Ratusan mantan jaksa penuntut federal telah menandatangani sebuah surat yang menyatakan, kalau Donald Trump bukan presiden, ia akan dituduh menghalangi keadilan.
Laporan penyidik khusus itu mendapati bahwa kampanye Trump tidak berkolusi dengan Rusia yang ikut campur dalam pemilihan presiden 2016, tetapi mengutip hampir selusin tindakan presiden yang kemungkinan menghalangi keadilan.
Jaksa Agung William Barr dan Wakil Jaksa Agung Rod Rosenstein kemudian turun tangan dan memutuskan bahwa bukti Mueller tidak cukup untuk tuduhan menghalangi penyelidikan itu.
Tetapi sejumlah mantan jaksa penuntut menjelaskan bahwa dalam pandangan mereka bukti-bukti condong ke arah yang berbeda. Surat itu dirilis Senin (6/5) oleh Protect Democracy, sebuah kelompok advokasi yang dibentuk dua tahun lalu yang secara rutin kritis terhadap pemerintahan Trump.
Sementara itu, Menlu AS Mike Pompeo bertemu dengan mitra Rusianya, Menlu Sergey Lavrov hari Senin, di tengah-tengah ketegangan antara dua negara mengenai krisis politik di Venezuela, dan kedua diplomat tertinggi itu menekankan, mereka tidak menginginkan campur tangan militer asing di negara itu.
Setelah pembicaraan mereka di sela-sela pertemuan Dewan Kutub Utara di Finlandia, di mana Amerika dan Rusia menjadi anggota, Pompeo ditanya seberapa jauh perbedaan kedua negara itu dengan Venezuela.
"Saya memperjelas pandangan kami bahwa rakyat Venezuela layak memperoleh demokrasi, dengan tidak ada pihak asing yang menjalankan atau terlibat di negara mereka dengan pengerahan militer. Jadi kami ingin Kuba keluar, Iran keluar dan militer Rusia keluar dari sana," kata Pompeo.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Rusia Lavrov mengatakan kepada wartawan setelah pertemuan, ia memperingatkan Pompeo bahwa intervensi militer AS di Venezuela akan menjadi bencana besar dan tidak dapat dibenarkan. (ps)
