Kira-kira 700.000 pengungsi Rohingya dari Myanmar yang kini tinggal di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh menghadapi bahaya baru, karena akan tibanya musim hujan yang diperkirakan akan menimbulkan tanah longsor.
Wakil Pembantu Menteri Luar Negeri Amerika Urusan Pengungsi Rohingya Mark Storella mengatakan, pemerintah Amerika dan PBB sedang berusaha keras untuk membantu para pengungsi yang telah hidup menderita itu.
Storella mengatakan, Amerika baru saja mengumumkan tambahan bantuan kemanusiaan sebesar 50 juta dollar untuk mendukung usaha gabungan pimpinan PBB guna membantu para pengungsi itu.
Tambahan bantuan baru ini menjadikan seluruh bantuan Amerika guna menangani krisis pengungsi ini menjadi 418 juta dollar sejak tahun 2016.
Bantuan ini dianggap penting karena musim hujan akan segera tiba, dan kamp pengungsi terbesar di Bangladesh yang menampung 600,000 pengungsi terletak dekat laut dan akan
sangat rentan terkena banjir serta tanah longsor. Kata Mark Storella kepada VOA:
“Musim hujan ini diperkirakan akan mengakibatkan curah hujan sampai dua meter di kamp pengungsi terbesar di dunia itu. Karena itu sangat dibutuhkan kamp pengungsi yang lebih aman, lengkap dengan bantuan psiko-sosial bagi pengungsi yang sudah sangat menderita itu.”
Kata Mark Storella lagi, kamp Kutupalong yang terletak di kawasan pantai Cox’s Bazaar itu dihuni oleh hampir 600,000 orang pengungsi.
“Kamp itu sepenuhnya dibangun diatas tanah berlumpur. Disana hampir tidak ada pepohonan. Bahkan akar-akar tanaman dan pohon sudah habis dicabuti oleh pengungsi untuk dijadikan kayu bakar. Apabila hujan tiba, ada ancaman serius kamp pengungsi yang dibangun secara tidak teratur ini akan mengalami kebanjiran dan longsoran lumpur.”
Longsoran lumpur akan sangat berbahaya bagi para pengungsi, dan karenanya dana bantuan tambahan tadi akan digunakan untuk membangun saluran-saluran air supaya jangan terjadi banjir.
Kata Mark Storella, pemerintah Amerika, PBB dan Bangladesh juga sedang bekerjasama untuk mencari lokasi baru bagi kamp pengungsi yang lebih baik dan aman.
“Kami senang melihat Myanmar dan Bangladesh telah mulai mengadakan perundingan untuk memulangkan para pengungsi Rohingya itu ke Myanmar. Tapi kami ingin memastikan bahwa para pengungsi ini tidak akan dipaksa kembali, dan bisa melakukannya secara sukarela dan dengan cara yang baik, sesuai martabat manusia.”
Itu berarti, kata Storella, kita harus terus menekan pemerintah Myanmar untuk menciptakan kondisi aman, dan bekerjasama dengan badan-badan PBB seperti UNHCR, supaya para pengungsi bisa mendapat informasi yang terbaik, dan bahwa keselamatan mereka akan terjamin kalau mereka kembali ke kampung halaman mereka.
Minggu lalu seorang pengacara bagi pengungsi Rohingya itu mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa pemerintah Myanmar harus diadukan ke Mahkamah Kejahatan Internasional karena melakukan kejahatan atas warga Rohingya dan kelompok-kelompok etnis lainnya. [ii]