PHNOM PENH —
Laporan 180 halaman itu dirilis hari Jumat (7/2) oleh badan kajian internal ADB dan mendapati kegagalan staf ADB selama bertahun-tahun dalam merencanakan dan melaksanakan program pemukiman kembali menyebabkan "kerugian langsung dan membahayakan" bagi ribuan orang.
Penulis laporan menyatakan, staf ADB harus "mengubah pendekatan" dalam melaksanakan proyek-proyek pemukiman kembali di masa depan, dan mereka menuntut bank tersebut membayar ganti rugi.
Proyek bernilai 142 juta dolar itu, yang sebagian besar didanai ADB dan pemerintah Australia, memukimkan kembali ribuan keluarga dalam beberapa tahun ini.
Sekitar 4.000 keluarga Kamboja, yang umumnya sangat miskin, telah secara paksa dipindahkan guna memungkinkan peremajaan jalan kereta api.
Berdasar aturan bank tersebut, tidak satupun dari mereka harus berakhir lebih buruk.
Tetapi laporan hari Jumat menegaskan, kegagalan ADB untuk mematuhi aturannya sendiri dalam pemukiman kembali menyebabkan banyak, dan mungkin sebagian besar, malah lebih buruk. Dan itu, kata penulis, bisa dan seharusnya dihindari.
David Pred mengetuai organisasi nirlaba yang disebut Inclusive Development International, dan sejak tahun 2010 mendesakkan hak-hak mereka yang terkena dampak proyek kereta api itu.
"Itu laporan paling memberatkan dalam sejarah mekanisme akuntabilitas ADB. Temuan itu benar-benar pahit, dan apa yang mereka tuntut tidak hanya mengarahkan proyek ini kembali ke aturannya - karena sejak awal proyek ini tidak mematuhi aturan - tetapi meminta ADB mengubah cara mereka memperlakukan orang yang terkena dampak proyek-proyek mereka, dan cara mereka mengelola dampak sosial dan lingkungan," kata David Pred.
Program peremajaan kereta api tersebut disepakati antara ADB dan pemerintah Kamboja pada tahun 2006. Setelah bertahun-tahun perang saudara, kondisi perkereta-apian menua dan buruk. Setelah damai, negara itu ingin meremajakan dan menghidupkan kembali kereta api.
Dalam komentar melalui email hari Jumat, ADB mengatakan, dalam dua bulan ke depan pihaknya akan berkonsultasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk keluarga yang terkena dampak dan pemerintah, sebelum menyampaikan rencana aksi.
Penulis laporan menyatakan, staf ADB harus "mengubah pendekatan" dalam melaksanakan proyek-proyek pemukiman kembali di masa depan, dan mereka menuntut bank tersebut membayar ganti rugi.
Proyek bernilai 142 juta dolar itu, yang sebagian besar didanai ADB dan pemerintah Australia, memukimkan kembali ribuan keluarga dalam beberapa tahun ini.
Sekitar 4.000 keluarga Kamboja, yang umumnya sangat miskin, telah secara paksa dipindahkan guna memungkinkan peremajaan jalan kereta api.
Berdasar aturan bank tersebut, tidak satupun dari mereka harus berakhir lebih buruk.
Tetapi laporan hari Jumat menegaskan, kegagalan ADB untuk mematuhi aturannya sendiri dalam pemukiman kembali menyebabkan banyak, dan mungkin sebagian besar, malah lebih buruk. Dan itu, kata penulis, bisa dan seharusnya dihindari.
David Pred mengetuai organisasi nirlaba yang disebut Inclusive Development International, dan sejak tahun 2010 mendesakkan hak-hak mereka yang terkena dampak proyek kereta api itu.
"Itu laporan paling memberatkan dalam sejarah mekanisme akuntabilitas ADB. Temuan itu benar-benar pahit, dan apa yang mereka tuntut tidak hanya mengarahkan proyek ini kembali ke aturannya - karena sejak awal proyek ini tidak mematuhi aturan - tetapi meminta ADB mengubah cara mereka memperlakukan orang yang terkena dampak proyek-proyek mereka, dan cara mereka mengelola dampak sosial dan lingkungan," kata David Pred.
Program peremajaan kereta api tersebut disepakati antara ADB dan pemerintah Kamboja pada tahun 2006. Setelah bertahun-tahun perang saudara, kondisi perkereta-apian menua dan buruk. Setelah damai, negara itu ingin meremajakan dan menghidupkan kembali kereta api.
Dalam komentar melalui email hari Jumat, ADB mengatakan, dalam dua bulan ke depan pihaknya akan berkonsultasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk keluarga yang terkena dampak dan pemerintah, sebelum menyampaikan rencana aksi.