Ribuan pengungsi Rohingya berunjuk rasa di kamp-kamp di Bangladesh pada hari Jumat (25/8), menuntut pemulangan mereka dengan selamat ke Myanmar pada peringatan enam tahun kekerasan yang memaksa mereka mengungsi.
Bangladesh adalah rumah bagi sekitar satu juta anggota minoritas tanpa kewarganegaraan itu, yang sebagian besar melarikan diri dari tindakan keras militer tahun 2017 yang kini menjadi objek penyelidikan genosida Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Frustrasi meluas karena merajalelanya pelanggaran hukum di kamp-kamp permukiman pengungsi, berkurangnya bantuan kemanusiaan internasional, dan tidak adanya kemajuan dalam kesepakatan repatriasi yang digembar-gemborkan.
“Kami menuntut kembali kewarganegaraan Myanmar. Ini bukan hal baru, kami dulu dan sekarang adalah warga negara Myanmar,” kata Kamal Hussain, seorang pemimpin komunitas Rohingya, kepada AFP.
“Mereka perlahan-lahan mencoba menghapus nama kami dari sejarah Myanmar.”
Beberapa protes dilangsungkan di beberapa kamp yang terletak dekat perbatasan Myanmar meskipun terjadi hujan lebat.
Sekitar 10.000 pengungsi hadir di kamp pengungsi terbesar, menurut Batalyon Polisi Bersenjata, yang bertugas menjaga keamanan di kamp-kamp tersebut.
“Kami merasakan ketidakamanan dan rasa frustrasi yang semakin meningkat di sini,” kata Mohammad Imran, 19, seorang pengungsi, kepada AFP. “Kami ingin pulang ke rumah dengan hak penuh kami.”
Pemotongan anggaran memaksa Program Pangan Dunia (WFP) mengurangi secara drastis bantuan kemanusiaan ke kamp-kamp Rohingya tersebut tahun ini, dengan jatah bantuan sekarang sebesar $8 per pengungsi per bulan.
Malnutrisi sudah merajalela di kalangan pengungsi dan kelompok-kelompok HAM mengatakan pengurangan tersebut telah memperparah kesulitan yang ada.
Kekerasan terus melanda kamp-kamp tersebut, yang kini menjadi kubu pertahanan kelompok-kelompok bersenjata dan digunakan sebagai markas jaringan perdagangan narkoba regional.
Puluhan orang tewas terbunuh dalam bentrokan di kamp Rohingya sepanjang tahun ini, termasuk perempuan dan anak-anak.
“Ketika kondisi kemanusiaan di permukiman pengungsi terbesar di dunia memburuk… tantangan seputar krisis yang berkepanjangan ini terus meningkat,” kata Badan Urusan Pengungsi PBB (UNHCR) dalam sebuah pernyataannya minggu ini.
Bangladesh dan Myanmar sedang mengerjakan program percontohan untuk mulai memulangkan warga Rohingya ke kampung halaman mereka, meskipun ada kekhawatiran dari kelompok-kelompok HAM yang mengatakan kondisinya tidak aman untuk kepulangan mereka.
Secara luas dipandang sebagai penyelundup dari Bangladesh, warga Rohingya yang tetap tinggal di Myanmar tidak diberi kewarganegaraan dan akses terhadap layanan kesehatan, dan memerlukan izin untuk bisa bepergian ke luar kota tempat mereka tinggal.
Kepala junta militer Myanmar Min Aung Hlaing – yang merupakan panglima militer selama tindakan keras tersebut – menganggap istilah Rohingya sebagai “khayalan”.
Bangladesh telah berulang kali mengatakan bahwa repatriasi apa pun harus dilakukan secara sukarela.
Skema percontohan belum dimulai, dan komisaris pengungsi Bangladesh Mizanur Rahman mengatakan kepada AFP bahwa negaranya masih mendiskusikan rinciannya dengan pihak berwenang Myanmar. [ab/uh]
Forum