Pemimpin oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi menghadapi tenggat: agar bisa mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilu November 2015, parlemen Myanmar harus mengesahkan beberapa perubahan penting dalam konstitusi.
Minggu ini, sejumlah politisi utama Myanmar mengungkapkan dukungan atas amandemen konstitusi itu tetapi masih samar-samar mengenai perubahan apa yang sebenarnya mereka dukung.
Pasal yang melarang pencalonan Suu Kyi adalah pasal 59(f) yang menyatakan pasangan, anak atau pasangan anak seorang calon tidak boleh berkewarganegaraan asing. Suu Kyi bersuamikan penulis Inggris Michael Aris, dan kedua putra mereka bukan warga negara Myanmar.
Pasal lain mewajibkan para calon presiden memiliki pengalaman militer. Perempuan dilarang masuk militer Myanmar hingga baru-baru ini.
Presiden Thein Sein, yang mengatakan tidak akan mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua, hari Kamis mendukung amandemen konstitusi itu dengan mengatakan sebuah konstitusi yang sehat harus bisa diubah.
Banyak pihak di Myanmar – yang melihat Suu Kyi dan perjuangannya melawan bekas rezim militer sebagai lambang harapan – yakin jika ia menjadi presiden maka akan menunjukkan kesuksesan reformasi di negara itu.
Ma Mwe termasuk diantara sekitar 30 demonstran hari Jumat di pusat kota Rangoon yang mendukung amandemen konstitusi. Ia mengatakan rakyat memilih Suu Kyi sebagai presiden dalam pemilu 1990 tetapi ia masih belum jadi presiden. Ia mengatakan itu bertentangan dengan keinginan rakyat dan itulah sebabnya mengapa konstitusi harus diamandemen.
Hari Senin, komisi tinggi partai berkuasa USDP bertemu di Naypyitaw untuk mendukung 51 jenis amandemen konstitusi termasuk pasal yang bisa memungkinkan Suu Kyi mencalonkan diri.
Konstitusi Myanmar, yang disahkan dalam referendum tahun 2008, bisa diubah jika didukung 75 persen suara dalam parlemen. Seperempat kursi parlemen Myanmar dikuasai militer, dan belum jelas apakah mereka mendukung perubahan konstitusi untuk membuka jalan bagi Suu Kyi.
Sejumlah proposal amandemen konstitusi lainnya mencakup mengubah sistem pemilihan hakim-hakim mahkamah agung dan apakah mereka diwajibkan memiliki pengalaman di bidang hukum. Ada juga proposal untuk memberi sebagian otonomi bagi kelompok-kelompok etnis yang melakukan gencatan senjata dengan militer.
Minggu ini, sejumlah politisi utama Myanmar mengungkapkan dukungan atas amandemen konstitusi itu tetapi masih samar-samar mengenai perubahan apa yang sebenarnya mereka dukung.
Pasal yang melarang pencalonan Suu Kyi adalah pasal 59(f) yang menyatakan pasangan, anak atau pasangan anak seorang calon tidak boleh berkewarganegaraan asing. Suu Kyi bersuamikan penulis Inggris Michael Aris, dan kedua putra mereka bukan warga negara Myanmar.
Pasal lain mewajibkan para calon presiden memiliki pengalaman militer. Perempuan dilarang masuk militer Myanmar hingga baru-baru ini.
Presiden Thein Sein, yang mengatakan tidak akan mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua, hari Kamis mendukung amandemen konstitusi itu dengan mengatakan sebuah konstitusi yang sehat harus bisa diubah.
Banyak pihak di Myanmar – yang melihat Suu Kyi dan perjuangannya melawan bekas rezim militer sebagai lambang harapan – yakin jika ia menjadi presiden maka akan menunjukkan kesuksesan reformasi di negara itu.
Ma Mwe termasuk diantara sekitar 30 demonstran hari Jumat di pusat kota Rangoon yang mendukung amandemen konstitusi. Ia mengatakan rakyat memilih Suu Kyi sebagai presiden dalam pemilu 1990 tetapi ia masih belum jadi presiden. Ia mengatakan itu bertentangan dengan keinginan rakyat dan itulah sebabnya mengapa konstitusi harus diamandemen.
Hari Senin, komisi tinggi partai berkuasa USDP bertemu di Naypyitaw untuk mendukung 51 jenis amandemen konstitusi termasuk pasal yang bisa memungkinkan Suu Kyi mencalonkan diri.
Konstitusi Myanmar, yang disahkan dalam referendum tahun 2008, bisa diubah jika didukung 75 persen suara dalam parlemen. Seperempat kursi parlemen Myanmar dikuasai militer, dan belum jelas apakah mereka mendukung perubahan konstitusi untuk membuka jalan bagi Suu Kyi.
Sejumlah proposal amandemen konstitusi lainnya mencakup mengubah sistem pemilihan hakim-hakim mahkamah agung dan apakah mereka diwajibkan memiliki pengalaman di bidang hukum. Ada juga proposal untuk memberi sebagian otonomi bagi kelompok-kelompok etnis yang melakukan gencatan senjata dengan militer.