mengatakan cicada tidak berbahaya bagi alam, manusia dan hewan peliharaan. Sebagian orang bahkan mengolahnya sebagai makanan dan dianggap sarat protein.
Meskipun sebagian orang merasa jijik, para ilmuwan mengatakan kehadiran cicada menunjukkan meskipun dunia dilanda polusi, perubahan iklim, dan keanekaragaman hayati berkurang secara dramatis, ada evolusi yang tetap berlangsung secara rutin.
Musim cicada diperkirakan berlangsung selama empat minggu pada suhu yang berkisar 64 derajat Fahrenheit atau sekitar 17 derajat Celcius. [my/ka]